ASN, Jalan Panjang Memiliki Rumah Sendiri

Rumah impian seorang ASN, tapi masih terbatas impian ketika pendapatan tak sebanding dengan kebutuhan Gambar : homedesignpictures.com

Inilah tulisan tentang ASN, Aparatur Sipil Negara kepanjangannya. Seorang yang sempat mengabdi di lembaga tertentu, kemudian berusaha mengikuti test penerimaan PNS (dulu). Mulai dari lowongan Kementerian Agama karena memang sudah memiliki bekal untuk bekerja di sana karena memang pendidikan yang ditempuh sehaluan, dan akhirnya diterima di lembaga bagi anak-anak disabilitas setelah sekian waktu mengabdi di lembaga yang memiliki background yang sama.

Aral rintang tak menyurutkan langkah untuk mengenali, memahami, belajar menangani dan untuk kemudian berusaha menekuni pekerjaan ini denggan ketulusan hati. Bertahun-tahun mengabdi bersama-sama anak-anak yang memiliki hambatan intelektual, fisik, komunikasi dan sosial emosional yang juga memiliki corak yang berbeda.

Menjadi ASN memang membanggakan, dan dulu sempat dielu-elu dan dibangga-banggakan karena kehidupan serba enak dengan fasilitas negara, seperti perumahan, kendaraan tugas, uang tunjangan yang mencukupi, ternyata turut mengundangku agar bisa memasuki wilayah "hangat" itu bersama ribuan bahkan jutaan pegawai lainnya. Bangga bisa duduk bersama orang-orang berseragam, seolah-olah ini adalah kemenangan besar ketika harus berjuang di antara jutaan orang yang ingin bersaing memasuki dunia kerja di pemerintahan ini.

ASN adalah fenomena yang cukup menarik dan menantang, yang semua orang ingin memasukinya, entah dengan cara jujur atau curang semua bisa dilakukan. Tergantung pribadi masing-masing apakah bisa memilih antara yang hak atau batil.

Tapi, bukan tentang nikmatnya menjadi ASN, bukan itu. Tapi perjalanan yang cukup sulit menurutku ketika harus memiliki rumah sendiri. Rumah sederhana yang dibangun di tanah sendiri. Tak perlu menyewa atau mengontrak, dan tak mau terbebani biaya kredit setiap bulan. Karena menurut kami ini adalah beban yang cukup berat untuk dipikirkan. Tak perlu mewah dan gelamor, yang penting atap tidak bocor, tempat tidur yang nyaman dan lantai yang tenang ketika kaki-kaki kami ingin berpijak setelah lelah bekerja seharian. Itulah cita-cita sederhana yang mudah-mudahan 2017 ini benar-benar tercapai sesuai dengan mimpi ini.

Berat bagi kami, meskipun bagi mereka yang berkantung tebal amatlah ringan, ketika harus mengumpulkan energi untuk kemudian siap memulai memondasi rumah, dan menghayalkan rumah mungil nan nyaman dan asri bisa benar-benar terwujud. Seperti pertanyaan yang selalu terlontar dari anak-anak kami "Pak, kapan sih kita punya rumah sendiri?", dan sederet mimpi kecil mereka yang ingin dihargai lantaran tak lagi mengontrak di rumah orang. Dan alhamdulillah sekarang cita-cita kecil itu mulai berwujud.

Sebenarnya kami sudah memiliki rumah, meskipun rumah tua dan bobrok yang kami beli dengan harga murah, dan harus kami jual kembali lantaran berada di perkampungan yang tak aman untuk ditinggali. Perampok dan teror maling selalu menggentayangi fikiran kami. Bagaimana tidak, jika setiap hari ada saja hewan ternak yang hilang. Tak hanya ternak, karena tanaman pun ikut dijarah demi memenuhi kantung perutnya.

Akhirnya dengan berat hati, kugadaikan kembali milik kami, dan kumulai menikmati tinggal di rumah seorang PNS yang cukup sederhana dan dermawan. Rumah yang sekian tahun tak pernah ditinggali dan harus direnovasi kecil-kecilan agar layak ditempati. Bertahun-tahun di rumah ini kami menikmati kehidupan ala PNS yang katanya pekerjaan yang menjanjikan itu. Entahlah, apakah karena kami tak seberuntung mereka yang bisa dengan mudahnya mengoleksi rumah, kendaraan mewah, dan memiliki ansuransi dimana-mana. Tapi tidak dengan kami, rasa-rasanya memang inilah cawan rezeki yang paling pantas untuk kami miliki.

Tepat ditahun 2017 inilah mimpi ini kami wujudkan, meskipun bentuknya belum selayak rumah di deretan perumahan ibukota, tapi memiliki rumah sendiri adalah idaman. Meskipun diseantero negeri tengah berkeluh kesah karena harga-harga semakin melambung tinggi sedangkan gaji sudah tidak memenuhi kantung lagi.

Alhamdulillah, setelah berusaha mendapatkan pembiayaan dari bantuan subsidi pemerintah yang ternyata gagal, sungguh sangat mengetuk jiwa kami bahwa janganlah terus berharap pada orang lain atau siapapun, karena rezeki hanyalah Allah SWT yang punya. Terus meraih impian di antara cemoohan orang. Bahwa kenapa menjadi PNS kalau "kere". Tapi biarlah itu semua hanyalah lolongan-lolongan anjing di jalanan ketika kafilah harus tetap berlalu.

Bersama tiadanya sang belahan jiwa karena harus melalui proses mencari sesuap nasi di rantau orang, kami goreskan catatan-catan hidup yang tetap indah agar menjadi cahaya bagi harapan kebahagiaan di kehidupan selanjutnya.

Yang pasti, hidup itu adalah pilihan, namun manusia hanya terbatas memilih sedangkan penentu utamanya adalah Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa.

Salam


Komentar

Extraordinary News mengatakan…
thanks for your response. i have much problem but i enjoyed