Karena Sibuk Bekerja, Anak Menjadi Korban, Pelajaran untuk tidak Mengabaikan Anak




Anak bermain memang diperlukan demi perkembangan kognisi (intelegensi) fisik dan psikis anak. Karena dengan bermain tersebut anak akan bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya dan lingkungan sekitar. Secara tidak langsung pengalaman yang diperoleh anak berdampak positif terhadap perkembangannya. 


Proses interaksi antar individu tersebut turut membantu meningkatkan sensorik dan motorik anak agar berkembang lebih optimal. Apalagi permainan anak lebih banyak dilakukan di luar rumah bersama lingkungannya, tentu pergerakan tubuh semakin banyak. Dampaknya semakin banyak gerak yang dilakukan yang akan membantu anak menemukan pengalaman-pengalaman baru yang bermanfaat bagi kehidupannya.


Menurut Salli Mc Gregor dari Institut of Child Health di University College, London bahwa “kami telah melaksanakan program kegiatan bermain untuk anak-anak kekurangan gizi di Bangladesh dan kegiatan tersebut terbukti meningkatkan intelegensi mereka sampai sembilan poin, hanya melalui kegiatan bermain”.

Pernyataan di atas tentu saja memberikan pijakan jelas kepada kita bahwa dengan permainan yang baik, terarah dan aman tentu saja berdampak signifikan terhadap kemampuan intelegensi anak. Tak hanya membangun intelegensi, karena perkembangan kemampuan motorik (gerak) akan berjalan secara dinamis menurut perkembangan fisik secara normal.

Sehingga seyogyanya para orang tua lebih banyak memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan anak dengan beraneka permainan yang meningkatkan perkembangan kognisi, motorik serta psikis anak dengan melibatkannya dengan anak-anak sebayanya tentu akan berdampak signifikan terhadap kualitas hidup anak di masa depannya.

Meskipun anak dituntut banyak bermain dan belajar baik di bangku sekolah maupun bersama teman-temannya di alam sekitar, tentu orang tua hendaknya tidak abai atau lalai terhadap keamanan dan keselamatan anak-anaknya. Jika orang tua tengah sibuk bekerja, semestinya mereka tetap mengontrol dan mengawasi permainan anak-anaknya. Namun seandainya orang tua tidak memiliki cukup waktu untuk melakukannya, tentu alternatif lain adalah melibatkan orang lain yang dapat dipercaya menjaga anak-anaknya.

Jika dimungkinkan anaknya sudah ada yang lebih dewasa, tentu dipastikan bahwa anak tidak sembrono dan juga lalai menerima kepercayaan dari orang tuanya dengan diberikan pengarahan dan bimbingan yang baik bagaimana menjaga sang adik tatkala orang tua bekerja.

Orang tua memiliki banyak kebutuhan yang semestinya dipenuhi, sehingga orang tua harus mencari penghasilan. Baik sang ayah maupun ibu, keduanya memiliki kewajiban yang sama. Tapi kewajiban tersebut jangan pula mengabaikan keselamatan anak-anaknya.

Sebagaimana baru-baru ini penulis alami sepekan yang lalu, Sabtu, 17 Januari 2014. Saya mendapati seorang anak tetangga (Linda, 5 tahun) mengalami kecelakaan tatkala tengah bermain dengan temannya. Anak tersebut bermain sendiri dengan teman-temannya tanpa pengawasan orang tua dan kakaknya. Saat itu kedua orang tuanya tengah bekerja di sawah, dan kakak yang dipercayakan menjaga sang adik justru meninggalkannya dan asyik bermain sendiri tanpa mematuhi perintah agar tatkala keduanya bekerja kakaknya harus menjaga adiknya di rumah.

Pada awalnya sang adik ini masih bersama kakaknya berdua. Berselang sekitar 30 menit si adik ternyata sudah ditinggalkan pergi oleh sang kakak entah kemana. Tak dapat diduga, setelah sang kakak pergi ternyata adik yang semula bermain sepeda kecil tersebut tergelincir diparit sedalam 40 cm. Kepala adiknya membentur semen cukup keras. Dan akibatnya sangat fatal, kepala adik bocor, kepala harus dijahit tiga jahitan. Darah mengalir cukup deras.

Saya selaku tetangga yang awalnya memperhatikan permainan anak. Karena kebetulan pula saya ngemong anak saya kedua bermain sepeda yang sama sedangkan saya sambil menyapu di halaman. Ternyata sekejab luput dari pengawasan saya karena saya harus masuk ke rumah lantaran akan mengambil sesuatu. Tiba-tiba kecelakaan pada anak tetangga benar-benar terjadi. Si korban berteriak cukup keras karena kesakitan. Sedangkan anak saya yang mulanya bermain dengan sang anak ini berteriak memanggil saya “Pak…Linda jatuh!!!

Tanpa berpikir panjang yang kebetulan saya mendengar teriakan anak, saya berlari keluar dan berusaha menyelamatkan anak. Darah masih mengalir cukup deras hingga membasahi bahu parit. Saya panik karena orang tua si anak tidak ada di rumah. Sedangkan kakaknya entah kemana. Saya jengkel kog si kakak malah pergi tanpa memperhatikan adiknya.

Dalam keadaan jengkel tersebut, saya bopong si anak dan saya memanggil istri saya agar memberikan anak penanganan pertama memberikan air hangat agar darahnya berhenti sementara. Untung istri cukup sigap. Ia keluar rumah dan segera saja mengambil apa yang diperlukan. Tetangga lain pun turut panik, lantaran beliau memiliki cucu yang harus dimandikan.

Ya sudah, beruntung kami bisa menangani keluarnya darah dan kontan darah berhenti. Tapi si anak menangis dan saya berusaha mendiamkannya dengan mengatakan “sabar ya nak, nanti kamu pak ali bawa ke puskesmas.” Saya tidak sempat memanggil orang tuanya karena tak dimana mereka bekerja. Dan kakaknya baru diketemukan beberapa saat setelah si anak berhasil kami tangani.

Tak menunggu lama, kami berdua membawa anak tersebut ke Puskesmas terdekat agar mendapatkan pertolongan medis. Sedangkan anak saya yang sama-sama dini saya titipkan pada tetangga agar mengawasi sebentar tatkala saya pergi.

Beruntung dokter Puskesmas (Sumbersari) segera memberikan pertolongan. Meski saya dan istri harus merayu dan memberikan keyakinan bahwa dijahit tidak sakit. Alhamdulillah, akibat pertolongan dokter persoalan anak dapat kami tangani bersama. Meskipun sang anak bukanlah anak sendiri lantaran empati dan kasihan karena ortunya tidak ada maka kami berusaha semaksimal mungkin menolong. Tak peduli ketika kami harus keluar uang dahulu lantaran sewaktu membawa anak tidak membawa KK agar mendapatkan pertolongan gratis.

****

Kejadian tersebut hakekatnya banyak dialami anak-anak di sekitar kita. Tak hanya kasus Linda di atas, karena beberapa saat yang lalu pula sang anak terjatuh dari gedung bertingkat sebuah rumah sakit di Jakarta. Beruntung sang anak bisa diselamatkan. Begitu pula kejadian yang menimpa tetangga kami, sang anak tercebur ke sumur akibat bermain-main di sekitarnya. Orang tua tak mengerti bahwa anak-anak semestinya diawasi. Jangan lalai meski sedetikpun. Kalau benar-benar lalai, alamat kecelakaan akan terjadi.

Beruntung si Linda tidak terluka para di kepala (gegar otak) dan hanya luka dikulit meskipun cukup dalam tapi bisa disembuhkan dan tidak berbahaya bagi otaknya.

Banyak loh akibat kelalaian orang tua anak harus kehilangan nyawa. Entah anak terbakar tatkala bermain di tempat pembakaran sampah, tercebur ke kolam atau ketabrak kendaraan yang kebetulan melintas di depan rumah. Semua akibat orang tua terlalu lalai dan terlalu sibuk dengan pekerjaan tapi tidak cukup memberikan rasa aman kepada anak-anaknya. Seandainya mereka tidak bisa menjaga secara intens, cukup wakilkan kepada baby sitter atau keluarga sendiri (anak tertua, bibi, paman, nenek, kakek) atau siapalah yang bisa dipercaya menjaga anak kita tatkala kita tengah bekerja.

Membangun intelegensi dan kesehatan fisik maupun psikis anak dengan melibatkan anak dalam permainan di lingkungan sekitar, amat berdampak positif dan signifikan. Tapi dengan melalaikan mereka tatkala bermain justru dampaknya lebih berbahaya kepada anak.

Salam Kompasiana. Selamat Berhari Minggu!

Metro, 25 Januari 2015

Artikel ini pernah saya publikasikan di www.kompasiana.com. link : karena sibuk bekerja, anak jadi korban, pelajaran untuk tidak mengabaikan anak

Komentar

Unknown mengatakan…
bingung koment....dikasih baby sitter jg mengkhawatirkan
Unknown mengatakan…
tulisan menarik.....saya nitipkan anak saya sama mbahnya....tp agak kasihan org tua malah disuruh njagain anak