|
Pendidikan adalah dasar atau pondasi suatu bangsa mendapatkan kehormatan dan kemajuan di segala bidang. Dengan pendidikan setiap orang akan mendapatkan apa yang diinginkannya. Baik itu keinginan dunia maupun keinginan akhirat.
Dengan pendidikan, segala macam keinginan pribadi dapat terpenuhi dan sebuah negara akan menjadi super power apabila pendidikan sudah menjadi bagian terpenting bagi rakyatnya. Sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945 pasal 31 yang berbunyi bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Undang-undang ini memberikan pesan bahwa tidak ada lagi situasi bahwa ada masyarakat yang tidak bisa sekolah dikarenakan pendidikan yang tidak terjangkau.
Seperti dijelaskan dalam Undang-undang No. 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa bahwa sistem pendidikan
nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan
mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi
tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan
global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana,
terarah, dan berkesinambungan.
Indonesia Membaca/igi.or.id |
Namun demikian, dalam kehidupan kita, di mana
pendidikan merupakan aspek penting dalam kehidupan ternyata tidak begitu saja
dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat. Bukan karena pemerintah yang tidak
adil dan tidak membagi kesempatan dengan merata, akan tetapi karena faktor
swastanisasi sistem pendidikan. Sehingga lembaga-lembaga pendidikan yang
bermutu adalah lembaga yang dibiayai dengan ongkos yang mahal. Mereka menerima
siswanya dari golongan elit dan berduit, karena secara otomatis para wali murid
akan mampu mencukupi biaya operasional pendidikan bagi anak-anaknya tanpa
memikirkan bagaimana sulitnya mencari uang.
Seperti beberapa siswa sekolah yang melakukan
demonstrasi menutut kejelasan pungutan sekolah yang tidak sesuai bahkan aksi
ini juga dilakukan beberapa mahasiswa Universitas Indonesia karena mengeluhkan
betapa biaya pendidikan saat ini teramat mahal.
Keadaan ini memang dirasa tidak adil, karena hanya
sebagian kecil orang Indonesia yang bisa menikmati indahnya belajar di sekolah
yang bonafit dan mudahnya akses pengetahuan akan teknologi yang cenderung
dinikmati masyarakat kelas atas. Namun bagi kelas bawah hanya sekedar mimpi dan
hanya bisa gigit jari.
Karena keadan ini, rata-rata kehidupan yang mapan
hanya dapat dinikmati oleh masyarakat yang berpendidikan tinggi dan kehidupan
yang serba sulit merupakan santapan harian bagi masyarakat bawah.
Banyak usaha yang dilakukan oleh pemerintah demi
membuang sekat-sekat perbedaan antara golongan kaya dan golongan miskin dalam pendidikan,
salah satunya dengan menyelenggarakan pendidikan gratis bagi seluruh
masyarakat. Meski dirasa berat dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit
ternyata lambat laun kesenjangan antara golongan bawah dan kelompok elit
semakin terbiaskan. Hal ini disebabkan di antara mereka yang kurang mampu, dan
di saat mereka yang kurang bisa menikmati pendidikan yang memadai ternyata
mereka mendapatkan peluang dan akses yang sama dalam pendidikan. Namun, sayang
sekali pendidikan gratis selama ini hanya sampai tingkat sekolah menengah
pertama, sedangkan di sekolah lanjutan dan sekolah tinggi masih sulit
diperoleh.
Keadaan ini menjadi penyebab tingkat pendidikan
anak-anak Indonesia secara umum hanya sampai tingkat sekolah menengah
pertama(SMP) akan tetapi untuk sampai ke perguruan tinggi menjadi amat mahal.
Sayang sekali, yayasan pendidikan yang dibangun
masyarakat justru terkesan mencari penghasilan yang sebanyak-banyaknya dari
pungutan siswa, bahkan pengelola dengan entengnya membuat tarif yang jauh dari
kemampuan masyarakat secara umum, di karenakan dengan alasan lembaga pendidikan
tidak akan maju manakala biaya yang dipungut dari siswa teramat sedikit. Tentu
saja pendapat ini tidak semua dapat disalahkan, karena memang sebuah lembaga
pendidikan dapat dibangun dan membayar guru-guru yang profesional memang
memerlukan biaya yang mahal. Meskipun konsep ini jauh dari nilai-nilai
pendidikan bagi kemanusiaan.
Akan tetapi, jika kita kembali kepada konsep bahwa
pendidikan harus gratis semestinya memang ada ruang yang cukup bagi anak-anak
golongan bawah dapat mengenyam pendidikan yang memadai meski dengan biaya yang
murah atau gratis sekalipun. Sehingga tidak ada lagi anak-anak yang putus
sekolah karena tidak adanya biaya.
Namun demikian, harapan agar anak-anak negeri ini
dapat menerima pendidikan yang memadai mungkin hanya tinggal mimpi. Karena
meskipun pemerintah sudah mencanangkan pendidikan gratis ternyata kualitas
pendidikan pun masih sangat minim. Di samping itu keadaan lembaga pendidikan
suasta justru semakin meruncing persoalan tentang sulitnya memperoleh akses
pendidikan gratis karena mereka menjadikan lembaga pendidikan seperti
perusahaan penambang rupiah, meski rakyat kecil menjerit mereka dengan mudahnya
tertawa. Padahal dalam undang-undang diamanatkan bahwa semua komponen
masyarakat mesti ikut menyukseskan pendidikan yang bermutu dan terjangkau.
Akhir tulisan ini sedikit memberi simpulan bahwa
hakekatnya pendidikan gratis bukan hanya kewajiban negara akan tetapi seluruh
rakyat Indonesia berkewajiban menyelenggarakan pendidikan gratis demi
kelangsungan generasi penerus yang berkualitas. Sebagaimana disebutkan dalam
Bab III Pasal 4 poin 6 Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua
komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian
mutu layanan pendidikan.
Oleh M. Ali Amiruddin, S.Ag
Komentar