Bapak Presiden, Beginikah Revolusi Mental?



Kepada Bapak Presiden Jokowi yang saya hormati,



Sebelumnya saya mohon maaf, beribu-ribu maaf apabila tulisan ini kurang berkenan di hati Bapak. Karena mungkin akan sedikit mengusik ketenangan Pak Jokowi saat ini.

Berhari-hari ini saya seperti tak bisa nyenyak tidur, lantaran mengingat huru-hara negeri ini yang sepertinya tak berujung. Semua orang saling berebut simpati, saling berebut empati dan berebut kesempatan mendapatkan “kue” ketika bangsa ini tengah dirundung persoalan yang telah melilit. Entah sampai kapan ini semua akan berakhir.

Saya tidak ingin mengkritisi siapa yang keliru dan siapa yang benar menurut kacamata hukum terkait huru hara yang terjadi ini. Lembaga yang saya bangga-banggakan ternyata harus tergoyah dan tercabik-cabik oleh situasi yang cukup mencengangkan dan mengerikan. Tapi sebagai rakyat biasa yang tinggal di pinggiran sawah, saya hanya berharap Bapak bisa segera mengambil sikap agar persoalan ini tak larut-larut. Saya khawatir semakin lama kedua institusi ini berseteru, bukan tidak mungkin persoalan korupsi dan kejahatan di negara ini akan gagal untuk diberantas. Sebagaimana yang Bapak Presiden inginkan. Negeri yang siap hidup dari tanah sendiri, mandiri dan tak meminta belas kasih dari bangsa lain.

Tentu saja keinginan Bapak Presiden kala kampanye masih selalu kami ingat dan tersimpan rapat dalam catatan-catatan penting yang akan menjadi bahan koreksi benarkah Bapak sudah menjalankannya atau belum. Saya tidak menampik bahwa terpilihnya Bapak sebagai Presiden tentu berkat bantuan “sumbangan” dari berbagai pihak yang menghendaki negeri ini dipimpin oleh presiden yang berasal dari “Wong Cilik”. Tapi ternyata justru keindahan derajat Bapak di mata saya karena Bapak berasal dari Wong Cilik sedikit banyak dimanfaatkan oleh orang-orang di bawah kepemimpinan Bapak Presiden.

Siapakah sebenarnya yang telah memanfaatkan Bapak, pun saya kira tak perlu saya sebutkan di sini, karena saya menghormati Bapak selaku Presiden RI yang tentu saja orang yang sangat dijunjung kehormatannya oleh bangsa ini. Bagaimana tidak, tatkala di seratus harinya Bapak memimpin negeri ini, tak sedikit cercaan datang bertubi-tubi. Itu semua diawali oleh suatu hal yang terkait kebijakan Bapak ketika memilih calon tunggal Kapolri yang disinyalir merupakan tokoh yang memiliki kekayaan yang luar biasa banyak, yang tak jelas darimana uang itu berasal. Tentu mengundang banyak pertanyaan, kenapa Bapak justru menunjuk orang yang dianggap mengambil uang negara secara batil menjadi calon petinggi kepolisian di negeri ini.

Sebuah kondisi yang mengundang beragam pertanyaan ulang, apakah begini makna Revolusi Mental yang Bapak Presiden dengung-dengungkan tempo dulu? Bapak ingin negeri ini dipimpin oleh orang-orang yang bersih, ternyata satu persatu terlihat belangnya mereka yang berada di bawah kepemimpinan Pak Presiden ternyata pun tidak bersih. Tentu karena ini, rakyat meradang dan berbuntut para pendukung Bapak angkat kaki. Mereka merasa telah “tertipu” oleh jargon yang Bapak sampaikan tatkala berkampanye di Gelora Bung Karno, dan diistana negara tatkala Bapak berjanji kepada seluruh wakil daerah melalui teleconference bahwa Bapak benar-benar ingin membangun negeri tercinta kita dengan “Tangan Bersih” yang saat itu Bapak janjikan.

Kami menunggu dan kami menuntut janji-janji Bapak untuk melunasinya meskipun saat ini masih ke seratus hari di masa kepemimpinan Bapak Presiden.

Bapak Presiden yang saya hormati

Sampai saat inipun saya masih di rundung gelisah tatkala kampung kami semakin lama semakin tidak aman. Jauh sekali dari harapan kami dan janji-janji Bapak ingin membuat penduduk di negeri ini tenang dalam mencari rezeki.

Saya menduga, karena para petinggi KPK dan Polri, saat ini tengah terkonsentrasi menyelesaikan internal mereka. Dampaknya karena mereka harus menyelesaikan persoalan tersebut, saat ini keamanan di kampung kami turut dikorbankan. Entah pagi, siang atau malam, kejahatan selalu saja menghampiri. Pelaku kejahatan seakan-akan mendapatkan angin segar, tatkala KPK dan Polri berseteru. Mereka semakin berani melakukan kejahatan di jalanan dan di hadapan orang banyak karena situasi rumit yang saat ini terjadi pada KPK dan Polri. Pelaku kejahatan Kantoran masih saja bebas duduk di kursi empuk, sedangkan penjahat jalanan begitu mudahnya merebut milik kami dan membunuh saudara-saudara kami tanpa ampun jika kami melawan.

Sekali lagi, apakah seperti ini Revolusi Mental? Ketika anggota dewan yang terhormat semestinya mewakili suara kami di kampung, ternyata di antara mereka tengah asyik berjalan-jalan ria menggunakan uang negara. Mereka telah lupa bahwa mereka dipilih untuk menyuarakan suara kami orang kecil, seperti halnya saura Bapak Presiden kami yang berasal dari kalangan Wong Cilik. Sekali lagi, mohon ditindak kader partai yang justru memanfaatkan jabatan untuk memperkaya diri.
Tapi saya tahu, tidak mudah melakukan itu, karena sampai saat inipun presiden Jokowi tengah dirongrong oleh anggota dewan terkait isu tentang impeachment. Saya khawatir keberanian Bapak yang ingin merevolusi mental kami justru akan mengorbankan kedudukan Bapak. Seperti apa yang terjadi pada presiden Abdurrahman Wahid (Gusdur) pada saat itu. Saya berdoa, mudah-mudahan Allah SWT melindungi Bapak dalam melaksanakan amanah ini hingga jabatan Bapak berakhir.

Bapak Presiden yang saya hormati.

Kami butuh ketenangan, keamanan dan kemudahan dalam mencari rezeki. Karena jika ketenangan, keamanan dan kemudahan dalam mencari rezeki tidak lagi bisa kami dapatkan, bukan tidak mungkin kedepannya keadaan ekonomi kami semakin hancur karena terganggu oleh ulah kejahatan di jalan raya. Tak hanya ulah kejahatan di jalan raya, karena boleh jadi justru uang negara yang semestinya dapat dinikmati oleh kami, ternyata dimanfaatkan oleh wakil rakyat demi untuk memuaskan hasrat kekuasaan mereka.

Mungkin inilah kekhawatiran saya selama ini. Mudah-mudahan Bapak bisa menerima dengan lapang dada, keluhan dari kami rakyatmu yang menginginkan kedamaian dalam hidup kami.
Saya guru rendahan, saat ini bekerja di SLB Negeri Metro. Mohon tunjangan kesejahteraan yang sudah kami dapatkan tidak pula diambil, sedangkan anggota dewan yang sudah banyak gajinya justru mendapatkan kelebihan pendapatan. Mereka seolah-olah mewakili rakyat, tapi justru mengambil hak-hak kami demi kepentingan mereka sendiri.

Salam

Metro, 30 Januari 2015

Komentar