Anak-anak tuna grahita adalah anak-anak yang memiliki
keterbatasan secara fisik, intelegensi, sosial dan emosional serta keterbatasan
dalam berkomunikasi. Karena mengalami
aneka keterbatasan itu, anak-anak tuna grahita identik dengan kelemahan dalam
melakukan interaksi sosial. Dampak lain, turut mempengaruhi kemampuan
mereka melakukan adaptasi dengan orang-orang di sekitarnya.
Moh. Amin (1991:37) dikutip dari Modul Guru Pembelajar, menjelaskan tentang karakteristik
anak-anak tuna grahita sebagai berikut:
Karakteristik anak tuna grahita ringan banyak yang lancar
berbicara tetapi kurang perbendarahaan katanya, mengalami kesukaran berfikir
abstrak, tetapi masih dapat mengikuti pelajaran akademik. Pada umur 16 tahun
baru mencapai kecerdasan yang sama dengan anak umur 12 tahun, sebagian tidak
mencapai umur kecerdasan seperti itu.
Dengan penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa anak-anak tuna
grahita mengalami aneka hambatan, khususnya dalam perbendaharaan kata dan keterampilan berbahasa, yang turut memicu persoalan mereka dalam
bergaul dengan orang-orang sekitarnya. Sedangkan pergaulan semestinya bisa
dilakukan oleh mereka agar bisa berkembang secara bertahap sesuai dengan
batas kemampuannya, dengan mempelajari aneka pengetahuan dari orang lain
seiring dengan pergaulan dan interaksi yang dilakukannya.
Berdasarkan fenomena keunikan anak-anak tuna grahita, khususnya tuna grahita ringan,
ternyata sejauh ini kesukaran demi kesukaran pada umumnya bisa ditemukan solusi
yang tepat. Salah satunya dengan cara mencari alternatif lain bagaimana mengatasi kesukaran-kesukaran itu dengan aneka
media dan metode pembelajaran. Media dan metode pembelajaran disajikan dengan
perencanaan yang tepat dan sistematis, agar proses pembelajaran bisa berhasil
dengan optimal. Adanya perencanaan yang tepat, ditunjang dengan proses pembelajaran yang juga menarik dan menyenangkan akan lebih sempurna jika anak-anak bisa mempraktekkannya sendiri. Baik dengan bimbingan guru maupun secara mandiri.
Pada mata pelajaran bahasa Indonesia, karena saat ini
inheren dengan tema-tema tertentu (tematik), ternyata menuntut anak-anak tuna
grahita untuk bisa menggali informasi dari orang-orang di sekitarnya. Salah
satu kegiatan adalah siswa mampu menggunakan kalimat tanya, atau bertanya
dengan bahasa yang tepat dan jelas. Meskipun hal ini agak sulit dilakukan,
ternyata dengan pembiasaan yang tepat bagaimana menggunakan kalimat tanya, secara
langsung dan tidak langsung anak-anak tuna grahita bisa memperkaya
perbendaharaan kata yang selama ini amat sedikit mereka kuasai. Selain itu
meningkatkan kemampuan berbicara dan mendengar kalimat pertanyaan dan mampu
menjawab secara tepat.
Menggunakan kalimat tanya secara tepat dan efektif pun harus
diiringi dengan sikap sopan santun terhadap orang-orang yang hendak ditanya. Aspek
nilai karakter sebenarnya tetap seiring sejalan dengan pembelajaran bahasa
Indonesia di mana di dalamnya seorang siswa mampu menggunakan kalimat tanya
dengan bahasa yang runtut dan teratur. Selain itu intonasi dalam mengucapkannya
tidak bisa ditinggalkan begitu saja. Bagaimana mereka harus menggunakan nada
rendah atau tinggi sesuai dengan kaidah yang benar.
Selain selain terkait kelemahan dalam berbahasa, imbas dari kelemahan yang di sebutkan di atas,
ternyata meskipun kosa kata sudah banya dipahami dan dikuasai, ternyata sekian
banyak kosa kata itu pun ada yang tidak semuanya bisa menerapkannya dalam proses tanya
jawab. Maklum karena kebanyakan anak-anak tuna grahita sulit menggunakan
kalimat dengan frase yang panjang, tapi kebanyakan menggunakan kata-kata yang
dieja satu persatu untuk menemukan satu pemahaman utuh.
Namun demikian, pada kelas VII, meskipun anak-anak tuna
grahita memiliki keterbatasan dalam berbahasa, ternyata dengan latihan dan
bimbingan mereka bisa melakukannya, meskipun dengan bahasa yang masih kurang
runtut.
Pengenalan wawancara
dan melakukan praktik sederhana
Seperti materi-materi lain dalam pelajaran bahasa Indonesia,
kemampuan menguasai kosa kata menjadi sangat penting adanya, karena dengan
penguasaan kosa kata yang baik, proses komunikasi menjadi lebih terarah dan
tepat sasaran.
Begitu pula dengan wawancara, penulis memperkenalkan
pengertian wawancara, bagian-bagian wawancara, jenis wawancara dan cara
melakukannya. Selain secara teori dan praktik diperkenalkan, media audio visual (video) yang diunduh dari internet, tentang contoh wawancara, menjadi bagian penting dalam mengajarkan mereka melakukan wawancara dengan baik.
Dalam hal ini guru menunjukkan beberapa kata tanya yang dibutuhkan dalam proses wawancara tersebut. Di sini masih ditekankan pada kata tanya: Apakah, Berapa, Dimana, dan Siapa. Sedangkan untuk "Bagaimana" dan "Mengapa" masih belum ditekankan karena dalam kategori sulit. Bagaimana dan mengapa hakekatnya tergolong pada kemampuan menganasis situasi atau keadaan.
Dalam hal ini guru menunjukkan beberapa kata tanya yang dibutuhkan dalam proses wawancara tersebut. Di sini masih ditekankan pada kata tanya: Apakah, Berapa, Dimana, dan Siapa. Sedangkan untuk "Bagaimana" dan "Mengapa" masih belum ditekankan karena dalam kategori sulit. Bagaimana dan mengapa hakekatnya tergolong pada kemampuan menganasis situasi atau keadaan.
Adapun contoh kalimat tanya disajikan dengan cara yang mudah. Misalnya: Berapa kakimu? Berapa umurmu? Apakah itu? Apa
namanya? Dimana rumahnya?, dan Siapa kamu?. Pertanyaan-pertanyaan itu cukup
sederhana jawabannya. Meskipun bagi anak-anak normal dianggap mudah, bagi
anak-anak tuna grahita acapkali terlihat sulit melakukannya.
Meskipun demikian, karena anak kelas VII memiliki tingkat pemahaman
tentang kalimat tanya cukup bervariasi, ternyata ada di antara mereka yang
mudah menggunakannya.
Praktik wawancara
sederhana
Salah satu kegiatan untuk mengenalkan siswa tentang
penggunaan kata dan kalimat tanya, juga diperkenalkan tentang wawancara. Yaitu
pewawancara, atau orang yang melakukan wawancara, orang yang diwawancarai dan
materi wawancara. Untuk yang melakukan wawancara, semua siswa melakukannya,
baik secara mandiri, maupun dilakukan secara berkelompok. Yakni siswa yang mampu
membimbing siswa lain yang belum menguasai.
Sedangkan untuk orang yang diwawancarai adalah guru-guru dari
kelas lain yang kebetulan bersedia diwawancarai. Untuk materinya atau tema atau
topik wawancara guru menentukan dengan pertimbangan kemauan siswa. Siswa bisa memilih topik sendiri yang dianggap
mudah. Jenis wawancaranya terstruktur, jadi pertanyaan yang ditanyakan sudah
tersusun dengan rapih.
Simpulan
Berdasarkan beberapa teori dan praktik yang telah dilakukan, ternyata dengan menggunakan metode parktik wawancara, secara umum anak-anak tuna grahita mampu melakukan tanya jawab, baik dengan bimbingan, maupun tanpa bimbingan. Dengan individual maupun secara kelompok, di mana salah satu anggota kelompok adalah sebagai tutor sebaya yang memiliki kemampuan lebih di antara anak-anak lainnya.
Selain kemampuan mereka dalam melakukan wawancara, ternyata anak-anak semakin terbiasa menggunakan kalimat tanya dengan tepat baik dalam kegiatan bersama teman-teman sekolahnya, juga kepada guru dan masyarakat di sekitarnya. Salam
Simpulan
Berdasarkan beberapa teori dan praktik yang telah dilakukan, ternyata dengan menggunakan metode parktik wawancara, secara umum anak-anak tuna grahita mampu melakukan tanya jawab, baik dengan bimbingan, maupun tanpa bimbingan. Dengan individual maupun secara kelompok, di mana salah satu anggota kelompok adalah sebagai tutor sebaya yang memiliki kemampuan lebih di antara anak-anak lainnya.
Selain kemampuan mereka dalam melakukan wawancara, ternyata anak-anak semakin terbiasa menggunakan kalimat tanya dengan tepat baik dalam kegiatan bersama teman-teman sekolahnya, juga kepada guru dan masyarakat di sekitarnya. Salam
Komentar