Rindu Film G 30 S PKI, Sejarah Kelam Indonesia Tempo Dulu

Monumen Pancasila Sakti

Baru beberapa hari ini bangsa Indonesia kembali memperingati Hari Kesaktian Pancasila, tepatnya tanggal 1 Oktober yang diperingati setiap tahun. Peringatan atas terjadinya tragedi pemberontakan G 30 S PKI yang turut menyisakan kepedihan hingga kini lantaran pahlawan-pahlawan kemerdekaan turut menjadi korban. Korban dari sebuah kebiadaban atas ambisi kekuasaan kala itu. Lubang buaya sebagai tempat di mana para korban kejahatan kemanusiaan itu ditemukan, pun menyisakan tanda tanya besar, kenapa saat ini sejarah penting ini seperti ditinggalkan? Ada apa ini? Dalam kebimbangan itu fikiranku menggelayut menyusuri pelajaran sejarah yang pernah saya dapatkan di bangku sekolah kala itu.
Ada banyak tanda tanya besar, siapa sebenarnya dalang di balik itu semua. Apakah Presiden Soekarno atau justru Soeharto yang beberapa tahun silam pemberitaan terkait keterlibatan mantan Presiden Suharto dalam tragedi lubang buaya itu sempat menyeruak. Menyeruak pra lengsernya kepemimpinan sentralistik otoritarianisme selama 30 tahun. Soekarno yang sejatinya adalah Pahlawan kemerdekaan turut menjadi korban penyebaran isu keterlibatan beliau dalam kejadian kelam itu. Sedangkan Suharto pun sama nasibnya lantaran dituduh melibatkan diri atau terlibat dalam insiden berdarah yang menewaskan orang-orang terbaik di negeri ini. Sosok seperti Jend. A. Yani yang sejatinya adalah sosok yang turut berjuang dalam kemerdekaan ternyata turut menjadi korban kebiadaban ini. Sejarah oh sejarah, kenapa kebiadaban ini selalu saja muncul di negeri ini.
Menurut catatan sejarah, ada banyak korban G 30 S PKI. Paling tidak 10 orang penting di negeri ini menjadi korban. Jika disebutkan nama satu persatu seperti; Jend. Ahmad Yani • MayJend. D.I. Panjaitan • AIP. K.S. Tubun • Brig Jend. Katamso • Let.Jend. M.T. Haryono • Kapt. Pierre Tendean • Let. Jend. Soeprapto • Let. Jend. Siswondo Parman • Kol. Sugiono • Mayjend. Sutoyo Siswomiharjo (wikipedia). Bahkan jika diruntut berdasarkan informasi para sesepuh yang menjadi korban mereka, tentulah ada ratusan kiyai dan tokoh-tokoh agama yang turut menjadi korban kebiadaban mereka.
Meskipun di beberapa media seperti Wikipedia menjelaskan bahwa dalang pembunuhan beberapa jendral itu adalah Soekarno, namun saya tidak menampik, di balik pembunuhan para jendral kala itu ada motif terselubung. Pemimpin negara difitnah, diadu domba dan dijadikan tumbal ambisi seorang penganut paham komunisme kala itu. Sungguh sebuah kejahatan kemanusiaan yang sungguh menyakitkan.
Film G 30 S PKI Mengisahkan Tragedi Berdarah Pemberontakan Komunis di negeri ini
Fenomena kejahatan kemanusiaan yang merenggut banyak korban itu dibuat film berjudul G 30 S PKI, Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia. Saya melihat beberapa adegan yang turut membuat bregidik bulu kuduk, bagaimana seorang Aidit Cs. melakukan gerakan bawah tanah dengan mengumpulkan beberapa teman sepemahaman. Ingin melakukan gerakan pemberontakan. Hingga pada akhirnya genap sudah aksi penculikan beberapa jendral dan berakhir di lubang buaya. Tak hanya kekejaman terhadap para petinggi militer di negeri ini, karena para kiyai, masyarakat umum menjadi korban. Bahkan siapapun yang tidak mendukung gerakan itu dianggap musuh dan mesti dihabisi. Kejam sekali ya?
Semua adegan dibuat selayaknya kejadian kala itu, meskipun hanyalah sebuah film, tapi film itu hakekatnya sebagai peringatan betapa komunisme memiliki rekam jejak yang tragis. Sama tragisnya dengan aksi terorisme yang mengatasnamakan gerakan Negara Islam, yang entah siapakah yang membentuk kelompok radikal itu. Sepertinya ada pihak yang ingin menyudutkan Islam dengan ajaran kekerasan. Padahal aksi terorisme hakekatnya bukanlah ajaran Islam yang sebenarnya.
Meskipun ada perasaan takut, ngeri karena aksi kebiadaban itu diperlihatkan seperti aslinya, namun dengan memahami sejarah kelam negeri ini, akan menjadi catatan penting bahwa negeri kita harus waspada terhadap aksi pemberontakan yang menggunakan ideologi asing yang ingin merusak Pancasila sebagai sendi bernegara kita.
Sayang sekali, film G 30 S PKI saat ini tidak lagi ditayangkan semenjak era reformasi, dengan alasan bahwa film itu dianggap memutarbalikkan fakta. Mereka yang tidak menghendaki beredar dan diputarnya film G 30 S PKI beralasan bahwa yang sejatinya gembong PKI adalah Soeharto itu sendiri. Makanya kala itu muncul pula beberapa buku yang mengisahkan keterkaitan mantan Presiden RI ke-2 itu dengan aneka tragedi di lubang buaya yang merenggut nyawa para pajabat teras Angkatan Darat.
Tak hanya pejabat teras Angkatan Darat yang menjadi korban, lantaran betapa banyaknya para Kyai, Ustadz dan para tokoh agama di daerah yang diculik dan dibunuh jika tak mau mengakui sebagai anggota PKI. Meskipun pada akhirnya, pemberantasan pengikut PKI ternyata turut memunculkan pro dan kontra, lantaran di antara mereka yang menjadi anggota PKI bukan sebab keinginan sendiri, akan tetapi dipaksa dan tidak mengetahui bahwa PKI adalah partai komunis yang memiliki cita-cita merebut kekuasaan dan mengubah Pancasila.
Beberapa tahun silam saya masih menemukan seorang imam mushola yang notabene agamanya sangat baik, ternyata pernah menjadi korban pemaksaan identitas oleh PKI kala itu, hingga berujung anak-anaknya tidak bisa menjadi pegawai pemerintah lantaran dianggap keturunan komunis. 
Kejadian tragis yang menyisakan sejarah kelam, seorang anak yang tidak tahu menahu apa itu PKI ternyata harus mendapatkan diskriminasi lantaran persoalan yang tidak pernah ia pahami.
Terlepas dari itu semua, mengapa kejadian kelam itu mesti dihilangkan dari memori kita? Apakah salah jika sebuah kejahatan itu diingat kembali agar tidak ada lagi pengulangan sejarah, lantaran kejamnya kejahatan mereka? Bukan bermaksud mengorek luka lama, tapi sebagai media pengingat bahwa segala bentuk kejahatan atas nama ideologi lain selain Pancasila adalah kejahatan. Sama berlakunya kejahatan terorisme yang mengatasnamakan Islam yang juga mesti ditumpas dari negeri ini.
Pemutaran Film G 30 S PKI sebagai penguatan pemahaman akan sejarah bangsa
Tidak dapat ditampik dan dipungkiri bahwa aneka persoalan di negeri ini sepantasnya diabadikan, dijadikan bahan renungan dan pelajaran bahwa fenomena kejahatan itu sangat menyakiti hati penghuni negeri ini. Kejahatan atas nama ideologi semestinya tak boleh berulang kembali. Indonesia dibangun atas dasar Pancasila, dan selamanya akan tetap teguh memegang prinsi ini. Jika ada pihak-pihak yang hendak mengganti Pancasila dengan ideologi lain, tentu saja menjadi awal munculnya tragedi memilukan dan kebiadaban baru yang semestinya dihanguskan.
Gerakan 30 September PKI adalah peristiwa kelam negeri ini, semoga saja dengan melihat kembali sejarah kelam itu menjadi pelajaran bagi anak-anak muda agar tidak terpengaruh pada ideologi asing yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila yang menyatu dalam hati rakyat di negeri ini.
Akan tetapi yang mesti menjadi renungan kita, apakah kita masih memegang teguh ideologi Pancasila dalam hati sanubari kita? Atau kita justru melupakannya? Entahlah.
Salam
Metro Lampung, 4-10-2015

divine-music.info

divine-music.info



divine-music.info





Komentar