Pembina Pramuka, Guru Moral Penuh dengan Amal

Pembina pramuka dalam acara jambore nasional di cibubur th 2014


Ada yang sedikit terlupakan di hari ini, bukan karena tanggal 14 Agustus hari Pramuka yang setiap tahun kita peringati, dan menjelang peringatan hari Proklamasi 17 Agustus esok lusa. Tapi yang terlupa oleh kita adalah sosok-sosok Pembina Pramuka yang selalu mengajarkan nilai-nilai Pancasila, moral atau karakter terpuji dan juga mendidik anak-anak negeri dengan pengetahuan akan cinta negerinya dan tentu saja cinta kepada sesama.

Para pembina yang tanpa pamrih mengorbankan waktunya demi sebuah cita-cita menempa generasi muda dengan patriotisme yang utuh, bukan karena kepentingan kelompok tertentu tapi murni demi cita-cita luhur menitipkan nilai-nilai kehormatan, kesetiaan dan pengabdian bagi anggotanya.
Kala itu, Pramuka memang merupakan simbol kebanggaan, bahkan tak hanya pembinanya yang turut bangga melihat gelak tawa, riangnnya, soliditas, solidaritas dan kreativitas para anak didiknya. Tentu lebih dari itu, karena dengan yakin dan bangganya mereka telah menitipkan sebuah generasi yang ingin mewarisi para pemimpin negeri ini dengan semangat nasionalisme yang tak perlu diragukan
lagi.
Saya teringat di usia Sekolah Dasar, tentu saja ketika mengikuti Pramuka Siaga tatkala masih baru-barunya mengenal Pramuka, sepertinya mengikuti Pramuka begitu menyenangkan, penuh tantangan dan tentu saja menemukan banyak teman dari berbagai penjuru daerah.

Tentu saja ada sosok yang membuat bangga dan begitu kagumnya saya adalah para pembina yang selalu siap mendampingi dan melatih kemandirian kami selaku siaga mula.

Mereka mengabdikan waktunya melatih dan membina Pramuka meski tak dibayar. Seandainya pihak sekolah memberikan insentif bagi pembinanya, maka nilaianya tak lebih dari kebutuhan membeli 10 kg beras. Tapi mereka tetap ikhlas mengabdikan ilmu dan pengalamannya.

Bahkan mereka rela berlapar-lapar ria demi melatih kami dan tentu saja mereka rela meninggalkan keluarga mereka beberapa hari demi menjadi pembina pendamping bahkan panitia dalam kegiatan perkemahan dan jambore. Para pembina tak pernah dibayar dan tak mendapatkan bingkisan, hanya selembar piagam penghargaan atas kesuksesannya mendampingi dan menyukseskan hajat besar tersebut.

Meskipun kadangkala tatkala mendampingi peserta, para pembina pun harus merasakan kerasnya petualangan, hujan dan panas dilalui demi sebuah tantangan dan bekal kemandirian anak-anak Indonesia. Walaupun akhir-akhir ini setelah para Pembina sudah mulai senja, para generasi muda mulai kehilangan kecintaannya para Pramuka.

Tak sedikit para siswa yang mengeluh karena sekolah mewajibkan para siswanya mengikuti Pramuka. Bahkan jika dilihat ketika melihat persentase jumlah anggota Pramuka, maka jumlah mereka tak lebih dari separuh dari jumlah siswa seluruhnya. Bahkan mungkin hanya sekitar 10% saja dari keseluruhan siswa. Hal ini sebuah gejala yang sangat mengkhawatirkan karena jika kita melihat tingkat pemahaman siswa terhadap nilai-nilai Pancasila dan NKRI pun seperti jauh dari yang sepatutnya.

Berkurangnya intensitas, kualitas dan kuantitas siswa mengikuti Pramuka tentu saja akibat dari semakin sedikitnya para pembina pramuka yang mau melatih dan membina karena kebutuhan hidup yang semakin membuat mereka menjerit. Tentu saja karena ketika mereka sudah berkeluarga kebutuhan hidup pun harus dipenuhi. Amat mungkin para pembina ini tetap mau mengabdikan pengalamannya, jika pihak sekolah dan pemerintah benar-benar memikirkan nasib para pembinanya.

Kala itu, menjadi pembina Pramuka juga sebuah keistimewaan, karena dimanapun berada mereka selalu dihormati dan dihargai bahkan ada banyak pemimpin negeri ini yang lahir dari Pramuka. Bahkan menurut keterangan beberapa tokoh, mereka mendapatkan pekerjaan di instansi pemerintah karena melampirkan bukti pernah mengabdikan diri menjadi pembina Pramuka.
14080771361018299022
Peserta KMD Tk. Nasional di Kwarda Lampung


Meskipun pengabdian mereka amat tulus dan bukan karena kepentingan sebuah pekerjaan, paling tidak seyogyanya pemerintahpun memperhatikan kehidupan mereka. Pemerintah menghargai jasa para pembina yang tak pernah mendapatkan perhatian, mereka membina moral Pancasila dan membentuk kepribadian anak-anak Indonesia dengan pengabdian yang tulus. Memberikan penghargaan tanpa mereka minta. Semua akibat dari apresiasi yang tinggi terhadap kesetiaan para pembina Pembina ini dalam membangun generasi mandiri dan berkarya serta mengamalkan nilai-nilai Pancasila.

Ketika Pembina Pramuka dianaktirikan 

Saya melihat akhir-akhir ini penghargaan pemerintah bagi para Pembina Pramuka masih belum optimal. Tentu saja karena pemerintah belum memberikan kebijakan yang sama terkait pengabdian seseorang. Akan berbeda sekali tatkala berhadapan dengan pegawai honorer yang sudah banyak mendapatkan tiket menjadi pegawai negeri sipil, toh lain situasinya bagi para Pembina ini.

Berpuluh-puluh tahun mengabdi dengan harapan pengabdiannya dihargai ternyata sama sekali tidak mendapatkan perhatian. Maka amat mungkin pula saat ini banyak pembina pramuka yang rela meninggalkan tugasnya demi sepiring nasi dan menghidupi keluarganya. Dampaknya sekolah semakin sulit mencari pembina pramuka, dan lebih sulit lagi mewariskan pendidikan moral kepada generasi muda dalam sebuah wahana pelatihan Pramuka.
 
Tulisan ini semoga menjadi pelajaran berharga, bahwa benar para Pembina Pramuka melakukan pengabdiannya dengan ikhlas dan tanpa pamrih mengabdi untuk negeri, tapi yang perlu dipahami adalah mereka pun manusia biasa yang butuh mendapatkan kehidupan yang layak seperti sesamanya. Semoga kedepannya para Pembina Pramuka mendapatkan kehidupan yang layak sehingga mereka dapat meneruskan estapet pemimpin negeri ini dalam menanamkan nilai moral Pancasila kepada generasi muda.
Salam Pramuka dan Selamat Hari Pramuka!

Komentar