Perlukah Anak Menguasai Bela Diri Sejak Dini?


14078279361696717205
Sumber: shutterstock.com/kompasiana.com


Tulisan ini berawal dari cerita anak yang kebetulan masih bersekolah di SD, ukuran anak yang masih belia sehingga apapun yang dialami dan dirasakan akan diceritakannya tanpa ada kesan menambah-nambahi atau merekayasa cerita. Dan kebetulan cerita sang anak karena telah membanting dan memukul teman sekolahnya karena telah melakukan tindakan kekerasan. Meskipun awalnya saya marah dan tidak menyetujui tindakan anak saya tapi setelah saya tanyakan terkait mengapa ia memukul temannya pun saya menjadi sedikit lega.

Lega hati saya bukan bermaksud membiarkan dan melegalkan kekerasan dilakukan sang anak lantaran jenis kelaminnya perempuan dan masih anak-anak, karena tindakan kekerasan tentu saja tidak baik bagi tumbuh kembang anak yang harus mengenal dan menjadi sosok penyayang dan cinta kepada sesamanya. Bukan justru anak yang menyukai kekerasan dalam menyelesaikan konflik dengan teman sepergaulannya.

Namun, ketika alasannya karena pelaku yang ingin melakukan kekerasan adalah temannya pria, jadi saya hanya menimpali bahwa ada baiknya teman-temannya yang nakal dilawan semampunya dengan menangkis dan melaporkan kepada pihak sekolah. Tentu saja nanti pihak sekolah yang akan menegur dan akan memanggil orang tua sang anak karena kenakalannya.

Melihat persoalan kekerasan yang diterima anak saya dan berujung pada perlawanan dan menyakiti temannya saya jadi teringat ketika saya seusia SD juga, kebetulan saya memang tipe pendiam dan tidak mau melanggati teman-teman yang berusaha menantang duel. Bukan karena takut tapi pesan orang tua saya harus mengalah karena pesan orang tua “mengalah bukan berarti kalah tapi bukti kemenangan yang hakiki”, dan bermula pesan orang tua tersebut, saya pun seringkali kabur dan menghindar jika ada yang mengajak berduel. Dampaknya sampai saat ini sulit sekali meladeni ajakan berkelahi dan saya sering dicap sebagai pengecut. Tapi biarlah, karena kekerasan dilawan kekerasan justru akan berbuntut kekerasan yang baru.

Mungkin karena kenangan masa lalu seusia anak saya, saya jadi berusaha mengajarkan sikap mengalah dan berusaha membela diri jika ada seseorang yang ingin menyakiti. Meskipun kadangkala ketika melihat begitu kerasnya dunia pergaulan dan kehidupan perkotaan, sepertinya anak-anakpun perlu -bahkan menurut beberapa kasus diharuskan- memiliki kemampuan membela diri ketika ada seseorang yang ingin melakukan kekerasan.

Bela Diri Merupakan Sebuah Seni dan Olahraga

Sebagaimana dipahami bahwa ketika kita melihat dampak positifnya teknik bela diri bagi keamanan diri dari kejahatan tentu saja sepatutnya setiap orang memiliki jenis teknik ketangkasan ini. Tentu saja bukan bermaksud menyombongkan diri dengan pamer kemampuan dan berusaha menjajal kemampuan beladirinya terhadap teman-temannya, akan tetapi lebih dari itu sebuah seni yang memadukan pada olahraga yang tentu saja akan dapat meningkatkan kesehatan orang-orang yang menguasainya.

Sebuah seni yang mengandung estetika, kinestetika dan etika tentu saja menjadi sangat mulia jika kemampuan tersebut diimbangi dengan kemampuan mengendalikan diri agar tidak menjadi arogan  sok memiliki kehebatan. Karena jika kemampuan bela diri tidak diimbangi dengan kemampuan pengendalian diri tentu akan berdampak negatif. Misalnya, anak-anak akan lebih cenderung terlihat sombong, angkuh dan merasa paling jago dari anak-anak lainnya. Dampak terparah tidak sedikit yang justru menjadi korban kekerasan lantaran merasa bisa pencak silat, karate, taekwondo atau beladiri lain yang sejenis.

Sehingga, ketika melihat gelagat olah raga dan seni ini justru digunakan pada hal-hal yang negatif justru akan menjadi bumerang lantaran sang anak lebih terkonsentrasi pada membangga-banggakan diri bahwa tidak ada anak lain yang berani melawan. Bahkan lebih dari itu anak tersebut ingin dianggap sebagai “raja” di antara teman-teman lainnya. Jika anak lain tidak mematuhi tentu akan menjadi korban pemukulan dan kekerasan lain yang berdampak pada ketakutan korban secara sistematis.

Mengajarkan Bela Diri Mesti Dimulai Dari Bela Jiwa dan Pembentukan Karakter

Tujuan pokok dari belajar bela diri tentu saja ingin membela diri dari kekerasan dan kejahatan. Tentu saja berharap tidak diri sendiri saja yang terhindar dari kejahatan karena diharapkan akan dapat membantu orang lain yang tengah terancam dengan pertimbangan yang logis, yakni tidak membahayakan diri sendiri.

Begitu pentingnya bela diri bagi anak-anak, tentu saja bersinggungan dengan pembentukan karakter atau kepribadian si anak. Jika ajaran tentang bela diri tidak diawali dengan mengajarkan tentang bela jiwa (mengendalikan emosi) dan pendidikan karakter tentu akan ada dampak negatif yang menyertai kehidupan dan tumbuh kembang sang anak. Misalnya anak justru menjadi sosok yang keras kepala, suka menyakiti dan menyelesaikan konflik atau persoalan dengan kekerasan.

Padahal, jika sebuah persoalan ditelaah, hakekatnya tidak semua persoalan dapat diselesaikan dengan kekerasan dan arogansi. Ada banyak bukti yang menjelaskan bahwa penyelesaian sebuah konflik dengan kekerasan justru akan menambah kekerasan baru. Tentu saja terdapat aspek yang mesti dilihat, apakah kekerasan itu perlu dilakukan demi mencegah sesuatu yang lebih parah atau sebaliknya. Nah, jika dengan kekerasan tidak dapat menyelesaikan konflik dan persoalan maka sepatutnya dan semampunya diselesaikan dengan jalan damai.

Banyak terdapat kasus kekerasan antar siswa, ternyata dilakukan oleh anak-anak yang mempunyai kemampuan bela diri. Mereka merasa memiliki keberanian lebih dan kemampuan memukul dan menendang karena pernah dilatih bela diri. Sikap arogan ini tumbuh seiring perjalan hidupnya dan tentu saja bentukan lingkungan yang mungkin saja dipenuhi dengan kekerasan-kekerasan secara emosi dan fisik yang menjadi embrio berkembangnya benih kekerasan pada anak.

Akan tetapi, ketika karakter baik sudah tercipta dalam diri anak, tentu saja pendidikan bela diri menjadi sebuah kebutuhan bagi anak tatkala berhadapan pada situasi lingkungan yang seringkali membahayakan kehidupan anak. Paling tidak pelajaran agar anak berani melawan, berteriak jika pelakunya orang-orang yang lebih dewasa serta pelajaran tentang teknik menangkis serangan dan melepaskan cengkraman dari pelaku kejahatan serta pukulan sederhana agar sang anak terlepas dari kejahatan orang-orang di sekitarnya.


Salam

Tulisan ini diposting pertama kali di www.kompasiana.com 
 

Komentar