Ojo Dumeh, Jangan Pernah Merendahkan Orang Lain


Manusia adalah ciptaan Tuhan dengan segudang kelebihan dan kemuliaan, maka tak pantas jika mereka direndahkan atau dilecehkan. Apalagi yang merendahkan belum tentu lebih baik dari yang direndahkan

Pernahkah anda menemukan situasi terjepit, kesulitan dan dirundung kesusahan? Mungkin saja anda yang berada di sana pernah mengalaminya bukan? Seandainya anda belum pernah mengalami hal yang semacam ini, tentu saja anda pernah melihat suatu bentuk pelecehan dan perendahan harkat dan martabat manusia. Atau justru anda sendirilah yang pernah melakukannya? Maaf jika di antara anda di dunia ini pernah melakukannya tapi anda lupa bahwa ada pihak yang tersakiti dan dikecewakan hingga seakan-akan hidup ini tiada harganya lagi.
Serupalah dengan syair lagu Armada yang berjudul Hargai Aku. Lagu yang pernah hits dan menjadi best song dan nada sambung pribadi terlaris kala itu.

Tapi, tulisan ini bukan untuk membicarakan band Armada atau lagu yang sampai saat ini masih enak untuk didengarkan ini. Enak didengarkan bagi anda yang tengah merasa melow, sedih dan kecewa karena pernah dan atau sedang disakiti oleh seseorang.

Bolehlah saya tulis sedikit syair lagunya ya?

Seringkali kau merendahkanku
melihat dengan sebelah matamu
aku bukan siapa-siapa
Selalu saja, kau anggapku lemah
merasa hebat, dengan yang kau punya
kau sombongkan itu semua... 
dst...

Coba, jika kita bandingkan dengan keadaan yang sering terjadi di sekitar kita, dan betapa penulis pun pernah mengalami sendiri tatkala dilecehkan lantaran ketiadaan ekonomi. Kami menikah dalam keadaan tidak membawa apa-apa yang hanya bermodalkan cinta dan keyakinan.

Kemiskinan kala itu ternyata menjadikan kami menjadi bahan hinaan. Coba bayangkan ketika kita hendak bersilaturrahmi, ternyata pintu rumah ditutup seketika, tanpa terucap sedikitpun kata-kata dari pemilik rumah. 

Padahal kehadiran kita murni ingin bersilaturrahmi lantaran kami adalah tetangga dekat. Dalam ketidak pahaman kami, si pemilik rumah seketika itu menutup pintu seakan-akan enggan menerima tamu selayaknya menganggap kami seorang pengemis. Ia begitu saja membuang muka dan seperti menganggap kami begitu hina. 

Kejadian itu benar-benar menyayat hati kami, dan kami menganggap pemilik rumah yang saya anggap cukup mampu secara materi ini tidak sedikit pun merasa sungkan tatkala memperlakukan kami yang hendak bertamu ke rumahnya. Saya tidak habis pikir kesalahan apakah hingga kami begitu direndahkan seperti ini.

Namun demikian, kami tidak menaruh dendam, lantaran kami menyadari, bahwa kami memang golongan rendahan, guru honorer dengan gaji kecil dan menumpang hidup di perumahan dinas yang sudah reot lantaran sudah lapuk di sana-sini. Saya ikhlas diperlakukan demikian. Toh memang kami orang miskin yang tak layak untuk dihormati. Itu pendapatku kala itu.

Tak hanya itu, sewaktu kami begitu dekat dengan seorang guru pula, kami begitu menganggap beliau seperti saudara sendiri. Karena ekonomi yang pas-pasan kami pun sering membantu pekerjaan sang guru itu dengan karena kebaikan mereka kepada keluarga kami. Dan ternyata karena kedekatan kami justru mengundang kecemburuan pihak keluarga sang guru tersebut. Dan terucaplah cacian dan hinaan kepada kami "kamu mendekati pak P hanya ingin mengambil bagian dari hartanya bukan?. Dah gak usah kesini-sini!"

Seketika itu pula sakit rasanya hati kami karena mendapatkan perlakuan kasar dan cukup merendahkan ini. Istriku di rumah menangis sejadi-jadinya, ia tak menyangka usahanya ingin membantu orang lain justru mendapatkan hinaan yang cukup merendahkan. Meskipun dalam membantu itu kami tidak pernah meminta bayaran. Namun begitu selaku suami, saya berusaha menenangkan diri sang istri, sabar dik, mungkin karena kita miskin mereka seolah-olah menganggap kita tidak punya harga diri. Sabar semoga Allah memberikan kita rezeki yang lebih agar lepas dari keterpurukan.

Seketika itu kami sudah tidak berhubungan lagi dengan keluarga pak P, dan saya memutuskan untuk tidak bekerja lagi di sana demi menjaga harga diri kami. Tapi, entah siapa yang membocorkan kejadian itu, istri pak P justru marah-marah kepada keluarganya dan memohonkan maaf atas sikap yang kurang baik terhadap kami.

Sekali lagi kami ikhlas karena kami orang miskin. Namun demikian, sampai saat ini kami tetap menjalin silaturrahmi dengan Pak P lantaran kami merasa berterima kasih sudah dianggap keluarga sendiri. Sedangkan saudaranya yang menghina kami menyadari apa yang dilakukannya adalah kesalahan.

Satu lagi, tatkala saya dan istri sama-sama masih berkuliah, saya dan istri seringkali dihina dan direndahkan dengan kata-kata pernuh ejekan "alah Li .. li mbok yo ora usah kuliah. kuliah iku intuke opo, paling ora dadi pegawe gor ngentek-ngentekne duwet wae. (Alah Li (memanggilku) untuk apa kuliah,kuliah dapatnya apa, paling nggak dadi pegawai dan ngabis-ngabisin uang saja).

Di kesempatan lain pun dilontarkan kata-kata merendahkan dengan angkuhnya "jaman saiki arep dadi pegawe ki nggo duwet, dukun lan dekeng." Saya hanya terdiam dan menerima hinaan itu dengan ikhlas. Dan alhamdulillah ternyata saat ini orang-orang yang menghina itu kini malu dengan sendirinya. Mereka tidak menyangka kami diberikan nikmat oleh Allah mendapatkan pekerjaan yang banyak diimpikan banyak orang.

Bahkan kami pun tidak menyangka, anak petani miskin ini kog bisa menjadi pegawai negeri. Padahal kala itu untuk menjadi seorang pegawai negeri membutuhkan biaya sedikitnya 100 juta saja. Sedangkan kami, apa yang akan kami gadaikan demi mendapatkan SK itu?

Ada pula hinaan yang saya sendiri alami, seorang pengusaha yang sungguh tega melontarkan cacian dan hinaan tatkala saya menjadi salah satu karyawannya. Dengan merendahkan beliau memPHK saya tanpa alasan yang jelas. Tak hanya memberhentikan saya, karena beliau pun menghina keluarga saya lantaran kami adalah keluarga kurang mampu. Dan mu'jizat pun datang, ia yang dahulu menghina, kini jatuh miskin dan usahanya bangkrut lantaran terlilit hutang. Keluarga morat-marit dan keinginan untuk naik haji pun pupus sudah lantaran tak memiliki biaya. Tanah berhekta-hektar sudah disita bank, sedangkan rumah satu-satunya pun sudah tergadaikan. Saya hanya bergumam, betapa Allah itu Maha Kuasa, Dia mudah sekali membalikkan keadaan kehidupan seseorang bila Dia ingin melakukannya. Bahkan isyarat itu dijelaskan dalam Al Qur'an dalam surat Yaasiin "Innama amruhu idza arooda syai'an an yaquulu lahu kun fayakun. Jika Allah menghendaki sesuatu terjadi, maka ia akan mengatakan "kun" jadi, maka jadilah ia.

Berbekal keyakinan itu, maka kami pun tak berani merendahkan orang lain yang kehidupannya tak seberuntung kami, kami menyadari bahwa kehidupan ini tidaklah kekal. Ketika berada di bawah tak seharusnya merendahkan diri sendiri, dan ketika di atas tak sepatutnya merendahkan orang lain. Meskipun kami belum sejahtera lantaran kehidupan yang sederhana, tapi bagi kami kekayaan itu letaknya di dalam hati dan mensyukuri apa yang Tuhan beri.

Hinaan dan celaan, ketika jabatan pangkat membutakan mata

Tidak ada satupun yang bersedia menerima hinaan dan celaan bukan? Akibat kondisi ekonomi yang kurang mapan, kenyataan itu justru seringkali kita dapatkan.
Bagaimana sikap seorang bos terhadap bawahannya yang begitu amat merendahkan. Dengan keangkuhannya ia merendahkan orang-orang di bawahnya. Tak hanya hinaan, lantaran ancaman akan dipecat dari pekerjaan jika melawan menjadi senjata ampuh melemahkan karyawannya itu.

Begitu pula betapa banyak seorang majikan yang menghina sang pembantu lantaran ia hanya seorang pekerja kasar. Tak berpikir bahwa segala macam kesibukan di rumah sudah diringankan lantaran dibantu oleh seorang asisten rumah tangganya. Ia lupa, jika mereka yang dihina ini resign dan tak lagi mau menjadi pembantu, tentu ia akan merasa kerepotan ketika harus berhadapan dengan beban kesibukan.

Ada pula seorang kepala sekolah yang acapkali merendahkan seorang guru honorer lantaran ia merasa selayaknya seorang penguasa. Guru honorer diberikan bayaran yang sangat murah sedangkan pekerjaannya melampaui guru-guru lainnya. Bahkan acapkali kepala sekolah memperlakukan para guru honorer ini seperti pembantu yang tak mengenal waktu. Ia tak menyadari bahwa guru yang honor itu sejatinya juga memiliki keluarga dan menghidupi mereka. Jika upah tak seberapa dan waktu yang diberikan teramat panjang, bukankah ia mematikan kehidupan keluarganya?

Sayang sekali banyak pimpinan di negeri ini yang berpola kepemimpinan demikian. Mereka merekrut karyawan untuk membantu perusahaannya, tapi ketika perusahaan menjadi makmur dan bersar, pekerja-pekerja yang bekerja puluhan tahun itu diberhentikan begitu saja. Masih beruntung jika ia memberikan kompensasi. Nah, jika sudah mem-PHK tidak juga memberikan kompensasi apakah bukan sebuah kejahatan?

Jangan pernah menganggap orang lain rendah dan menghina serta melecehkan mereka, lantaran setiap manusia terlahir ke dunia tanpa membawa sehelai benangpun. Hanya Tuhanlah yang memberikan mereka kelebihan hingga kehidupan mereka menjadi sejahtera.

Ikhlas menerima hinaan dan celaan, kunci meraih Ridho Tuhan

Menerima hinaan dan celaan dengan ikhlas hakekatnya amat sulit dilakukan, lantaran setiap manusia tak berhak untuk direndahkan. Jangankan manusia, semutpun akan menggigit jika diinjak-injak. Maka tak sulit kita menemukan seseorang yang tiba-tiba naik pitam dan melakukan pembunuhan pada majikan lantaran kejahatan yang dilakukan pada pekerjanya. Ia memberikan gaji kecil tapi perlakuan tidak senonoh kerap dilakukannya. Hati tak terima dan memberontak, betapa diri ini tak pantas untuk dihina dan direndahkan. Namun sayang sekali, karena ketidak terimaan yang berujung kejahatan justru akan memperburuk keadaan. Seandainya kami yang dihina ini membalas dengan kekejian pula, bukankah itu tindakan bodoh yang justru merugikan diri sendiri? Kita mendapatkan hinaan, dan kita pula mendapatkan hukuman akibat kejahatan kita.

Oleh karena itu, sebaik-baik manusia biasa adalah selalu ikhlas meskipun mendapatkan celaan dan hinaan dari orang lain. Tak perlu marah apalagi melakukan balasan. Justru celaan dan hinaan itu menjadi cambuk berharga bahwa kita bisa melakukan sesuatu yang melebihi mereka dengan usaha dan ketekunan serta do’a mudah-mudahan Tuhan mengabulkan usaha kita.

Salam

Komentar