Fenomena Kesulitan Belajar Siswa dan Solusinya



Sumber: bunda-drs.com

Fakta menunjukkan bahwa dalam proses pembelajaran sering diketemukan suatu masalah. Baik yang berasal dari guru, siswa maupun perangkat pembelajaran lain yang memungkinkan terjadinya stagnasi di dalam suatu proses pembelajaran tersebut.

Masalah tersebut berupa komponen pendidikan yang sepenuhnya menunjang mobilitas pembelajaran dan penerimaan siswa terhadap materi pelajaran.  

Ada beberapa komponen penting yang mempengaruhi proses pembelajaran di antaranya:

Guru
 
Jika dilihat dari akar permasalahannya, dalam proses pembelajaran dapat diuraikan sebagai berikut:

Terkendalanya proses pembelajaran disebabkan belum terpenuhinya kompetensi guru dalam pembelajaran sebagaimana Muhammad Asrori menjelaskan bahwa salah satu butir kompetensi guru yang berkaitan langsung dengan proses inovasi pembelajaran adalah kompetensi profesional.

Dalam proses pembelajaran tidak terlepas dengan adanya aktivitas di sekolah yang sebagian besar adalah aktivitas yang direncanakan, bahkan tidak jarang direncanakan secara ketat. Mulai dari penentuan bahan ajar melalui pedoman kurikulum, penentuan buku dan media pembelajaran, penentuan jadwal yang tertentu, sampai prosedur penilaian hasil belajar tertentu, bahkan masih dilengkapi dengan sejumlah peraturan lainnya. Sekolah dengan sengaja didesain untuk memungkinkan murid belajar dengan cara demikian.

Namun, tidak ada seorang murid yang menghabiskan waktunya untuk belajar terus menerus tanpa henti di sekolah dengan seabrek rencana pembelajaran yang telah dibuat guru apalagi isi rencana pembelajaran masih terbatas materi kognitif namun kurang sekali mengarah pada hal-hal yang bersifat afektif dan psikomotor. Sehingga ruang pemikiran siswa lebih pada faktor menghitung, menghafal kering dari ide-ide dan konsep yang dapat diterapkan dalam perilaku dan kehidupan yang berkelanjutan. 

Tidak sedikit siswa mengeluh kepada orang tuanya perihal guru yang tegang, pelajaran yang membosankan dan waktu belajar yang terlalu lama sehingga menghabiskan waktu bermain mereka. Padahal proses pembelajaran yang modern seharusnya anak dibawa dalam lingkaran permainan sekaligus merangsang imajinasi untuk memunculkan ide-ide kreatif yang pada akhirnya anak siap menerima satu tema pembelajaran yang diberikan oleh gurunya dan tidak sekedar diterima sebagai "hafalan" namun lebih menekankan aspek kreatifitas dan kemandirian siswa.

Mendidik itu bukan menjejali dengan materi dengan cara menyusahkan anak didik namun hendaknya anak diarahkan pada model pembelajaran yang menyenangkan, asyik dan menantang selain itu hendaknya jauh dari sifat menakut-nakuti dan membuat siswa tegang menerima materi pembelajaran. 

Kemampuan belajar pada dasarnya telah ada di dalam diri setiap anak yang sangat mempermudah tugas guru dalam melakukan pembelajaran. Artinya secara psikologis dipandang bahwa yang diperlukan adalah kemampuan mengenal kondisi anak didik agar anak dapat memperoleh materi yang sulit namun benar-benar disukai untuk dipelajari.

Perlu muncul kesadaran guru bahwa terkadang anak didik lebih mampu menelaah materi pembelajaran dari pada apa yang diperkirakan guru atau bahkan sebaliknya anak sama sekali tidak mampu menerima materi pembelajaran disebabkan diluar perkembangan nalar siswa. 
Hal ini biasanya ditemui seorang guru pada siswa berkebutuhan khusus maupun siswa yang membutuhkan layanan khusus. Sehingga aspek materi pembelajaran sangat-sangat berkonsentrasi dan dititikberatkan pada sejauhmana siswa mampu menerima materi.

Seyogyanya setiap guru berpandangan bahwa mengajar tidak semudah membalikkan sebelah tangan dan hanya mengawasi siswa. 

Pada aspek ini dimaksudkan walaupun mengajar termasuk tugas yang dianggap ringan dibandingkan pekerjaan lain, namun guru tidak serta merta dapat mengajarkan semau guru, termasuk apa dan bagaimana materi diajarkan akan sangat berkaitan dengan kondisi siswa secara khusus. Dengan kata lain mudah mengarahkan anak didik pada satu materi sekedar mengenal secara logis namun lebih sulit jika anak harus mempraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Terlebih dahulu memberikan motivasi yang tujuannya adalah bagaimana siswa merasa membutuhkan belajar, bukan karena tuntutan kewajiban belajar. 

Guru harus memotivasi mereka belajar. Hal ini disebabkan karena semakin kuat motivasi belajar anak didik akan semakin besar pula kecenderungan anak dapat menerima bahan pembelajaran dengan gairah, semangat, lebih tekun dan lebih berpeluang anak akan berhasil dalam belajarnya dibandingkan dengan anak-anak yang cenderung bermalas-malasan dan ogah-ogahan dalam belajar.


Guru tidak hanya berperan sebagai center atau pusat pembelajaran. Namun, guru sebagai fasilitator. Hal ini memungkinkan anak akan lebih kreatif. Akan tetapi tidak berarti bahwa guru secara total membiarkan anak didik belajar tanpa didampingi, dibimbing dan diarahkan dan membantu secukupnya agar proses transformasi pengetahuan dapat berjalan lancar dan lebih mandiri. 

Hal ini sejalan dengan konsep belajar humanistik yaitu memanusiakan manusia dalam arti belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain hanyalah dati ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya.

Untuk itu guru harus memahami perlaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada. Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain. Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa si siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupannya.

Combs memberikan lukisan persepsi diri dan dunia seseorang seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat pada satu. Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari persepsi diri dan lingkungan besar (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan. Dengan demikian seiringan teori Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi tujuh hirarki. 

Bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang terletak di atasnya, ialah kebutuhan mendapatkan ras aman dan seterusnya. Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting yang harus diperharikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar ini mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi. Dengan pertimbangan konsep diatas seorang guru lebih mengedepankan pada sisi real siswa dalam mengakses dan mengimplementasikan diri dalam menerima materi pembelajaran dengan sedikit sekali campur tangan guru.

Siswa

Siswa merupakan pusat kegiatan pembelajaran, dimana pada siswalah tujuan pembelajaran itu akan tercapai. Dalam hal ini terdapat indikator bahwa anak yang mengalami masalah dalam proses pembelajaran banyak ragamnya, salahsatu hal yang paling dikhawatirkan oleh guru adalah secara umum seperti anak tertinggal pelajaran yang berakibat terkendalanya pencapaian keberhasilan belajar siswa. Ada beberapa sebab ketertinggalan pelajaran di antaranya disebabkan oleh kurangnya media pembelajaran, tidak belajar, letih, sakit atau terganggu karena pekerjaan rumah. 

Namun, ada juga terkendala karena anak mengalami kelainan di antaranya tuna grahita yang disebut dengan lambat belajardan kesulitan belajar, menderita kelainan mata dekat (low vision/tuna netra), agak tuli (tuna rungu), atau kaku persendian dan fisik atau disebut tuna daksa dan kelemahan lainnya. Kondisi ini merupakan faktor bawaan dan merupakan salah satu penyebab terkendalanya proses pembelajaran siswa.

Para ahli pendidikan ada yang membedakan anak yang ketinggalan pelajaran dan yang mengalami kesulitan belajar. Di mana dijelaskan bahwa masalah anak yang lamban belajar berbeda-beda, maka sulit untuk menetapkan secara akurat masalah mereka yang sebenarnya, bahkan juga belum ada data angka yang tepat dari hasil terapi bagi anak yang lamban belajar. 

Sebenarnya, masalah ini sangat menarik perhatian para ahli dari berbagai bidang, misalnya para pendidik, psikiater, ahli saraf, dokter anak, dokter spesialis mata dan telinga, juga ahli bahasa. Mereka setelah melihat masalah ini dari sudut pandang yang berbeda-beda, akhirnya secara umum dapat disimpulkan ada dua faktor penyebab anak mengalami kesulitan belajar, yaitu faktor penyakit dan faktor perilaku.

Dari sudut pandang kedokteran, kelambanan anak dalam belajar dianggap berhubungan erat dengan ketidaknormalan dalam otak. Oleh sebab itu, mereka menjelaskan adanya luka pada otak, kurang darah, dan ketidaknormalan dalam saraf sebagai unsur penyebab kelambanan belajar. Dari sudut pandang ahli psikologi, mereka berusaha menyelidiki masalah dari perilaku dan kejiwaan anak yang lamban. Mereka menjelaskan adanya gangguan dalam masalah kognitif, yaitu membaca, menghitung, dan berbahasa.

Departemen Pendidikan Amerika Serikat bagian anak cacat telah menjelaskan standar penentuan bagi anak yang lamban belajar dalam hal penyampaian secara lisan, pengertian secara lisan, penyampaian tertulis, teknik membaca, pengertian membaca, penghitungan matematika, serta kemampuan berpikir logis. Dengan angka IQ, dibedakanlah derajat kelambanan belajar. Bila tidak mencapai nilai standar normal, seorang anak akan dipandang mengalami kelambanan dalam belajar. Tes IQ sendiri telah digunakan secara luas sejak dulu. Meski akhir-akhir ini para ahli mulai meragukan apakah cara penilaian ini dapat dipercaya, namun pada umumnya tingkat kelambanan dalam belajar seorang anak sesuai dengan hasil tes IQ.

Dari sisi pelajaran dan pertumbuhan jasmani hambatan belajar dapat diselidiki.

Segi pelajaran

Dalam segi pelajaran, hambatan bagi anak dapat dilihat dari kemampuan membaca, menulis, dan berhitung. Pada umumnya bila terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan belajar dengan hasil pelajaran, dapat disimpulkan anak tersebut mengalami kelambanan belajar.

Segi pertumbuhan fisik

Hal ini meliputi beberapa hal: berbicara, berpikir, mengingat, dan hambatan fungsi indra. Hambatan berbicara merupakan hambatan belajar yang sering terdapat pada tingkat anak prasekolah, dan umumnya mengakibatkan anak terlambat bicara. Sedangkan masalah hambatan dalam berpikir terlihat dari anak yang mengalami kesulitan dalam membentuk konsep, mengaitkan apa yang dipikirkan, dan memecahkan masalahnya. 

Seorang anak yang memiliki hambatan dalam mengingat akan kesulitan mengingat apa yang telah ia lihat dan ia dengar, padahal daya ingat merupakan syarat utama untuk belajar. Anak juga tidak mampu memusatkan pikiran pada sesuatu yang harus dipilihnya, ia hanya berlari terus ke sana ke mari, dan tidak memiliki konsentrasi belajar dalam jangka waktu yang lama. Sedangkan hambatan fungsi indra termasuk hambatan dalam penglihatan dan pendengaran.

Dalam hal ini ada beberapa faktor penyebab terjadinya kesulitan belajar atau lambat belajar di antaranya adalah:
  • Berkesulitan belajar karena faktor psikodinamika. Anak dari kelompok ini mengalami kesulitan belajar karena tidak menyadari, tidak dapat mencamkan atau meniru apa yang didengar, dilihat dan disentuhnya.
  • Berkesulitan belajar karena faktor kelainan persarafan luar. Anak dari kelompok ini mengalami kesulitan belajar karena gangguan penglihatan, gangguan alat pendengaran dan sebagainya.
  • Berkesulitan belajar karena faktor kelainan sistem persarafan pusat. Anak dari kelompok ini mengalami kesulitan belajar karena terdapat kelainan pada otak. 
Dalam dunia kedokteran disebut dengan istilah disfungsi minimal otak yaitu individu yang memiliki gangguan pada satu atau lebih kemampuan dasar psikologis yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa, berbicara dan menulis yang dapat mempengaruhi kemampuan berpikir, membaca, berhitung, dan berbicara yang disebabkan karena gangguan persepsi, brain injury, disfungsi minimal otak, dislexsia dan afasia perkembangan. individu kesulitan belajar memiliki IQ rata-rata atau diatas rata-rata, mengalami gangguan motorik persepsi-motorik, gangguan koordinasi gerak, gangguan orientasi arah dan ruang dan keterlambatan perkembangan konsep.

Selain dari faktor penyebab yang berasal dari dalam diri individu juga terdapat beberapa faktor diluar diri individu di antaranya:

Faktor keturunan

Di Swedia, Hallgren (1950) melakukan penelitian dengan objek keluarga dan menemukan rata-rata anggota keluarga tersebut mengalami kesulitan dalam membaca, menulis, dan mengeja. Kesimpulannya, hal tersebut dipengaruhi oleh faktor keturunan. Ahli lainnya, Hermann (1959), mempelajari dan membandingkan anak-anak kembar yang berasal dari satu sel telur. Ia memperoleh kesimpulan bahwa anak kembar dari satu sel itu lebih mempunyai kesamaan dalam hal kesulitan membaca daripada anak kembar dari dua sel telur.  

Fungsi otak kurang normal
Ada pendapat yang menyatakan bahwa anak yang lamban belajar mengalami masalah pada saraf otaknya. Pendapat ini telah menjadi perdebatan yang cukup sengit. Beberapa peneliti menganggap bahwa terdapat kesamaan ciri pada perilaku anak yang lamban belajar dengan anak yang abnormal. Hanya saja, anak yang lamban belajar memiliki adanya sedikit tanda cedera pada otak. Oleh sebab itu, para ahli tidak terlalu menganggap cedera otak sebagai penyebabnya, kecuali ahli saraf membuktikan masalah ini. Mereka menyebutnya sebagai "disfungsi otak" ketimbang "cedera otak". Sebenarnya, sangatlah sulit untuk memastikan bahwa keadaan itu disebabkan oleh cedera otak.

Masalah organisasi berpikir

Anak yang lamban belajar akan mengalami kesulitan dalam menerima penjelasan tentang dunia luas. Mereka tidak mampu berpikir secara normal. Misalnya, anak yang sulit membaca akan sulit pula merasakan atau menyimpulkan apa yang dilihatnya. Para ahli berpendapat bahwa mereka perlu dilatih berulang-ulang, dengan tujuan meningkatkan daya belajarnya.

Kekurangan gizi

Berdasarkan penelitian terhadap anak dan binatang, ditarik suatu kesimpulan bahwa ada kaitan yang erat antara kelambanan belajar dengan kekurangan gizi. Walau pendapat tersebut tidak seluruhnya benar, tetapi banyak bukti menyatakan bila pada awal pertumbuhan seorang anak sangat kekurangan gizi, keadaan itu akan memengaruhi perkembangan saraf utamanya, dan tentunya membawa dampak yang kurang baik dalam proses belajar.

Faktor lingkungan

Pengaruh lingkungan, gangguan nalar, dan emosi, ketiganya mempunyai ciri khas yang sama, yaitu dapat mengakibatkan kesulitan belajar. Yang dimaksud dengan faktor lingkungan ialah hal-hal yang tidak menguntungkan yang dapat mengganggu perkembangan mental anak, misalnya keluarga, sekolah, masyarakat, dan lain-lain. Gangguan tersebut mungkin berupa kepedihan hati, tekanan keluarga, dan kesalahan dalam menangani anak. Meskipun faktor ini dapat memengaruhi, tetapi bukan merupakan satu-satunya faktor penyebab terjadinya hambatan. Yang pasti, faktor tersebut bisa mengganggu ingatan dan daya konsentrasinya. Dan dari pengalaman dapat dipetik pelajaran bahwa lingkungan yang tidak menguntungkan sedikit banyak bisa memengaruhi kecepatan belajar.

Pengembangan secara keseluruhan

Usahakan agar anak mau mengembangkan bakatnya sebagai upaya mengalihkan perhatiannya dari kelemahan pribadi yang telah membuat mereka kecewa dan apatis. Pengalaman dalam pelbagai hal akan membuat anak mengembangkan kemampuannya, dan pengalaman yang sukses akan membangun konsep harga diri yang sehat.

Pemeliharaan sejak dini

Bila faktor lingkungan merupakan penyebab utama mundurnya daya ingat dalam berpikir, pencegahan awalnya mungkin dengan mengubah lingkungan masyarakat dan lingkungan belajarnya. Perawatan sejak dini juga akan bermanfaat untuk pencegahan. Dalam suatu penelitian, setiap anak tinggal di dalam kamar yang berbeda dan hidup bersama dengan orang dewasa. Mereka mendapat perawatan yang khusus serta cermat dari para perawat wanita yang berpendidikan rendah. Dari hasil tes IQ terlihat adanya kemajuan. Dari sini dapat disimpulkan perawatan dini dan pemeliharaan secara khusus dapat menolong mengurangi tingkat kelambanan belajar.

Lembaga pendidikan khusus atau umum

Suatu penelitian dilakukan untuk membuktikan apakah dalam upaya untuk menolong, anak yang lamban belajar sebaiknya bergabung dalam lembaga pendidikan khusus atau lembaga pendidikan umum. Hasilnya, tidak diperoleh suatu kepastian karena adanya perbedaan pendapat. Kesimpulannya, dari segi nalar tidak ditemukan adanya peningkatan ketika anak berada di lembaga pendidikan khusus. Hasil belajarnya pun tidak lebih baik dibandingkan dengan mereka yang bergabung di lembaga pendidikan umum. Dalam hal pergaulan, mereka yang ada di lembaga pendidikan umum mungkin mengalami perasaan seperti diasingkan oleh teman-temannya, tetapi di sana mereka dapat memiliki harga diri yang lebih tinggi daripada yang mengikuti pendidikan di lembaga khusus. Bagi anak yang lamban belajar, yang terpenting bukanlah di mana mereka disekolahkan, tetapi bagaimana mereka mendapatkan pengaturan lingkungan belajar yang ideal.

Memberikan pelajaran tambahan

Sekolah dapat mengatur atau menambah guru khusus untuk menolong kebutuhan belajar anak. Dapat juga dengan menyediakan program belajar melalui komputer. Dengan demikian, mereka dapat belajar tanpa tekanan dan memperoleh kemajuan yang sesuai dengan kemampuan diri sendiri. B.F. Skinner mengatakan bahwa penggunaan mesin mengajar akan sangat bermanfaat bagi mereka. Dewasa ini komputer telah menjadi alat pendidikan yang populer. Tempat ibadah atau sekolah dapat menggunakannya untuk mendidik anak yang lamban belajar. Namun demikian semua disesuaikan dengan tingkat kebutuhan anak tentunya.

Latihan indra

Kesulitan belajar bagi anak yang lamban berhubungan erat dengan intelektualitasnya. Jadi, penting juga untuk memberikan beberapa teknik latihan indra kepada mereka.
  1. Latihan indra
Dengan latihan ini anak dilatih untuk mengenal lingkungan melalui penglihatan, pendengaran, atau perabaan. Misalnya, mengenal benda melalui perbedaan bentuk atau suara. Dengan mata tertutup anak diajak untuk mengenal bentuk, kasar, atau halus suatu benda. Semua latihan tersebut dapat mempertajam indra anak.
  1. Latihan koordinasi 
Hal-hal yang termasuk dalam latihan koordinasi ialah menggunting, mewarnai, meronce, mengikat, melakukan estafet, atau gerakan lainnya. Latihan tersebut kemudian disatukan dengan gerakan dalam kehidupan sehari-hari seperti: memakai atau menanggalkan sepatu, menyikat gigi, menyisir rambut, menuang air, dan sebagainya.
  1. Latihan konsentrasi
     
Melalui latihan ini anak dilatih untuk memerhatikan rangsangan-rangsangan yang ada di luar, melalui permainan, nyanyian, meniru gerakan guru, bermain kartu, atau berkejar-kejaran untuk melatih konsentrasinya.
  1. Latihan keseimbangan
     
Rasa keseimbangan akan menenteramkan emosi anak dan menolong melatih gerak-gerik tubuh mereka. Misalnya, belajar berbaris, menari, menaiki papan titian, senam irama, dan sebagainya.
Prinsip belajar
Semua usaha yang melatih anak untuk meningkatkan daya belajarnya, sebaiknya memerhatikan prinsip dan keterampilan belajar.
  1. Usahakan agar anak lebih banyak mengalami sukacita karena keberhasilannya. Hindarkan kegagalan yang berulang-ulang.
  2. Dorong anak untuk mencari tahu jawaban yang benar atau salah dengan usahanya sendiri. Dengan demikian, anak dapat dipacu semangatnya untuk belajar.
  3. Beri dukungan moril atas setiap perubahan sikap anak agar mereka puas. Kadang-kadang berilah hadiah kepada anak.
  4. d. Perhatikan taraf kemajuan belajar anak, jangan sampai kurang tantangan dan terlalu banyak mengalami kegagalan.
  5. Lakukan latihan secara sistematis dan bertahap sehingga mencapai kemajuan belajar.
  6. Boleh memberikan pengalaman berulang yang cukup, tetapi jangan diberikan dalam jangka pendek.
  7. Jangan merencanakan pelajaran yang terlampau banyak bagi murid.
  8. Gunakan teknik bahasa yang melibatkan lebih banyak penggunaan indra.
  9. Lingkungan belajar yang sederhana akan mengurangi rangsangan yang tidak diinginkan. Aturlah tempat duduk sedemikian rupa agar mereka tidak merasa terganggu.
Dukungan orang tua
Dorongan dan bantuan orang tua erat hubungannya dengan hasil belajar anak yang lamban. Bila dalam mengulangi apa yang dipelajari di sekolah, orang tua bekerja sama dengan guru dalam memberikan metode dan pengarahan yang sama, tentu akan diperoleh hasil yang lebih baik. Bila memungkinkan, ibu boleh meminta izin untuk mengamati proses belajar mengajar di sekolah.
Kerjasama Guru dan Orangtua 

Kerjasama guru dengan orang tua hendaknya selalu ditingkatkan untuk memacuperkembangan anak yang mengalami kesulitan belajar. Dengan kerjasama ini perkembangan siswa secara periodik dapat diamati dan dilakukan penanganan yang lebih spesifik agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Salam
___________________

Oleh : M. Ali Amiruddin, S.Ag.

Dari berbagai sumber

Komentar

My Youtube Channel