Tahukah Anda, Bangga Loh Jadi Guru ABK

Gambar: Salah satu kegiatan pertanian di SLBN Metro (doc. pribadi)

Alhamdulillah di bulan Maret ini kurang lebih enam tahun masa pengabdianku di sekolah luar biasa. Sekolah yang dikhususnya bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Selama enam tahun ini, saya benar-benar merasakan betapa menjadi guru bagi anak-anak disabilitas (difable) sungguh menyenangkan. Tak hanya menyenangkan karena saya belajar akan makna kehidupan dan belajar mengenal anak-anak didik yang sama sekali belum pernah saya pahami sebelumnya. Terang saja, selama saya menuntut pendidikan saya jarang sekali bergaul dengan anak-anak dengan keterbatasan fisik dan psikis ini. Meskipun demikian, mengenal anak-anak dengan keterbatasan fisik hakekatnya pernah saya kenali tatkala saya duduk di bangku sekolah dasar. Kebetulan tempat tinggal orang tua saya awalnya berdekatan dengan asrama bagi pemuda tuna daksa, yakni para pemuda yang memiliki kreatifitas dan kemandirian dalam proses reparasi elektronik.

Gambar: Pemilihan guru terfavorit ala anak-anak ABK di SLBN Metro (doc. pribadi)

Pengalaman pertamaku mengenal anak-anak ABK tersebut, seakan-akan terpatri dan selalu hinggap di sanubari, meskipun menjalani profesi sebagai guru bagi anak-anak berkebutuan khusus bukanlah mimpi yang awalnya saya inginkan. Karena mimpi saya dahulu berkeinginan menjadi seorang kiyai. Makanya saya pernah menolak ketika disekolahkan di sekolah negeri lantaran minimnya pendidikan agama yang diajarkan. Disamping itu karena menurut kami pendidikan keagamaan lebih penting daripada pendidikan duniawi. Karena kami berpendapat barang siapa mencari ilmu dunia maka akhirat ditinggalkan, dan barang siapa mencari ilmu akhirat maka dunia akhirat akan didapatkan bersama-sama. Paling tidak pemahaman itu masih saja menjadi pijakan kuat bagaimana keluarga mengenyam pendidikan.

Terlepas dari latar belakang pendidikan dari agama, tentu karena selepas mengenyam pendidikan saya diperkenalkan dengan sekolah bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Awalnya sempat menolak, tapi meskipun awalnya karena tuntutan hidup lambat laun pekerjaan sebagai honorer itupun saya nikmati, tanpa berpikir berapakah gaji yang saya dapatkan lantaran gaji tersebut kurang sesuai jika diukur dengan upah minimun kota, apalagi di daerah Jakarta, tentu nilainya sangat jauh dari yang diharapkan.

Meskipun demikian, karena dilatarbelakangi niatan tulus ingin mengabdi sambil mencari rezeki, menyelam sambil minum air, tentu apapun pekerjaannya saya nikmati sembari belajar mengenal anak-anak berkebutuhan khusus, baik jenis kekhususan dan tentu karakter masing-masing anak yang turut membantu saya mengenal dan sedikit banyak memberikan bekal agar dalam proses pendidikannya tidak menjadi kendala yang berarti.

Gambar: Anak ABK yang mempraktekkan penggunaan alat pertanian (doc. pribadi)

Terlepas proses pengenalan diri saya terhadap dunia pendidikan khusus, yang mendasari diri saya ingin menjadi guru SLB karena merasa terpanggil lantaran selama ini anak-anak berkebutuhan khusus, yang notabene memiliki kekurangan dan kelebihan ini ternyata acapkali dianggap sebagai aib. Saya trenyum ketika anak-anak yang sekiranya terlahir dalam kondisi yang kurang sempurna, ternyata menjadi bahan ejekan, hinaan dan caci maki. Tak hanya bagi siswanya, karena para gurupun acapkali dipandang sebelah mata. Orang tua yang tak memahami anak-anak ABK kerap merasa jijik jika mendapati anak-anak dengan kelemahan tertentu. Jangankan memberikan perhatian, sekedar memberikan empati kepada si anak pun amat sulit dilakukan.

Tak hanya bagi para siswanya, karena para gurunya pun tak sedikit mendapatkan stigma negatif, dengan kata-kata dan candaan yang seringkali menyakiti perasaan kita. Tapi semua tak menjadi persoalan, lantaran derajat manusia itu hanya di hadapan Tuhan saja hendak dibanggakan. Selebihnya di hadapan manusia hanya kesan yang tak patut untuk dipamerkan.

Apa yang membuat saya bangga, selama ini saya mendapati banyak ilmu yang tak diperoleh di bangku sekolah saya dahulu. Bahkan hingga menyelesaikan studi pun perihal pendidikan bagi anak-anak ABK sama sekali tidak saya pahami. Kondisi ini sepertinya memang menjadi gejala, bahwa memang anak-anak berkebutuhan khusus pada mulanya berada di tempat yang khusus, terasing dan tertutup dari dunia luar. Sehingga orang-orang yang bisa mendidik anak ABK terkesan misterius. Pantas saja hanya segelintir orang yang mampu dan mau mengenyam pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus, lantaran dilatar bekangi oleh kondisi oleh calon siswa yang tidak setiap orang mau menyentuhnya dan mendidiknya dengan sepenuh jiwa. Tentu mereka yang mau melakukannya hanyalah orang-orang yang berjiwa besar dan siap mendapatkan resiko yang besar pula terkait sulitnya menangani anak-anak berkebutuhan khusus.

Gambar : Salah satu kegiatan bina diri ketrampilan komputer (doc. pribadi)

Selain karena pengalaman dan ilmu yang tak ternilai harganya, saya rasakan kondisi kejiwaan semakin terkontrol. Jiwa didik semakin ikhlas dan sabar. Karena keikhlasan dan kesabaran itulah yang mendorong seseorang untuk bisa mendidik anak-anak berkebutuhan khusus.

Tak hanya tuntutan keikhlasan dan kesabaran lantaran penanganan anak berkebutuhan khusus yang tak mudah, ternyata memacu para gurunya untuk selalu menggali ilmu dan pengalaman bagaimana sesungguhnya cara yang paling efektif mendidik anak-anak ini agar berhasil gemilang. Tak berlebihan tentunya nilai kebanggaan itu, jika anak-anak yang dididik memiliki kemandirian, keterampilan dan tentu perkembangan kognisi, afektif dan psikomotorik yang semakin baik.

Selain bertambahnya pengalaman yang selama ini tak pernah saya dapatkan, ternyata menjadi guru ABK diberikan fasilitas pendidikan dan pelatihan yang cukup di daerah yang jauh sehingga para guru tersebut bisa menggali ilmu dan diberikan kesempatan menikmati perjalanan wisata gratis sembari menuntut ilmu di tempat latihan. Selain itu kita mendapatkan banyak teman yang akan membagikan kisah-kisah serunya tatkala berhadapan dengan anak-anak berkebutuhan khusus.

Bangganya lagi ketika diawal ajaran baru anak-anak yang diterima dengan aneka kekurangannya, ternyata seiring perjalanan waktu mereka mampu meraih prestasi yang membanggakan, baik prestasi dalam studinya maupun prestasi dalam event perlombaan tertentu. Rasa haru dan kebanggan tak terbalaskan tatkala melihat senyum bahagia diiringi linangan air mata haru dari orang tua anak-anak mereka, tatkala melihat buah hatinya mengukir prestasi yang gemilang.

Yang lebih membuat haru lagi adalah, ketika menilai betapa Tuhan telah memberikan banyak hal dalam diri kita, anak-anak yang sehat, keluarga yang lengkap, dengan segenap kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh anak-anak kita dibandingkan dengan kondisi anak-anak berkebutuhan khusus yang membutuhkan perhatian dan didikan kemandirian dari orang-orang di sekitarnya.

Dengan prestasi yang membanggakan itu, tak ada kata lain selain ucapan syukur kenapa Tuhan memberikan tempat terbaik bagi saya dalam mengamalkan ilmu dan pengalaman yang saya dapatkan selama menempuh pendidikan. Bolehlah bangga menjadi guru besar, dosen luar biasa atau profesor ternama. Tapi bagi saya tak lebih bangga jika bisa menelurkan generasi berprestasi dan mandiri, meskipun genenasi-generasi tersebut adalah anak-anak berkebutuhan khusus. Ada banyak pahala di dalamnya, pahala mengamalkan ilmu, kesabaran dan pahala kerelaan menjadi guru-guru yang rela mencurahkan segenap fikir, jiwa dan raganya demi anak-anak berkebutuhan khusus.

Jika Anda ingin merasakan sensasi kenikmatan, kebahagiaan dan kebanggaan, ayo bergabung bersama kami, mengabdikan diri menjadi guru bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Tak hanya dalam pendidikan formal, karena boleh jadi di rumah Anda, terdapat anak yang membutuhkan didikan yang khusus dari Anda. Mendidik, menyayangi dengan sepenuh hati, tanpa memandang segenap kekurangan yang dimiliki, tapi kelebihan yang dianugerahkan oleh Tuhan kepada mereka.

Salam

Metro, 24/3/2015

Komentar