Film Keluarga Cemara, Cermin Kesederhanaan



Harta yang paling berharga adalah keluarga. Istana yang paling indah adalah keluarga. Puisi yang paling bermakna adalah keluarga. Mutiara tiada tara adalah keluarga. Selamat pagi emak, selamat pagi abah. Mentari ini berseri indah. Terima kasih emak, terima kasih abah Penuh hati berkata dari kami putra putri yang siap berbakti.
 
Lirik Lagu Keluarga Cemara

Masih ingat sewaktu usia masih tingkat SLTP,  di putarlah film nasional yang sampai saat ini tidak dapat dilupakan karena penuh dengan inspirasi positif. Film yang mengisahkan tentang kesederhanaan sebuah keluarga, orang tua dan anak-anak yang bergumul dalam komunikasi yang banyak arah, di bumbui adab dari masing-masing lakon sepertinya tidak dapat dilupakan. Karena film tersebut selain mencerminkan keluarga Indonesia yang utuh, juga menampilkan pola keluarga yang menjunjung tinggi nilai-nilai budaya yang tercermin dalam bertutur kata antara anggota keluarganya.

Film Keluarga Cemara diproduksi sekitar tahun 1990 an oleh Atmo Production dan mulai di putar pertama kali oleh stasiun RCTI pada tahun 1996 oleh Atmo Production. Film ini merupakan film yang diangkat dari kisah dalam buku Keluarga Cemara karangan Arswendo Atmowiloto dengan para pemain di antaranya Novia kolopaking, Lia Waroka, Adi Kurdi, Anneke Putri serta pemain-pemain lain yang ikut membantu terselesainya film yang bergenre keluarga tersebut. Film tersebut mengisahkan bagaimana peran seorang ayah Abah yang sangat perhatian kepada keluarganya, sabar dan bertanggung jawab, sosok ibu Ema yang menjadi panutan bagi anak-anaknya serta anak-anak yang amat patuh dan rukun serta mencintai keluarganya.

Apa sebenarnya yang menarik dari film tersebut sehingga pantas untuk menjadi rujukan film-film saat ini?

Film yang pernah jaya pada masanya ternyata dapat menginspirasi banyak keluarga agar kehidupan mereka selalu mencerminkan kehidupan yang apa adanya. Tanpa unsur glamour, tanpa menunjukkan kemewahan yang seakan-akan nyata, serta orang tua yang senantiasa perhatian kepada anaknya. Sebaliknya anak-anak yang hormat, patuh dan mencintai orang tuanya sehingga terwujudlah keluarga yang menjadi idam-idaman semua orang.

Dalam alur cerita menunjukkan bahwa hakekatnya keluarga adalah segalanya seperti ungkapan rumahku adalah surgaku karena kehidupan berjalan apa adanya, masing-masing anggota saling mencintai dan mengasihi sehingga tidak ada percekcokan panjang yang dapat berakibat fatal. Karena semua konflik dapat diselesaikan dengan cara kepala dingin dan kekeluargaan.

Jika melihat fenomena keluarga modern saat ini, di mana kehidupan glamour menjadi bagian yang tak terpisahkan dari keluarga era kekinian, dengan seabrek konflik dan pertentangan di dalamnya menjadi bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat kota. Bahkan sesuatu yang semestinya menjadi aib dalam sebuah keluarga justru dipertontonkan dengan sangat gamblang tanpa memandang siapa penontonnya dan bagaimana pengaruh yang akan ditimbulkan jika film denga format keluarga "acak-acakan" tersebut menjadi tontonan sehari-hari. Maka yang terjadi adalah anak-anak "bau kencur" yang tidak mengenal sama sekali konsep sebuah film yang akan menjadi korban.

Ini terlihat, semenjak bebasnya televisi menyiarkan film, sinetron yang "kurang mendidik" yang muncul adalah anak-anak seakan-akan bebas dalam bergaul, kekerasan antar remaja di mana-mana serta konflik keluarga yang berujung pada perceraian. Anak berani kepada orang tuanya, dan orang tua yang tega meninggalkan anak-anaknya demi sebuah kepuasan duniawi semata.

Jika melihat fenomena tersebut sepertinya para seniman perfilman seperti dibutuhkan kembali peran mereka untuk memproduksi film atau sinetron yang mencerminkan kehidupan yang diidam-idamkan setiap orang film yang menjadi suguhan bagi segala umur, mendidik dan tidak terkesan mengada-ada serta mencerminkan kehidupan yang sederhana.



Salam



Komentar