Prihatin, Gara-gara Gagal PNS, Guru Honorer Depresi

Sekali lagi kita pantas mengelus dada. Prihatin dengan seabrek kejadian yang menimpa rakyat negeri ini. Di saat bangsa ini harus menikmati kebahagiaan karena seperangkat program bagi si miskin dugilirkan, serta perangkat perundang-undangan bagi tenaga honorer diteken pemerintah, ternyata belum memutus mata rantai korban akibat gejolak ekonomi yang melanda negeri ini.

Seorang guru yang biasanya siap menghadapi ujian hidup dan minimnya ekonomi, ternyata turut menjadi korban kondisi ekonomi yang tak juga membaik. Guru honorer diidentifikasi mengalami gangguan jiwa (depresi) lantaran himpitan masalah yang mendera.
Dan anehnya, kasus depresi biasanya dialami oleh Caleg yang gagal merebut kursi di dewan, ternyata menimpa pula oleh para pegawai honorer. Seperti kasus bunuh diri beberapa waktu lalu di kota ini di mana korbannya adalah salah satu guru honorer pula. Ia rela mengakhiri hidupnya karena patah semangat tak juga lolos menjadi PNS.

Begitu pula apa yang dialami oleh salah sata guru honorer di Kota Metro, honorer yang sudah mengabdikan diri di sekolah negeri semenjak 2004 ini kini terkena depresi. Kira-kira 10 tahun beliau melampaui hari-hari bersama anak-anak ABK dengan gaji yang amat minim. Namun, entah persoalan apa, tiba-tiba tanpa sepengetahuan keluarganya tingkahnya berubah drastis tidak seperti biasanya. Guru yang berinisial G ini tiba-tiba berubah, tak seperti biasanya. Sering marah-marah tak jelas, dan memperlihatkan gelagat tak wajar terhadap keluarga dan orang-orang di sekitarnya. Apa asal muasal penyebabnya?

Menurut cerita tetangga yang kebetulan guru honorer di mana ia bekerja,lima hari yang lalu, tepatnya ketika mengikuti pelatihan tingkat nasional bagi guru yang diselenggarakan oleh Direktorat PLB yang diselenggarakan di Bandung, Mr. G, tiba-tiba absen dari pelatihan selama 3 hari berturut-turut. pun kelimpungan  mencari peserta yang tidak diketahui keberadaannya. Karena panitia khawatir sesuatu hal menimpa Mr. G ini, sehingga untuk memastikan keberadaan yang bersangkutan, panitia mengecek keberadaan peserta pelatihan ini di kamarnya. 

Karena diketuk beberapa kali tak menyahut dan membuka pintu, karena curiga, akhirnya pintu kamar pun didobrak. Dan ternyata Mr. G tidak berada di kamarnya. Sedangkan pakaian masih berada di dalamnya. 

Panitia bingung dan takut terjadi apa-apa. Akhirnya beliaupun menghubungi kepala sekolah di mana ia bekerja, dan ternyata tidak juga menemui hasil dimana sebenarnya guru ini berada.

Usut punya usut dan karena konfirmasi pihak panitia, ternyata yang bersangkutan meninggalkan kamar tanpa jelas tujuannya. Menurut keterangan sumber yang kebetulan sahabatnya yang kebetulan di Bandung, ia meninggalkan tempat pelatihan karena mengalami gangguan jiwa. Depresi yang cukup berat. Sehingga dengan inisiatif sendiri, sahabatnya ini mengantarkannya pada seorang kiyai yang mudah-mudahan bisa menolong.

Sesampai di tempat seorang kyai ini, Mr. G pun diobati dan sepulangnya diberikan peci, baju dan sarung sebagai tanda mata. Kemudian ia diantar kembali ke pelatihan di mana beliau diukutsertakan.

Karena melihat keterangan Mr. G yang mengakui bahwa dirinya sakit, dan meninggalkan pelatihan tanpa keterangan, akhirnya pihak panitia memulangkan beliau sebelum pelatihan berakhir.

Pasca kepulangan dari pelatihan, ternyata istri dan anak-anaknya mendapati sang bapak (MR. G) terlihat aneh. Tiba-tiba ia marah-marah tanpa tahu penyebabnya. Istrinya dipukul dan perkataan kasar yang keluar begitu saja dari mulut beliau tanpa disadari sebelumnya. Dan lebih aneh lagi, di malam hari beliau keluar rumah dalam keadaan telanjang.

Sontak saja melihat keanehan sang Bapak terjadilah keributan yang berujung Mr. G meninggalkan rumah tanpa diketahui istrinya dengan meninggalkan secarik surat dengan tulisan bahasa Jawa.

Anehnya dari surat yang ditinggalkan tersebut adalah yang bersangkutan sama sekali tidak mengenal bahasa Jawa, sehingga keluarga menduga, keanehan Mr. G dipicu depresi dan boleh jadi karena dirasuki oleh Jin di mana ia mengikuti pelatihan tersebut. 


Selama berhari-hari, keluarga mencari keberadaan Mr. G ini di berbagai tempat. Dan akhirnya ia diketemukan oleh temannya di Sekampung karena bertingkah aneh dan hendak dimassa lantaran mengambil pakaian anak-anak.

Sampai saat ini Mr. G belum menunjukkan kesembuhan, meskipun sudah dicarikan pengobatan ala rukiyah dengan harapan gejala depresi atau kerasukan jin ini bisa diatasi.

Kasihan sekali Mr. G, dan guru-guru honor yang lain. Karena himpitan ekonomi, kondisi keluarga yang tak menentu, ditambah lagi status honorernya yang tak kunjung diperhatikan pemerintah, kondisi kejiwaan guru honor ini menjadi terganggu. Seandainya status honorer ini tidak juga menggembirakan, akankah lebih baik para guru honorer ini resign dari sekolah dan memilih profesi lain yang lebih menguntungkan dan jiwanya tak terganggu.

Melihat kejadian ini, apakah yang akan dilakukan oleh kementrian pendidikan, jika para guru honorer justru mengalami gangguan jiwa lantaran status pengangkatan menjadi PNS yang tak juga jelas?

Salam

Komentar