Angeline, Ketika Amanah Tuhan Tak Lagi Dijaga



Prihatin sekali ketika saya melihat berita di beberapa media yang mengisahkan kepiluan seorang anak angkat (adopsi) yang ternyata harus mendapatkan siksaan hingga berujung kematian. Siksaan secara psikis maupun fisik diterima seorang anak yang berumur delapan tahun. Anak-anak yang sejatinya adalah amanah Tuhan yang semestinya dijaga agar mereka bertumbuh seperti anak-anak lainnya.

Angeline, anak usia dini yang sejatinya amat polos dan lembut tatkala harus merasakan kehidupan yang amat mengerikan dalam hidupnya. Ia disiksa selayaknya tak memiliki kehormatan, di hukum jiwanya seakan-akan tak memiliki rasa. Entahlah, apakah pelakunya adalah sosok yang memiliki jiwa dan rasa? Apakah pelakunya adalah sosok yang tak pernah memikirkan betapa keji dan biadabnya prilaku mereka tatkala anak yang masih muda ini harus diperlakukan tidak senonoh. Sungguh pelakunya adalah orang-orang yang tersesat jiwanya dan semestinya mendapatkan penerangan (hidayah) agar mereka kembali ke jalan yang diridhai Tuhan.

Anak yang sejatinya diadopsi oleh orang lain yang sepatutnya mendapatkan didikan dengan kasih sayang. Tak hanya terpenuhinya kebutuhan jasmani saja, karena batinnya pun membutuhkan belaian dari orang-orang di sekitarnya. Terutama seorang ibu yang meskipun hanya sebatas sebagai ibu angkat pun sepatutnya tidak menganggap mereka sebagai anak lain. Cukup sudah mereka lepas dari kasih sayang orang tua kandung, tapi jangan pula kesendiriannya harus digantikan dengan kekerasan yang hingga berujung kematian itu.

Agustinus Tai yang semestinya bisa mengayomi dan menyayangi, seorang yang sejatinya sepantasnya dipanggi kakak atau ayah, ternyata begitu teganya melakukan kekerasan hingga tewas dan menguburkannya di belakang rumah demi menghilangkan jejak.

Begitu pula ibu angkatnya yang sejatinya menjadi tempat tumpuan kasih sayang serta tempat berbagi rasa suka dan duka,  ternyata seolah-olah membiarkan anak angkatnya harus meregang nyawa di tangan seorang pembantunya sendiri yang semestinya pun harus menjaganya.

Seorang ibu yang semestinya memiliki jiwa yang lembut dan penuh kesabaran, ternyata diduga memiliki gangguan jiwa. Bahkan menurut penelitian dokter, ia dikatagorikan sebagai seorang psikopat. Sosok yang memiliki kepribadian ganda. Ketika berhadapan dengan kedua anak kandungnya ia seperti penuh cinta dan kasih, tapi ketika berhadapan dengan anak angkatnya, justru wanita ini menunjukkan prilaku yang keji.

Bahkan menurut media, ibu angkatnya pun sering memarahi Angelina dan memukuli anak angkatnya ini seakan-akan si anak adalah karung pasir yang siap dipukul dan ditendang oleh seorang petinju. Ada apa gerangan dengan orang-orang yang berprilaku keji ini. Apakah kepribadian mereka benar-benar sudah lepas dari ranah kemanusiaan yang semestinya menyayangi orang-orang di sekitarnya?

Apa dikira dengan melakukan kekerasan terhadap anak mereka akan begitu saja bisa menikmati udara bebas? Dan apakah mereka menyangka bahwa dengan melampiaskan amarah terhadap anak kecil dan memukulinya akan memuaskan hatinya dan membuat kehidupan menjadi lebih terhormat? Sungguh salah kaprah pemahaman ini. Orang-orang yang bergaya modern seperti ini justru seringkali salah dalam menilai sesuatu, ia beranggapan dengan melakukan kekerasan terhadap anak kehormatannya akan tetap terjaga dan ia menganggap bahwa dengan menghakimi si anak dengan segenap kekerasan akan memuaskan hatinya? Ternyata tidak, bukan? Justru dengan prilaku keras terhadap anak menyeretnya pada tindakan yang melanggar sifat kodrati kemanusiaan dan tentu saja melanggar hukum. Baik agama maupun hukum negara.

Jangankan lepas dari jeratan hukum dunia yang akan ia dapatkan, hukum akhirat yang teramat sakit tentu saja akan ia temui di hadapan malaikat jabaniyah yang siap menghukum setiap hamba Tuhan yang berdosa dengan hukuman yang setimpal.

Perbuatan keji, biadab dan tak berprikemanusiaan tentu saja akan berakhir pada hukum Tuhan, hukum negara dan tentu saja hukum sosial yang tak kan terlupakan.

Kejahatan terhadap Angeline, seorang anak yang semestinya mendapatkan kebahagiaan bersama orang-orang yang dicintainya, tentu saja menjadi catatan buruk. Tak hanya catatan buruk di negeri ini, karena juga akan menjadi mimpi buruk yang mudah saja terjadi lagi terhadap anak-anak lain. Tak hanya anak angkat yang notabene tak memiliki aliran darah dari ibu angkatnya. Karena kejahatan dan kekerasan terhadap anak pun boleh jadi akan terjadi pada anak kandungnya. Seperti halnya yang telah terjadi akhir-akhir ini, seorang ibu tega menyiksa, dan membunuh anak kandungnya sendiri lantaran tak mampu menahan emosi lantaran sang anak yang terus saja menangis dan rewel karena permintaannya tidak terpenuhi.

Bahkan tak hanya karena rewelnya anak, karena himpitan ekonomi dan tekanan dan gaya hidup yang semakin tak terjangkau menjadi awal persoalan munculnya masyarakat dengan jiwa-jiwa kerdil dan memiliki kepribadian yang keji. Seperti halnya ibu angkat Angeline yang diduga memiliki kelainan jiwa, psikopat tepatnya.

Anehnya, meskipun kepribadian ibu angkat (Margriet) tersebut tergolong dan dikategorikan gangguan jiwa, ternyata begitu mudahnya ia mengadobsi anak. Bahkan disebut-sebut belakangan ini dengan cara yang tidak sesuai aturan. Apakah karena faktor uang, seorang wanita psikopat ini bisa dengan mudahnya mengambil anak orang untuk dirawat? Entahlah. Yang pasti, seseorang yang hendak mengadobsi anak semestinya memiliki kepribadian yang baik dan ekonomi yang mencukupi ketika harus mengurus anak angkatnya.

Tak hanya persoalan kepribadian yang baik serta ekonomi yang mapan, karena seseorang yang menjadi ibu adopsi, tentu melalui uji kepribadian dan kejiwaan yang akan menjadi bahan penilaian apakah mereka bisa mengadopsi anak atau tidak. Nah, jika hasil uji kejiwaan ini ternyata berhasil, maka si calon ibu angkat ini berhak mengabdopsi anak yang diinginkan. Itupun harus selalu diawasi dan dikontrol apakah kondisi kejiwaannya tetap stabil atau justru labil lantaran pengaruh himpitan ekonomi dan persoalan sosial lainnya.

Semoga pelaku kekerasan terhadan Angeline dan anak-anak lainya, akan mendapatkan hukuman yang setimpal. Dan semoga pula menjadi pelajaran agar kita semua bisa menjadi orang tua kandung maupun angkat yang selalu menjaga anak-anaknya. Merawat mereka dengan kasih sayang serta melindungi mereka dari kejahatan orang-orang yang tidak berprikemanusiaan.

Sepatutnya para ibu dan ibu-ibu angkat lain bisa mencerna dan mengambil hikmah dari puisi ini:

Anak Kita

anak kita
titipan Tuhan untuk kita
kita jaga hingga dewasa
temukan diri sendiri kala sempurna

anak kita
bukan benda mati meski tak berdaya
bukan semata rangka berbalut daging dan kulit tanpa rasa
mereka adalah hamba yang memiliki jiwa

anak kita
puaskan dirinya dengan cinta
banggakan hatinya dengan kehormatan

anak kita
mereka tak seperti hewan
tak jua laksana gerabah yg siap dipajang
hanya pelengkap hidup dikala senggang

anak kita
meski tak sempurna janganlah kau siksa
arogansi jiwamu kala tersesat narkoba
dihina dina dgn siksamu meruda paksa


Salam.

Metro, 13 Juni 2015

Rujukan : http://news.detik.com/read/2015/06/13/072806/2941328/10/kapolda-bali-dari-hasil-tes-margriet-psikopat

divine-music.info

divine-music.info



divine-music.info





Komentar