Ketika Harus Memilih Rumah Sendiri


Benar kata pepatah, sebaik-baik rumah orang, maka akan lebih baik rumah sendiri. Dan sehijau-hijaunya rumput tetangga, tak kalah hijau rumput sendiri. Itulah pepatah atau ungkapan orang tua ketika memberikan petuah-petuah dan pesan bijak kepada orang-orang yang lebih muda.

Pepatah atau ungkapan ini hakekatnya saat ini saya rasakan, meskipun sudah hampir dua tahun saya menyibukkan diri bergumul dengan media kompasiana yang memiliki member yang berjumlah ribuan, ternyata ada kesenjangan antara keinginan berbagi dengan kecemburuan sosial yang muncul di dalamnya. 

Tak hanya kecemburuan sosial yang sampai saat ini saya (khususnya) dan penulis lainnya tatkala tulisan yang dibuat tak lantas diterima dengan baik oleh adminnya, terntu menjadi gumpalan-gumpalan rasa kecewa yang selama ini biasa dipendam dan tak "jujur" untuk diucapkan. Ketidak nyaman dalam komunikasi antar membernya di setiap postingan ternyata menjadi bumbu "pahit" yang justru menjadikan rasa cinta pada blog bersama itu menjadikan satu persatu bagian komunitasnya meretel, bercerai berai dan berusaha mencari rumah sendiri atau rumah lain yang dianggap lebih nyaman.

Jujur ataupun tidak, betahnya di kompasiana awalnya karena rasa ingin berbagi meski tanpa mendapatkan penghargaan materi atau pujian sekalipun, tapi ketika semua dirasa asing, maka tidak ada jalan lain kecuali kembali merajut asa dan harapan dalam rumah sendiri. Rumah yang ditinggali meskipun terasa sepi. lantaran tidak ada orang lain yang mengisi hari-harinya dengan riuh rendahnya tutur sapa dan cuap-cuap meskipun asal "njeplak", namun akan lebih menenangkan daripada berumah bersama tapi sedikit sekali apresiasi di dalamnya.

Katanya rumah bersama, apalah artinya jika masing-masing manusianya tak saling menyapa dan mencurahkan segenap isi hatinya kepada sesama penghuninya. Semua terasa kering dan kosong bahkan sombong. Seakan-akan semua ingin menjadi diri sendiri. Keadaan ini yang semakin memperberat rasa cemburu di antara member kompasiana.

Meskipun rasa cemburu dan kedengkian adalah "dosa" atau tidak baik, akan tetapi jika setiap kali membuat tulisan yang sebenarnya dilakukan secara berdarah-darah ternyata bak debu berterbangan, maka cukup sampai di sini dan lebih baik kembali ke rumah sendiri. Mungkin ini keputusan terbaik yang justru lebih logis atau rasional.

Senang dan bangga bisa belajar menulis di kompasiana, meskipun terlalu lambat cara mempelajari ilmu menulisnya lantaran para penulisnya pun belum tentu penulis profesional. Semua serba biasa-biasa saja dan rata-rata memiliki kecenderungan yang sama, ingin mendapatkan pujian dan mendapatkan tempat yang terhormat di mata adminnya.

Ini tidak salah karena siapa sih yang tak ingin karya terbaiknya diapresiasi, meskipun mungkin tidak sempurna, karena kesempurnaan hanya milik Tuhan. Terlebih sebenarnya bukan letak kesempurnaan itu yang bisa dihargai, tapi karena selera yang menjadikan tulisan-tulisan itu dipajang terlalu lama sedangkan yang lain hanya terbuang di kotak sampah.

Cukup sudah perjalananku selama ini, dalam rumah bersama kompasiana. Mungkin malam ini kan kuakhiri menempati rumah orang lain itu, dan akan ku hiasi rumah sendiri. Rumah yang mungkin amat sederhana dengan tulisan yang sederhana pula. Tapi akan kurawat dan kuisi dengan serangkaian ide-ide pribadi yang kucoba kulepaskan dari pengaruh media mainstream. Mencoba menulis mandiri, meskipun kadang terasa basi.

Semoga saja silaturrahmi yang telah terjalin, akan tetap terjalin, dan akan tetap hangat di rumah lain yang mngkin saja tidak semenarik kompasiana dan tak secerdas para penghuninya.

Goodby kompasiana.... selamanya kan ku kenang  :)


divine-music.info

divine-music.info



divine-music.info





Komentar