Evaluasi Yang Penuh Harapan

Oleh M. Ali Amiruddin, S.Ag.

 
Sudah setengah perjalanan  kegiatan proses kegiatan pembejalaran kami jalani, hingga awal bulan ini (1 Oktober 2012) kami mengadakan evaluasi tengah semester (mid semester). Adapun tujuan dari evaluasi tersebut dimaksudkan sebagai asesment dan kontrol seberapa jauh siswa dapat menyerap materi yang diberikan guru selama proses belajar mengajar. 


Selain dua indikator tersebut guru dapat mengukur kemampuan diri secara profesional apakah guru benar-benar sudah bisa meningkatkan kemampuan siswa baik dari segi kognitif, afektif maupun psikomotorik yang teraplikasi secara total dalam kegiatan tersebut baik evaluasi secara test maupun non tes atau disebut juga evaluasi tindakan dan pengamatan kemampuan siswa secara nyata.
Siswa SLB N Metro tengah serius mengerjakan soal UTS

Rangkaian evaluasi pada hakekatnya sudah dimulai ketika guru mulai memasuki ajaran baru. Di sini tertuang dalam proses penyusunan program tahunan, program semester, silabus, pemetaan standar kompetensi dan kompetensi, pembuatan jaringan tropik dalam tema, rencana program pembelajaran, kemudian berujung pada proses evaluasi baik ulangan harian, ujian tengah semester maupun ujian akhir tiap-tiap semester yang diikuti oleh semua peserta didik. Pada langkah pembuatan keseluruan rencana guru sebenarnya sudah memasuki ranah aktualisasi diri seorang guru, di mana dalam kegiatan tersebut baik tidaknya proses penyusunan semua dokumen tersebut akan sangat berpengaruh dalam proses pembelajaran di dalam kelas, dan pada akhirnya seberapa tinggi hasil akhir dari evaluasi tersebut dapat diketahui, diukur dan dinilai selanjutnya diadakan kegiatan tindak lanjut maupun refleksi.

Keberhasilan evaluasi tidak hanya ditunjukkan dengan nilai-nilai ujian akan tetapi aspek psikomotor dan pengamalan siswa dan perubahan siswa menuju perilaku yang benar-benar diharapkan tercapai.

Mungkin sedikit menjadi referensi, kondisi siswa-siswi terkini yang cenderung keluar dari ranah siswa yang wajar, adanya tawuran, pembunuhan, pelecehan seksual, pornografi maupun pornoaksi, meski tidak dapat langsung mengarahkan kepada kegagalan sistem pendidikan, akan tetapi ternyata proses pendidikan di sekolah menempati posisi yang tidak dapat diabaikan. Proses pembelajaran yang selalu mengarahkan siswa pada posisi tersudut, stagnan, sedikit perhatian semakin kaburnya hakekat nilai-nilai pendidikan itu sendiri. Bagaimana tidak, lembaga pendidikan yang semestinya menjadi rumah bermain dan belajar siswa ternyata tidak lebih dari gedung yang penuh dengan kekerasan secara psikologis bahkan lebih kejam dari tahanan yang cenderung kegiatannya terlalu monoton dan menuntut siswa pada hal-hal yang hanya sebatas kognitif (akal). 

Kesalahan fatal sebenarnya telah terjadi dalam dunia pendidikan kita, pertama: kurikulum cenderung lebih mengedepankan aspek kecerdasan secara IQ dan melupakan kecerdasan emosi dan spiritual, padahal kesuksesan pendidikan tidak hanya karena IQ yang tinggi saja akan tetapi juga bagaimana EQ (Kecerdasan Emosi) bagaimana anak bersifat sabar, pemaaf, tekun, tanggung jawab dan tingginya nilai-nilai cinta dan kasih pada sesama serta rasa toleransi dan tenggang rasa yang tercermin dalam perilaku sekaligus anak lebih dibekali dengan nilai spiritual yang akan membimbing anak menjadi berkepribadian religius.

Kesalahan kedua, berkurangnya quota program Pendidikan Agama di sekolah, entah kenapa demikian kita juga kurang memahami yang kadang-kadang orang mempersepsikan arus sekulerisasi dalam dunia pendidikan yang berimbas pada seluruh elemen bernegara.

Kesalahan selanjutnya adalah manakalah pendidikan melupakan tokoh-tokoh agama yang semestinya selalu dilibatkan dalam pendidikan. Mereka sebenarnya bagian elemen penting dari pendidikan itu sendiri yang perannya sangat dibutuhkan. Ikatan lembaga dan tokoh-tokoh agama atau ulama mestinya menjadi pondasi yang kokoh untuk mencegah degradasi moral.

Akhirnya, semestinya sekolah adalah rumah kedua bagi siswa dimana mereka bisa berkreasi dan menciptakan ide-ide kreatif serta sebagai wahana mendidik jiwa agar pribadi-pribadi yang masih dalam proses transisi ini menjadi insan yang merasa dihargai dan diberi ruang yang lapang bagi terbentuknya jiwa-jiwa yang bertanggung jawab.




Komentar