sumber: rimanews.com |
Apa Jadinya Jika Wanita (Tidak Malu) Merokok?
Penulis : M. Ali Amiruddin, S.Ag
Apa jadinya jika para wanita mulai kecanduan rokok? Tentu
siapa saja akan mengatakan gaya hidup model wanita tersebut sudah
mengkhawatirkan. Meskipun tentu saja ada hal-hal yang mendorong seseorang untuk merokok, tapi
terlepas jenis kelamin pria atau wanita, hakekatnya merokok adalah budaya yang
buruk.
Di tahun 2013 saja sebanyak 6,9 persen kalangan perokok di
Indonesia adalah perokok wanita. Persentase tersebut meningkat jika dilihat
tingkat prevalensinya di tahun 2007 sebanyak 5,2 persen. Sebagaimana dilansir
Kompas.com
Melihat begitu tingginya peningkatan jumlah perokok bagi
kalangan wanita, tentu saja akan meninggalkan berbagai dampak yang negatif bagi
kehidupan perokok sendiri sebagai subyek.
Namun lebih dari itu, justru
orang-orang di sekitarnya yang akan menjadi korban tidak langsung, seperti
suami dan anak-anak serta lingkungan sekitar yang tidak merokok justru menjadi
perokok pasif. Mereka tidak menghisap rokok tapi justru mendapatkan efek
negatif dari aktifitas merokok sang ibu.
Dampak yang paling parah adalah serangan kangker payudara,
gangguan kehamilan dan janin. Dampak itupun dirasakan selama masa hidupnya.
Tidak hanya perokok kawakan, perokok baru pun mengalami kemungkinan serangan
penyakit ganas tersebut. Bahkan menurut medis, dan banyak pula disampaikan
melalui poster-poster maupun pamflet
beberapa indikator yang akan muncul akibat dari merokok seperti kangker
paru-paru, jantung, strok, lever, dan lain-lain yang akan dialami para perokok,
baik perokok aktif maupun perokok pasif.
Karena saat ini saja tingkat konsumsi rokok di Indonesia
sudah cukup tinggi. Tidak hanya kalangan orang dewasa, kalangan remaja bahkan
anak-anak sudah banyak yang menyentuh barang berbahaya bagi kesehatan ini.
Terang saja dampaknya tidak hanya terkait kesehatan perokok maupun korban dari
asap rokok, karena dampak ekonomi secara berkepanjangan pun akan dialami oleh
para perokok wanita.
Bagaimana tidak, tatkala para pria mulai mengurangi bahkan menghentikan
aktifitas merokok karena pertimbangan kesehatan dan ekonomi keluarganya, justru
para wanita menjadi konsumen rokok yang justru menjadi sumber bencana bagi
anak-anaknya. Terlebih-lebih ketika kaum hawa ini dalam kondisi mengandung,
dampaknya anak yang ada dalam kandungan mendapatkan imbas dari racun dalam
rokok tersebut. Bahkan menurut penelitian ibu-ibu yang merokok kemungkinan
besar anaknya akan mengalami cacat, baik secara fisik, psikis maupun
intelegensi. Sebagaimana saat ini begitu banyaknya anak-anak yang terlahir
dalam kondisi cacat di antaranya disebabkan karena aktifitas merokok dari
anggota keluarganya. Terutama para ibu yang langsung berhubungan dengan anak
yang dikandungnya.
Membatasi
Peredaran Rokok hanya tempat-tempat tertentu dan tidak dijual bebas
Untuk membatasi pembelian rokok, seperti halnya pemerintah
mencegah peredaran minuman keras, pun harus dilakukan. Minimal dengan cara ini
hanya kalangan tertentu dan di tempat tertentu pula masyarakat pecandu rokok
dapat menikmati barang ini. Tidak dijual seperti sekarang, baik di pasar modern
maupun pedagang asongan sepertinya rokok sangat mudah ditemukan.
Dampaknya tidak hanya perokok lawas (pecandu) yang dapat
membeli rokok, karena anak-anak remaja dan anak-anak SD pun bisa membelinya
dengan cara yang mudah. Tak takut mendapatkan razia apalagi mendapatkan hukuman.
Membatasi peredaran rokok hanya di tempat-tempat tertentu
serta menyediakan tempat merokok khusus bagi perokok lawas, pun akan mengurangi
konsumsi rokok. Selain itu siapa saja yang boleh membeli rokok akan mudah
dikontrol. Karena secara otomatis anak-anak maupun perokok baru akan kesulitan
mendapatkannya. Ditambah lagi jika pemerintah membuat regulasi dengan
memberikan denda atau hukuman bagi penjual atau pedagang rokok yang menjualnya
kepada anak sekolah. Tentu saja dengan hukuman dan denda tersebut para penjual
tidak lagi bebas melakukan transaksi jual beli rokok secara sembarangan.
Menutup
Perusahaan Rokok dan Menutup Keran Peredaran Rokok Adalah Solusi Akhir
Sebenarnya sampai saat ini kebijakan mengenai rokok baik
produksi dan peredarannya sudah sangat ketat. Bahkan ada pula perusahaan rokok
yang harus bangkrut karena persaingan perusahaan rokok dalam negeri maupun
rokok produk impor. Tapi sayangnya kebijakan tersebut hanya sebagai upaya
untuk menaikkan harga jual rokok semata.
Padahal meskipun harga rokok setinggi langitpun jika masyarakat sudah kecanduan
rokok tetap saja akan dibeli tanpa
memperhitungkan tingginya harga rokok tersebut.
Kebijakan pemerintah yang masih sulit menutup perusahaan
rokok dengan alasan tingginya pajak yang didapat dari perusahaan tersebut serta
beberapa bantuan beasiswa dan sosial yang diberikan produsen rokok hakekatnya
tidak akan menyelesaikan persoalan krusial ini. Karena meskipun sumbangih
perusahaan rokok tersebut sudah sangat besar, tapi melihat gejala mengerikan terkait
tingginya aktifitas merokok khususnya kalangan wanita, hakekatnya pemerintah
sudah membiarkan rakyatnya menikmati produk berbahaya ini. Sehingga akan
sia-sia saja himbauan menghentikan kebiasaan merokok selalu dilakukan lewat
beberapa media, toh jika iklan rokok serta produksi rokok masih tinggi maka
akansia-sia saja.
Melihat tingginya konsumsi rokok para wanita, sepertinya
pemerintah harus benar-benar membuat kebijakan yang tegas yakni menutup
perusahaan rokok dan melarang semua produsen rokok asing memasarkan ke dalam
negeri.
Jika pemerintah tetap saja berdiam diri, bukan tidak mungkin
satu tahun atau sepuluh tahun lagi para wanita akan lebih banyak menikmati
rokok dengan alasan mudahnya mencari rokok dengan segala merek. Dan
pemerintahpun harus bersiap-siap jika generasi mendatang akan terlahir
anak-anak cacat akibat konsumsi rokok dikalangan wanita.
Salam
Komentar