Polisi Bukan Musuh Kita, Mereka adalah Kita


Foto bersama polisi dan masyarakat dalam acara silaturrahmi dan sosialisasi (dok. pribadi)
Benarkah Polisi itu bukan musuh kita? Benar. Saya setuju sekali dengan pernyataan ini. Dan saya sepakat bahwa Polisi itu diciptakan untuk melindungi dan mengayomi.  Atau lebih simpelnya mereka adalah saudara kita. Yap, kitalah saudaranya, rakyat Indonesia. Mereka adalah bagian penting dari perjalanan kehidupan di negeri ini. 

Bukan hanya Polisi, Tentara pun adalah saudara kita. Mereka diangkat dan diperintahkan menjadi bagian dari rakyat Indonesia. Mereka selalu ada di depan ketika rakyat negeri ini berhadapan kengan tindak kejahatan. Semua adalah karena mereka menjadi pelindung ketika rakyat tak mampu lagi menghadapi kejahatan di jalan raya, atau ketika negara lain ingin menjajah.

Polisi dan tentara terlahir dari rahim para ibu yang juga banyak berasal dari wong cilik, karena kebanyakan mereka adalah keluarga-keluarga sederhana yang nekat ingin mengabdi menjaga bumi pertiwi. Mereka merintis karir dari bawah, dan mengabdikan seluruh jiwa dan raganya demi Indonesia yang aman dan tertib. 

Orang tuanya ada yang petani, nelayan, pedagang, guru, dan ada juga yang putra seorang tentara atau polisi juga. Tapi mereka benar-benar ingin menjadi bagian masyarakat yang menyatu. Bukan menjadi lawan dan musuh, tapi menjadi keluarga dan memperkokoh persatuan keluarga itu dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Bagian kecil dari rakyat Indonesia mengikhlaskan diri berada di garda depan untuk melindungi negara ini. Baik Polisi, atau Tentara memiliki tugas yang sama-sama penting bagi kelangsungan negeri ini. 

Entah apa jadinya, jika tanpa mereka, boleh jadi bandit-bandit atau pelaku kejahatan semakin merajalela melancarkan aksinya. Dan siapa korbannya, tentulah kita masyarakat Indonesia. Tidak memandang suku, agama, ras dan golongan manapun mereka berasal. Jika rakyatnya merasa terancam maka kedua institusi Polri dan TNI menjadi bagian penting dalam melindungi rakyatnya.

Begitu pula apa yang disampaikan ketika acara ramah tamah dan silaturrahmi antara kepolisian dan  TNI dengan tokoh masyarakat, mereka selalu mengatakan "polisi dan TNI adalah penjaga keamanan dan ketertiban di masyarakat. Tidak ada artinya keberadaan mereka jika rakyat tidak mendukung tugas polisi dan tentara." Atau justru rakyat membuat keonaran dan huru-hara, maka kerja keras polisi dan tentara tidak ada artinya. Coba saja bandingkan, berapa orang anggota kepolisian dan TNI kita, kalau dibandingkan dari keseluruhan rakyat Indonesia, maka tidak ada apa-apanya.

Nah, jika masyarakat tidak mendukung langkah Polri dan TNI, maka harapan terciptanya negeri yang adem ayem, toto tentrem, loh jinawi, baldatun thoyyibatun warobbun ghofur akan sulit tercapai. Boleh jadi mungkin sebagai anggota kepolisian merasa sudah mampu segala-galanya, begitu pula tentara karena memiliki senjata merasa sudah bisa melakukan semuanya, padahal tidak mudah melakukannya tanpa bantuan dan dukungan secara tulus dari rakyat negeri ini. Dengan kata lain tanpa dukungan  rakyat Indonesia yang beraneka latar belakang itu, maka pekerjaan mereka pun akan sulit tercapai. 

Acara pembinaan Polmas di Kota Metro (dok. pribadi)


Ketika kejahatan merajalela, rakyat pun harus membantunya

Di akhir dasa warsa ini, bahkan sepanjang waktu, sepertinya aneka masalah semakin melilit negeri ini. Seperti kejahatan di dalam negeri yang juga masih merajalela. Kejahatan di jalan raya, perampokan, pencopetan, pembegalan, penjambretan, penyelundupan obat-obat terlarang, pencurian dan kasus-kasus baru yang semakin lama semakin canggih cara melakukannya. Tak hanya dunia nyata, dunia maya pun kejahatan semakin merajalela. Itu semua adalah kejahatan yang nampak jelas ada di hadapan kita. 

Masyarakat dan Polisi bersama-sama memberantas peredaran Narkoba (foto saya dan pak Catur, Babinkamtibmas Kel. Sumbersari, Metro Selatan)


Kejahatan akan selalu ada di tengah-tengah kita, tapi kitalah yang harus mengendalikan agar kejahatan itu tidak menjadi penguasa.

Keadaan bisa saja terjadi, seorang penjahat tiba-tiba menguasai keadaan, rakya tidak berdaya, dan aparat pun seperti tak lagi bertaring karena ancaman dari bandit-bandit kejahatan itu, maka kondisi ini menjadi sungguh rumit. Seperti contoh, ketika seorang korban pembegalan melaporkan keadaannya kepada pihak aparat keamanan, tapi ternyata tidak mendapatkan respon lantaran ada ketakutan karena ancaman dari para pelaku kejahatan. Maka tidak ada jalan lain, rakyat harus siap membantu pihak keamanan demi ketertiban di masyarakat. Namun, kadang sikap skeptis masyarakat pun muncul dalam benak mereka, mengapa ada polisi dan tentara, jika rakyatnya masih tertindas. Ditindas oleh para pelaku kejahatan. Masyarakat menjadi panik dan takut untuk sekedar berniaga, apalagi memiliki harta kekayaan, karena mereka harus berhadapan dengan gerombolan pengacau keamanan. Bahkan ada yang lebih miris lagi mengatakan, mengapa saya lapor polisi, kalau lapor kehilangan kambing, maka saya akan kehilangan sapi. Sungguh memprihatinkan, bukan?

Melihat kondisi ini, maka semestinya aparat penegak hukum, baik Polisi maupun TNI bergandengan tangan dengan masyarakat. Bukan hanya masyarakat kelas menengah ke atas, karena masyarakat miskin yang termiskin pun seyogyanya dirangkul, agar mereka merasa peduli akan keamanan di negeri ini. Bukan justru masyarakat bawah ditinggalkan dan diperlakukan secara tidak manusiawi. Karena mereka yang kecil itu bisa menjadi penyebab terpelesetnya sesuatu yang lebih besar. Dekati yang kecil, merangkul mereka dan jangan dianak tirikanapalagi dianggap tak berguna sama sekali.

Masyarakat miskin dan kaya, sama kedudukannya di dalam hukum

Benarkah di antara kita juga merasa diperlakukan tidak adil? Yap, acapkali perlakuan tidak adil dialami masyarakat kita, seolah-olah kalau wong cilik layak untuk diperlakukan tidak  manusiawi. Bagaimana kasus-kasus kecil yang terjadi di tengah masyarakat kecil saat ini sepertinya sulit menemukan keadilan. Semua bukan tanpa sebab, karena ada di antara mereka penegak hukum yang bermain-main dengan hukum, mereka yang memiliki uang bisa dengan mudahnya memperlakukan hukum seperti mainan anak-anak. Dimanfaatkan sesuka hati seolah-oleh masyarakat kecil tidak tahu. Padahal mereka sebenarnya tahu, tapi hanya bisa melihat dan mendengar serta meratapi nasib mengapa hukum begitu kejam. Bahkan sampai-sampai muncul istilah hukum tajam ke bawah tapi tumpul ke atas, Meskipun tidak semuanya demikian, lantaran banyak juga hakim yang menegakkan hukum secara adil, meskipun bisa dihitung jari.

Namun demikian, apapun kedudukan dan kekayaan kita, semestinya polisi dan tentara yang merasa sebagai keluarga besar ini semestinya mendudukkan hukum dan keadilan berada posisi yang benar-benar seimbang. Tidak berat sebelah apalagi ekstrim dengan menindas dan memperlakukan masyarakat kebanyakan seperti musuhnya. 

Tidak ada artinya aparat penegak hukum, polisi dan tentara, jika orang tua mereka yang rata-rata masyarakat kebanyakan tidak diperlakukan seadil-adilnya. Karena masyarakat kebanyakan inilah polisi dan tentara itu selalu ada, mereka bertumbuh bersama masyarakat yang mengharapkan untuk diayomi dan diperlakukan secara arif dan bijaksana.

Salam


Komentar