Inilah Alasan Mengapa Setuju Jika Game "Brutal" Diblokir

Terus terang sejak saya membaca artikel tentang peretasan situs KPAI karena ulah hacker saya jadi tertarik untuk membuat tulisan ini. Tulisan ini bukan karena saya benci kepada para pembuat game atau para maniak game, karena apalah saya ini yang orang kampung yang kurang bisa main game sampai jadi pemenang dan berhadiah milyaran rupiah (apa?). Jadi kepentingan tulisan ini bukan bersifat tendensius menyerang pembuat dan penyuka game, tapi sekedar sharing betapa kehidupan anak-anak sekarang banyak yang sudah terkontaminasi oleh aktivitas bermain game tersebut.

Saya sebagai guru sekaligus orang tua dari anak-anak yang sedang bertumbuh, jujur masih suka menengok game yang ada di internet., karena saat ini game banyak bertebaran seperti di Facebook juga tersedia beraneka jenis game. Maka amat mudah sekali saya bisa memainkannya meskipun hanya sebatas mengenal.

Dan saya tidak tertarik dengan yang berbau PS-an karena memang membeli game jenis itu butuh duit yang banyak hingga jutaan rupiah, makanya saya tidak menyediakan game itu dalam kehidupan anak-anak saya. Selain karena ketiadaan materi untuk menyediakan game, karena saya lebih suka memberikan buku-buku cerita bagi anak-anak saya. 

Karena menurut saya, dengan buku-buku cerita yang bermanfaat ternyata memberikan efek yang cukup positif bagi prilaku dan pemikiran anak-anak, karena memang buku-buku tersebut memuat unsur edukasi yang berkaitan dengan akhlak yang baik kepada sesama manusia. Meskipun ada yang mengandung cerita sejarah, tapi yang tertuang di dalamnya amat dibutuhkan bagi anak-anak. Khususnya anak saya sendiri.

Mohon maaf sebelumnya kepada sekelompok hacker yang dituduh meretas situs KPAI setelah lembaga perlindungan bagi anak-anak Indonesia ini menginginkan game-game kekerasan di dunia maya dihapuskan dari peredaran, karena memang saya merasa perlu membuat "pernyataan" atau bahkan "petisi" bahwa game-game kekerasan memang tak semestinya diproduksi bagi anak-anak. Dan kebetulan game-game tersebut tidak bisa difilter penggunaannya bagi pengguna belia, maka secara otomatis keberadaannya sudah sangat berbahaya. Sama bahayanya dengan situs-situs dewasa yang menyuguhkan tontonan yang tidak mendidik.

Saya menulis ini boleh jadi mengundang emosi dan nyinyir para pembuat dan penyuka game, lantaran mereka sudah sangat menyukai dan rela menghabiskan waktu serta uang yang tidak sedikit demi permainan tersebut. Tidak salah dengan kesenangan akan game, dan tidak salah mereka menggunakan uang untuk bermain game, karena bukan wilayah saya memprotes apa yang berkaitan dengan hak individu. Tapi yang menjadi fokus di sini bahwa ada banyak generasi muda yang menadi korban karena beberapa game tersebut justru mengundang aksi kekerasan dan brutal. Sebut saja contoh dari deretan nama-nama game yang dinyatakan harus diblokir adalah Mortal Combat. Sejak saya mengenal game tersebut saya sudah mencobanya, dan saya melihat ada aksi kekerasan dan brutal yang dicontohkan dalam game tersebut. Bagaimana seseorang berkelahi tanpa memakai etika kemanusiaan, mereka membunuh lawan tandingnya dengan kekejian, salah satunya dengan "maaf" memotong kepala lawannya yang kalah berduel.

Ada juga game Pont blank, saya pernah juga mencoba game tersebut yang ujung-ujungnya adalah aksi penembakan oleh seorang penyusup atau seseorang yang bersenjata dengan mengorbankan para prajurit di suatu tempat. Saya baru beberapa kali mencoba, dan saya melihat kekerasan di sana sudah merasa tidak layak untuk memainkannya.

Dari contoh game-game brutal tersebut semenjak saya memainkannya ada suatu efek tersendiri dalam otak dan kepribadian saya, padahal saya sendiri sudah dewasa sewaktu mengenal game itu. Seperti misalnya saya tiba-tiba berekspresi marah apabila saya ternyata aktor duel dalam game tersebut mengalami kekalahan, tiba-tiba orang-orang yang tidak bersalah menjadi korban amarah saya. Itu terjadi setelah saya memainkan game itu. Beruntung aksi pembunuhan secara sadis itu tidak berujung pada aksi sadistis. Karena aktifitas itu langsung saya hentikan dan setelah merasakan efek negatif itu saya sudah tidak lagi memainkannya.

Diri saya merespon permainan itu dengan sangat cepat, maka saya pun segera meninggalkan aktivitas itu meski saya tidak menghapuskannya dari PC saya.

Setelah saya menghentikan aktivitas bermain game “ganas” itu, ternyata tidak sengaja anak saya yang masih belia memainkan game itu tanpa sepengetahuan saya, dan efeknya dua anak yang sama-sama laki-laki itu perangainya berubah drastis. Keduanya saling memukul dan menunjukkan ekspresi negatif. 

Mereka menjadi sulit dikendalikan, dan keinginannya selalu saja ingin memainkan game yang sama tanpa bisa dihentikan. Dampaknya aktivitas sekolah (yang kebetulan masih di TK) agak terganggu lantaran permainan itu.

Karena melihat efek negatif itulah game-game yang dikategorikan brutal itu saya hapus dari peredaran, saya khawatir efeknya akan lebih parah lagi. Dan alhamdulillah, setelah game-game tersebut saya hilangkan dari PC saya, saat ini aktivitas belajarnya tidak terganggu dan kekerasan fisik yang biasanya terjadi di antara anak saya mulai hilang.

Beberapa kejadian itu hakekatnya adalah efek dari game “brutal” yang ternyata permainan itu ada dalam daftar game yang semestinya diblokir. Karena saya merasa efeknya sangat berbahaya bagi pertumbuhan kepribadian anak, khususnya anak saya. Maka saya mendukung sekali jika game-game merusak itu harus disingkirkan. Meskipun upaya pemerintah memblokir game itu akan mendapatkan perlawanan dari para hacker yang tentu saja memiliki kemampuan meretas situs-situs pemerintah seperti KPAI itu.

Perang melawan game “brutal” mesti dilakukan

Kenapa saya memiliki pendirian tetap bahwa game-game brutal semestinya diblokir? Alasannya karena efek yang ditimbulkan ternyata sangat berbahaya bagi prilaku anak. Dan saya sudah mengalami sendiri. Saya melakukan riset dengan pengamatan prilaku dan menilai perubahan orientasi saya sendiri yang pernah memainkannya, menunjukkan bahwa bermain game model kekerasan dan brutal sungguh berefek tidak baik.

Saya pernah juga menulis artikel yang berkaitan dengan kekerasan orang tua terhadap anaknya. Di mana artikel itu mengulas dari berita di internet seorang ayah tega menghabisi anaknya lantaran kesibukannya bermain game. Disini

Pelaku kekerasan tersebut boleh jadi bukan satu-satunya pelaku yang dijerat dengan pasal kekerasan terhadap anak, lantaran banyak sekali anak-anak di negeri ini yang terlibat tawuran, melawan orang tua, menyakiti teman-temannya hingga berujung kematian, ternyata salah satu aktivitasnya adalah bermain game. Saya membuat pengecualian ada beberapa game “positif” yang banyak beredar di dunia maya yang justru bisa mendidik anak. Saya tidak perlu menyebutkan satu persatu lantaran game-game tersebut memang didesain untuk merangsang kognisi anak untuk berkembang lebih baik, misalnya game puzzle yang efeknya sangat baik. Itupun jika gambar-gamber yang ditunjukkan adalah hal-hal positif juga. Nah jika gambar-gambarnya ternyata negatif maka amat mungkin untuk dilarang memainkannya.

Memang sih, ada banyak pihak yang menganggap pemblokiran game-game itu mencerai hak para penggunanya, tapi jika menelisik jatuhnya korban lantaran permainan itu tentu amat wajar jika pemerintah perlu mengambil sikap. Meskipun sikap tegas pemerintah ini akan mendapatkan perlawanan dari berbagai pihak, tapi yang pasti masyarakat Indonesia akan mendukung usaha positif ini, sama halnya ketika Menkominfo memblokir situs-situs porno yang banyak menjamur di jagar internet.

Meski demikian, keberadaan game itu memang bukan satu-satunya penyebab kebrutalan anak, tapi menjadi satu point penting mengapa karakter anak-anak menjadi berubah ke arah negatif, karena tontonan di televisi, bacaan yang tidak mendidik,  dan prilaku menyimpang orang-orang di sekitarnya juga menjadi salah satu penyebab terjadinya penyimpangan prilaku anak.

Peran orang tua dalam mengawasi game-game anak

Orang tua tetaplah menjadi pemeran penting pendidikan bagi anak-anaknya. Mereka adalah teladan bagi tumbuh kembang anak. Karena merekalah yang pertama kali bersentuhan dan berbicara dengan anak-anak ketika di rumah, maka semestinya lebih banyak memberikan bimbingan terhadap prilaku anak dan aneka jenis permainan yang disukai anak-anaknya.

Anak lebih bisa dikontrol oleh orang tua lantaran hanya merekalah yang bisa melakukannya di rumah dan terlalu banyak waktu yang bisa dilakukan agar kebiasaan bermain game dalam dibatasi. Tidak hanya pada permainan negatif saja, karena permainan positif ketika anak tidak mendapatkan batasan dari orang tua, maka efeknya amat berbahaya juga. Anak-anak akan lebih banyak menghabiskan waktu dengan gadget dan game PC daripada belajar dan beraktifitas dengan anak-anak lainnya.

Pengaruh negatif selalu saja bisa muncul ketika berkaitan dengan dunia permainan. Sehingga keberadaan orang tua harus selalu menjadi filter dan pengawas atas aktivitas anak-anaknya di rumah.

Mudah-mudahan kita semua bisa menjadi bagian pengendali dan pemerhati masalah pendidikan dan perilaku anak-anak, baik anak-anak pada umumnya dan tentu saja anak sendiri tentunya.

Salam 

Metro, Lampung, 3/5/2016

Komentar