Mendut atau bugis adalah makanan tradisional yang sampai saat ini layak digemari (mujiyaulkhaq.wordpress.com) |
Mayoritas
masyarakat Indonesia amat sangat kental dengan jajanan tradisional. Meski dapat
dibilang kuno, ternyata cita rasa yang dihadirkan dari jajanan kuno tersebut
justru tidak dapat hilang begitu saja dari ingatan penikmatnya.
Jika hendak
menilai betapa makanan yang asli hadir dari budaya dan kreatifitas olah rasa,
sejatinya makanan tradisional tidak pernah akan lekang oleh waktu. Meskipun
saat ini justru masyarakat sudah sangat dibui dan dininabobokkan oleh makanan
siap saji (fast food) dan makanan instant yang berbahaya lainnya, akan tetapi
keberadaan aneka makanan tradisional masih saja layak untuk dipertahankan.
Indonesia,
sebagai bangsa yang memiliki akar budaya yang kuat, hakekatnya memiliki
beraneka ragam kuliner dan hasil olahan yang sangat alami dalam arti tidak
dicampuri dengan bahan-bahan pengawet yang justru amat berbahaya dalam jangka
waktu yang lama jika penggunaannya tidak memperhatikan takaran yang layak untuk
konsumsi. Karena lambat laun bahan kimiawi tersebut akan merusak organ-organ penting
dalam tubuh manusia.
Selain
karena berbahaya, hakekatnya makanan modern itu secara tidak langsung akan
mematikan warisan leluhur yang ciamik dan nikmat ini lantaran tergulung oleh
derasnya ombak kemajuan jaman yang cukup mengkhawatirkan.
Sampai detik
ini, saya masih teringat dan sepertinya tak kan pernah melupakan si Mendut,
jajanan yang menurut para tetua desa berasal dari masyarakat Jawa, meskipun
secara detil asal-usul makanan ini masih dipertanyakan dari mana sebenarnya
kudapan nikmat ini berasal.
Mendut,
panggilan makanan tradisional yang dibuat dari bahan tepung ketan yang
didalamnya berisi parutan kelapa dicampur gula aren atau gula jawa tersebut dan
kemudian dibungkus daun pisang muda berbentuk seperti prisma segi empat yang
cukup ciamik dan menarik.
Makanan ini
kira-kira 30 tahun yang lalu adalah makanan wajib sebelum saya berangkat ke
sekolah. Karena saat itu sang nenek memang penjual makanan tradisional
satu-satunya di sekolah kami. Makanya wajar saja sampai saat ini memori
nikmatnya si Mendut tidak dapat terlupakan.
Selain
dijual bebas di pasar dan disekolah-sekolah, kudapan ini sering pula menghiasi
piring-piring penduduk yang tengah mengadakan hajatan (bahasa jawanya ewoh)
alias resepsi pernikahan atau acara khitanan. Bahkan ketika mengadakan kenduri
dan slamatan makanan nikmat ini tidak pernah lekang dan selalu hadir berjajar
dengan makanan tradisional lain.
Jika
menengok lebih mendalam makanan tradisional ini, dan ketika saya mulai
mencari-cari di mana saya dapat menemukannya, ternyata saat ini cukup sulit
diperoleh. Baik di acara kondangan maupun di acara-acara rutin penduduk desa
pun sudah tidak saya temukan. Saya beranggapan bahwa makanan ini mungkin mulai
ditinggalkan oleh generasi muda lantaran karena banyaknya makanan siap saji dan
modern yang meniru gaya luar negeri. Sehingga lambat laun makanan tradisional
ini semakin ditinggalkan. Boleh jadi juga karena rumitnya cara membuatnya dan
membutuhkan waktu yang lama.
Menurut
pengalaman saya ketika mengamati cara pembuatan si Mendut ini, mulanya ketan
digiling hingga halus (saat ini sudah ada tepung ketan yang beredar di pasaran)
di campur air dan dibuat adonan untuk kemudian hingga pulen (kalis). Langkah
selanjutnya menyiapkan parutan kelapa secukupnya dan cirampur gula merah yang
digiling halus dan dicampur hingga merata warna menjadi merah. Setelah itu
adonan tepung ketan tersebut dibuat bulat-bulat kecil. Kemudian adonan kelapa
dan gula dimasukkan ke dalam adonan tepung ketan yang sudah tersedia. Setelah
adonan ketan berisi campuran parutan kelapa dan gula kemudian dibungkus dengan
sehelai daun pisang. Daun pisang sebelumnya sudah dijemur sebentar agar lebih
lemas dan mudah digunakan. Agar adonan tidak lengket pada daun terlebih dahulu
daun dilapisi minyak kelapa.
Jika proses
tersebut sudah cukup, kemudian beberapa bungkus Mendut tersebut di masukkan ke
dalam panci kukus selama kurang lebih 30 menit agar adonan benar-benar matang.
Pembuatan
Mendut memang mudah bagi yang sudah terbiasa, akan tetapi memang tergantung
membutuhkan waktu yang cukup lama dari proses hingga dapat dihidangkan. Boleh
jadi karena proses yang rumit inilah jajanan yang gurih dan manis ini sudah
mulai ditinggalkan.
Selain
karena cara membuatnya cukup riweuh, bahan baku seperti ketan, kelapa sudah
cukup mahal karena harga-harga yang melonjak tajam. Lain halnya dengan daun
pisang dan gula aren, selain langka, harganyapun tak kalah mahal. Sebab inilah
mungkin yang mengakibatkan sebagian penerus negeri ini yang sudah tidak
berminat lagi melestarikan makanan tradisional ini.
Sedih juga
sih jika mengingat nikmatnya ketika menikmati jajanan tradisional yang sehat
dan tanpa bahan kimia ini.
Komentar