Manfaat Membaca Buku, Membuang Kebiasaan Menggosip

Kegiatan membaca akan lebih berharga dan bermakna dibandingkan membicarakan aib orang lain (menggosip). (Gambar : ceritaanda.viva.co.id)


Akhir-akhir ini, paling tidak menurut pengamatan saya, tak lebih dari 10 persen dari ibu rumah tangga yang doyan menelan konten buku. Bukan menelan kertasnya ya.... tapi melumat isi yang dihadirkan dari buku-buku yang bermanfaat. Paling tidak memanfaatkan waktu luang dengan menggali pengetahuan baru. "Eh emang kegiatan ibu-ibu itu kagak ribet to? Kata sebagian ibu. Nggak liat apa kalau sudah di rumah, semua pekerjaan ya saya kerjakan sendiri. Dari subuh hingga subuh lagi pekerjaan tak juga kelar." Begitu pula para bapak, kadang sekarang malah kayak ibu-ibu, pindah-pindah tempat yang digosipin ya tentang perempuan. Syukur-syukur kalau yang diobrolin persoalan kebutuhan dan bagaimana mencari penghasilan, tentu akan lebih bermanfaat.

Ada juga di antara mereka yang justru beralasan daripada membaca buku mending membuat kegiatan lain yang menghasilkan uang. Idep-idep menambah income keluarga daripada melamun di rumah. Kalau bapak-bapak mah alasannya paling-paling "walah mas, daripada baca buku mending macul (mencangkul)". Maklum di tempat saya kebanyakan adalah para petani. Meskipun ada di antara mereka guru yang nyambi menjadi petani lantaran untuk mengisi kegiatan di siang hari. Jadi kegiatan hari-hari ya diisi dengan bekerja di sekolah dan memungut rezeki 
lain di persawahan.

Bagaimana dengan perempuan di sekitar kita, apakah juga masih malas membaca buku? Mudah-mudahan kebiasaan buruk yang nganggur tanpa aktifitas yang positif segera diberangus oleh kehidupan yang lebih baik. Membaca atau melakukan kegiatan positif dengan menghasilkan karya yang bisa bermanfaat, minimal bagi dirinya sendiri.

Tentu saja kegiatan membaca maupun membuat aktifitas positif memiliki dampak yang positif pula. Baik untuk kemajuan pengetahuan dan pengalaman, juga tak kalah pentingnya mendapatkan ilmu baru yang bisa menjadi inspirasi dalam kehidupan sehari-hari.

Karena kesibukan, tak sempat membaca buku

Membudayakan membaca hakekatnya saat ini masih didominasi masyarakat perkotaan. Para perempuan muda serta ibu-ibu pun sudah banyak bergelut dengan buku. Bahkan ada di antara mereka yang sudah berlangganan koran, majalah dan aneka buku untuk mengisi aktivitas harian mereka. Tentu saja alasannya amat beragam, bisa karena faktor hiburan, mencari pengetahuan terkait urusan masak memasak, cara mengurus rumah tangga dan ada pula yang hanya ingin ikut-ikutan. Bahkan ada pula yg berlangganan majalah bisnis atau buku-buku tentang bisnis dan cara mengelola bisnis yang baik.

Terlepas dari alasan kenapa mereka yang hoby mengoleksi buku dan membaca, kebiasaan membaca merupakan aktivitas yang bermanfaat dibandingkan membicarakan orang lain. Apalagi sampai-sampai membicarakan suaminya sendiri. Ealah suami sendiri kog digosipin? 

Problem ketiadaan waktu untuk membaca seringkali karena kesibukan yang mendera. Contoh, jika mereka seorang guru, di malam harinya harus mempersiapkan rencana program pembelajaran, media dan seabrek kebutuhan untuk pekerjaannya. Belum lagi jika ada PR lain yang harus diselesaikan terkait berkas-berkas yang harus dipersiapkan. Sudah begitu subuh-subuh hari harus mempersiapkan kebutuhan suami dan anak-anak untuk sarapan, tentu saja kesibukan ini menjadi persoalan tersendiri kenapa para perempuan (khususnya) sulit membagi waktu untuk membaca buku. Apalagi memang karena tidak hobi membaca. Jangankan membaca, memegang bukunya saja sudah gak sempat. Belum lagi jika memiliki anak yang banyak, tentu semakin repot saja. 

Kecuali bagi mereka yang sudah memiliki asisten rumah tangga, tentu banyak waktu yang bisa dimanfaatkan untuk berjibaku dengan buku. Saaya salut dengan ibu-ibu yang saat ini menjadi kompasianer, selain sibuk dengan pekerjaannya, suami dan anak-anak, ternyata masih sempat membaca dan menulis artikel untuk dibagikan kepada pembaca.

Sebuah kegiatan yang tidak mudah untuk melakukannya. Meskipun adapula yang justru lebih fokus pada urusan bisnis, di pagi hingga menjelang senja mereka bekerja di kantor misalnya, di malam harinya masih sempat mengurus bisnisnya. Luas biasa.

Membaca dan menulis artikel di kompasiana atau di blog sendiri, dampaknya terhadap aktifitas sehari-hari

Membuat kegiatan yang bermanfaat memang mengasikkan. Selain mengasikkan tentu menambah ilmu serta pengalaman baru yang diperoleh ketika bersosialisasi bersama orang-orang yang se-ide dan se-hoby. Mereka bisa saling berbagi tulisan serta saling berdiskusi dengan yang lainnya. Sehingga secara simultan, kebiasaan menulis dan berdiskusi ini turut mengasah kemampuan berpikir. Lebih khusus mereka-mereka yang ingin memfokuskan dirinya sebagai seorang penulis. Tentu kegiatan pokok selain pekerjaan rutin adalah membaca dan menulis. 

Bahkan di antara mereka ada yang menghabiskan waktu mengikuti aneka seminar, workshop dan kegiatan lain yang bertujuan menambah pengetahuan mereka. Apalagi seseorang yang aktif dalam pergaulan dan komunitas diskusi hakekatnya seperti gabah yang saling berbenturan dengan gabah. Gabah kering itu masuk ke dalam mesin penggilingan dan melalui proses kesekan antara gabah maka gabah kering tadi menjadi beras yang bersih. Begitu pula aktifitas di kompasiana. Jika di dalamnya hanya sharing-menulis dan menulis- tapi tidak ada connecting dan saling berdiskusi terkait topik yang dibicarakan, sepertinya kurang memberikan pengaruh yang positif. 

Menulis di kompasiana atau di blog pribadi pun tak semudah seperti membuat surat cinta, lantaran apa yang ditulis hakekatnya berdasarkan informasi yang dibaca, dan dari sumber lain yang menjadi bahan penguatnya.

Namun sayang sekali, kadang saya turut prihatin dengan rekan-rekan kompasianer lain, kebanyakan menanggapi sebuah artikel keluar dari ranah yang dibicarakan. Komentar yang sejatinya bisa menjadi forum diskusi bisa melebar hingga muncul perdebatan yang kurang bermanfaat. Dampaknya karena perdebatan itu tak juga menemui jalan tengah, akhirnya muncullah kelompok-kelompok yang saling bermusuhan. Di mana-mana melakukan sindiran lantaran ingin menjatuhkan pihak lawan. Dan yang lebih parah lagi, bisa sampai beradu fisik lantaran perbedaan pendapat. Wah jadi kacau semuanya.

Tapi itulah dunia maya, kadang tulisan tidak mewakili apa yang dipikirkan. Berebda sekali dengan dunia nyata, apa yang diucapkan tentu langsung jelas terdengar dan bisa langsung diklarifikasi agar tidak terjadi silang pendapat.
Padahal sejatinya, nimbrung dalam media sosial sebesar kompasiana ini adalah satu tujuan ingin saling mengenal dan sukur-sukur bisa menambah persaudaraan. Membuat relasi bisnis dan membangun usaha bersama-sama. Minimal usaha dalam menerbitkan buku. Tapi jika komunikasi yang awalnya indah ini sudah disusupi kepentingan "X" maka otomatis manfaat yang ingin dicapai justru hilang tak berbekas.

Bahkan ada yang lebih ironis, ketika berdiskusi dalam sebuah artikel, munculnya adalah gosip menggosip, maka jadinya masalah yang hakekatnya belum jelas juntrungnya, tiba-tiba membesar dan menjadi runyam. Semakin digosok semakin sip. Itulah hakekat gosip menggosip di dunia maya. Apalagi di dunia nyata tentu lebih parah lagi.

Memperdalam pengetahuan dan mencegah gosip dengan membaca buku

Saat ini menggosip menjadi kebiasaan yang dianggap baik. Tak hanya ibu-ibu yang suka menggosip, lantaran para pria pun banyak yang doyan membicarakan orang ini. Menggosip kalau dalam bahasa Jawa "ngrasani" alias ghibah dalam bahasa arabnya. Jadi menggosip itu tetap tidak memberikan manfaat sama sekali, justru menambah musuh dan menambah dosa. Bahkan dengan menggosip hakekatnya menggerogoti pahala orang yang sudah menggosip. Apa nggak rugi tuh, sudah beramal, beribadah tapi justru amalan ibadahnya tak meninggalkan jejak pahala. Timbulnya justru dosa yang bertambah-tambah. Rugi kan?

Lebih miris lagi, media televisi saat ini sudah banyak menyajikan tayangan yang tidak bermanfaat sama sekali, mengumbar kehidupan rumah tangga orang lain dan menjadikannya sebagai tontonan yang dianggap asyik. Pemilik acara dan pengisi acara hakekantya mendapatkan keuntungan, sedangkan yang digosipin justru mendapatkan kerugian. Nama baiknya tercemar dan keluarganya bisa jadi malah kocar-kacir lantaran dibuli di media massa maupun di dunia nyata. Sedih ya gara-gara gosip kehidupan seseorang menjadi tak nyaman.

Lalu, apa solusinya?

Solusinya ya membaca, menggali pengetahuan dari aneka buku yang banyak beredar di toko-toko buku. Memilih buku yang bermanfaat dan bukan buku yang justru berisi hasutan dan fitnah. Karena kalau salah memilih buku, maka yang terjadi adalah orang-orang yang salah arah dan salah menentukan tujuan hidupnya. Belum lagi jika buku itu justru berisi pencucian otak, maka korbannya akan menjadi sosok-sosok yang berbahaya.

Memilih membaca buku dan berkompasiana daripada menggosip, namun akan lebih bermanfaat lagi memilih buku yang bermanfaat dan melakukan akfitas menulis di blog bersama ini dengan komunikasi banyak arah yang cenderung membawa kemaslahatan bersama.

Salam


Komentar