Hanya Nabi yang Tak Marah Ketika Dihina, Catatan Bagi Sang Penghina

Akhir-akhir ini kog berita semakin hangat-hangat kuku saja. Bahkan tak hanya hangat karena mengundang reaksi panas dari penyimaknya. Tentulah semua berita itu ada yang bisa langsung direspons dengan negatif atau positif tapi ada juga yang semestinya direspon secara perlahan-lahan kemudian diresapi untuk dicari nilai kebaikannya.
Berita dan suara-suara sumbang tentang dibahasnya pasal penghinaan terhadap presiden sampai sejauh ini masih penuh pro dan kontra. Ada yang mendukung pasal itu, ada pula yang menolak mentah-mentah, dengan beribu-ribu alasan yang bersifat subyektif maupun obyektif.
Kembali ke laptop.
Apa sih yang membuat orang begitu keras bereaksi terhadap pasal penghinaan presiden? Apakah karena emosinya yang tersulut jika rasa kesal dan ketidak terimaan akan kebijakan pemerintah ternyata harus berhadapan dengan pasal kriminal itu? Atau murni rasa kecewa karena ternyata selama ini kebijakan pemerintah dianggap tak sehati?
Entahlah. Saya pun kurang mengerti kenapa sikap kontra ternyata lebih banyak dari pro-nya.
Yang kontra mengatakan bahwa ketika pasal penghinaan presiden disahkan, maka dampaknya akan tidak mungkin akan mengkritik presiden jika salah. Sehingga para pemberi alasan itu beranggapan kalau sampai mereka berbicara tentang kesalahan presiden tentu ancamannya dipidana. Mudah-mudahan tidak keliru.
Yang pro tentu beranggapan bahwa setiap orang memiliki aturan terhadap siapa saja. Tak hanya pejabat negara saja, lantaran kepada semua makhluk pun sudah diatur bagaimana kita dalam bersikap. Jangankan sama pejabat negara, sesama saudara kandung saja semestinya mempunyai etika sopan santun dalam berucap. Apalagi terhadap orang yang dituakan dan dinomorsatukan lantaran seorang figur negara.
Berbicara pro dan kontra tersebut, bolehlah saya memberikan argumentasi sedikit dan mudah-mudahan saya tidak diamuk oleh orang-orang yang kontra pasal penghinaan presiden tersebut. Dan berharap tulisan ini hanya membuang rasa jengah saya melihat fenomena komentar di media sosial yang begitu drastisnya melancarkan kebenciannya terhadap pasal yang dianggap karet tersebut.
1. Setiap orang tentu pernah salah, tapi bukan berarti yang salah pantas dilecehkan
Percaya atau tidak, dan anda setuju atau tidak itu hak pribadi masing-masing. Bahwa setiap orang pastilah mempunyai salah, apalagi manusia biasa, orang-orang yang bergelar wali saja pastinya pernah melakukan kesalahan. Itu manusiawi kecuali Tuhan yang menciptakan alam semesta ini. Maka tidak ada alasan untuk menyalahkanNya lantaran kebenaran mutlak milikNya.
Namun demikian, ketika orang bersalah apakah mau dilecehkan? Dihina dengan bahasa yang hewan pun tak pantas mendapatkannya? Apalagi wujud protes yang ditujukan kepada seorang pejabat negara, tentu semestinya harus lebih dilaras kembali. Pantas dan tidakkah apa yang ingin diucapkan itu? Kembali kepada masing-masing orang. Yang pasti siapa yang mau dilecehkan dan tak marah, maka silahkan mendaftar dan saya jadikan vigur yang benar-benar selevel seorang Nabi.
Hanya Nabilah yang tetap sabar dan tersenyum dan bersyukur, meskipun dalam jalan dakwahnya kerap mendapatkan hinaan dan celaan dari orang-orang di sekitarnya. Kalau Anda bisa seperti Nabi yang mau dilecehkan, maka saya acungi jempol sepuluh.
2. Mengkritik bukan berarti menghina dan merendahkan
Saya teringat beberapa waktu lalu, bahwa anak seorang penjual sate hampir saja masuk bui lantaran di media sosial memposting gambar tak senonoh terhadap presiden Jokowi. Saya pun akan mengelus dada, jika apa yang ditampakkan dalam gambar itu gambar yang "amit-amit" tak pantas ditujukan kepada manusia. Apalagi tokoh dalam gambar itu adalah tokoh yang semestinya dihormati.
Saya pun akan menuntut sampai ke neraka sekalipun, jika foto saya disalah gunakan dan dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Bagaimana dengan Anda?
3. Indonesia adalah negara yang memegang adat ketimuran yang memegang nilai sopan santun
Coba bayangkan, jika kita selaku anak mengumpat orang tua kita dengan sebutan bod*h. Kira-kira pantas apa tidak? Tentu tidak bukan? Lantaran boleh jadi kita mengatakan Bod*h lantaran kita belum mengerti maksud yang sebenarnya.
Kita mengkritik kepala negara yang notabene pantas dihormati dengan perkataan yang menjijikkan dan memilukan perasaan. Bahkan sampai saat ini gambar tak senonoh itu pastilah ada yang menyimpannya sebagai bahan tertawaan.
Tak hanya satu orang yang menertawakan, karena ada jutaan orang yang menyaksikan dan ikut menertawakan presiden karena postingan yang tidak senonoh itu.
Yang pasti, jagalah sopan santun dan harga dirimu, sebelum bertindak tidak sopan kepada orang lain.
4. Mengutarakan kritik tak semestinya merendahkan
Poin ini yang saya pikir lebih mulia lantaran akan teramat baik jika berusaha tidak merendahkan orang jika diri ini masih penuh kekurangan. Apalagi pribahasa mengatakan gajah di pelupuk mata tak tampak kuman di seberang lautan tampak.
Kiranya itu saja, mudah-mudahan tidak ada yang marah dan kecewa dengan tulisan ini. Dan jika ada salah saya mohon maaf sebesar-besarnya. Salam

Komentar