Koneksi Antar Materi Modul 3.3. Pengelolaan Kegiatan/Program yang Berdampak Positif pada Murid

Koneksi Antar Materi Modul 3.3. Pengelolaan Kegiatan/Program yang berdampak positif pada murid


Oleh : M. Ali Amiruddin, S.Ag.

Guru SLB Negeri Metro

CGP Angkatan 8 Kota Metro





Pembelajaran pada Modul 3.3. ini adalah merupakan topik pembelajaran yang membuat saya merasa sangat bersyukur dan merasa lebih percaya diri, karena dengan mendapatkan pengetahuan dan pengalaman baru, saya memahami bagaimana mengelola kegiatan atau program yang berdampak positif pada murid. 


Saya terus menggali pengetahuan, pemahaman dan berusaha terus mempraktikkan konsep ini di kelas saya, meskipun belum sepenuhnya terlaksana, paling tidak saya mendapatkan inspirasi bahwa anak-anak berkebutuhan khusus pun bisa menempatkan dirinya dalam student agency. Seperti ketika belajar mereka bisa memberikan gagasan sederhana terkait materi yang dipelajari, memilih apa media dan proses pembelajarannya, serta mereka merasa menjadi bagian dari pembelajaran itu dan melakukannya dengan senang hati, bersemangat dan bertanggung jawab dalam menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan.


Banyak pengetahuan baru yang saya dapatkan tentu saja semakin menguatkan motivasi saya dalam pembelajaran agar murid-murid merasakan kebahagiaan (well being) dalam setiap perencanaan, proses dan produk yang dihasilkan dari pembelajaran yang dilakukan. Dan sebagai guru saya semestinya terus belajar dan meningkatkan pemahaman serta mempraktikkan pengelolaan program yang benar-benar melibatkan murid.


Hal tersebut saya rasakan ketika sebelumnya saya belum begitu memahami hakikat pembelajaran yang seharusnya sesuai dengan Filosofi KHD bahwa pendidikan itu menuntun murid sesuai dengan kodrat alam dan zamannya sebagai manusia dan makhluk masyarakat, serta bagaimana membawa murid mencapai kebahagiaan yang setinggi-tingginya dengan budi pekerti yang luhur. Maka pada fase ini saya semakin menyadari bahwa ketika pembelajaran itu mesti berpihak pada murid maka pembelajaran itu menempatkan murid sebagai pemimpin dirinya sendiri dan menjadikannya sebagai subjek pembelajaran. Mengelola program dengan sebaik-baiknya dan seoptimal mungkin aset yang dimiliki oleh sekolah.


Aset yang ada di sekolah adalah sumber kehidupan pengelolaan pendidikan, yang mengikutsertakan seluruh elemen dalam sekolah itu, baik kepala sekolah, guru-guru, tenaga kependidikan, komite sekolah, komunitas praktisi dan orang tua sebagai bagian penting dalam membangun ekosistem sekolah yang berkualitas.


Seperti halnya dipahami bahwa murid adalah anak-anak yang memiliki kebutuhan dan potensi yang semestinya didorong agar menempatkan dirinya sebagai agen pendidikan. Dalam ekosistem pendidikan yang baik selalu menempatkan murid sebagai mitra dalam proses pendidikan itu sendiri.


Menempatkan murid sebagai student agency atau kepemimpinan murid yakni menempatkan murid sebagai pribadi yang memiliki voice atau suara, pendapat, gagasan dan ide yang bermanfaat bagi kemajuan pendidikan. Murid tidak hanya memiliki gagasan, namun bisa memperjuangkan gagasannya agar menjadi inovasi dari bagian program yang dijalankan sekolah. Murid tidak hanya berpendapat atau membuat ide, tapi murid didorong mampu dan konsisten mengambil bagian dari proses atau program yang dijalankan.


Selain memiliki suara, gagasan atau ide, sebagai pemimpin pembelajaran murid didorong memiliki pilihan-pilihan terhadap program atau kegiatan di sekolah, baik berupa kegiatan intra kurikuler, ko-kurikuler maupun ekstrakurikuler. Murid memahami bahwa pilihan tersebut adalah tepat dan sesuai dengan hak individu yang memiliki kemampuan memilih apa yang disukai, dengan catatan tetap harus dengan bimbingan guru dan mengikuti kesepakatan kelas dan sekolah dan asas yang sesuai dengan nilai-nilai keberpihakan pada murid.


Selain itu student agency memberikan peluang dan mendorong murid untuk menjadi owner atau pemilik kegiatannya, dan dengan konsekuensi murid-murid akan bertanggung jawab atas program yang telah direncanakan dan dilaksanakan dengan semangat kemandirian, kolaboratif yang bertanggung jawab.


Pendidikan yang menempatkan murid sebagai student agency akan menempatkan murid dalam lingkungan yang membantu tumbuh kembang murid dalam mencapai kemandirian, kemampuan bersosialisasi dan menjalin kolaborasi dengan pihak lain dan juga mewujudkan kepemimpinan murid agar sukses di masa depannya.


Ada 3 sentra pendidikan, yaitu pendidikan keluarga, sekolah dan masyarakat, yang pada implementasinya akan bersinggungan dengan keterlibatan murid dalam proses pendidikannya. Ketiga lingkungan ini akan sangat berpengaruh terhadap proses pembentukan kepemimpinan murid.


Kemudian keterkaitan modul 3.3 dengan modul 1.1 bahwa pendidikan adalah sesuai kodrat alam dan zamannya sebagai manusia dan makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat. Tentu saja sangat berkaitan. Dimana ketika dalam pendidikan menempatkan murid menempatkan posisinya sesuai kodratnya dimana pendidikan itu adalah proses memerdekakan murid dan menuntun tumbuh kembang murid sesuai dengan kodrat masing-masing. Dengan menempatkan murid sebagai student agency maka proses pendidikan tersebut sejalan dengan filosofi KHD.


Bagaimana dengan modul 1.2, dimana guru memiliki nilai dan peran dalam pembelajaran, yaitu berpihak pada murid, mandiri, reflektif, inovatif dan kolaboratif dan peran guru adalah menjadi pemimpin pembelajaran, sebagai coaching bagi guru lain, menggerakkan komunitas praktisi, mendorong kolaborasi antar guru dan mewujudkan kepemimpinan murid. Tentu saja hal tersebut berkaitan erat dengan modul 3.3. di mana dalam modul ini mendorong kepemimpinan murid, guru sebatas menuntun, mendampingi dan memfasilitasi kebutuhan belajar murid agar proses pembentukan kepemimpinan murid dapat berjalan dengan baik.


Dengan modul 1.3, dimana guru harus mampu melakukan prakarsa perubahan dalam sebuah visi guru penggerak,  yang tentu saja sangat berkaitan dengan bagaimana mengimplementasikan prakarsa perubahan tersebut dengan menempatkan murid sebagai agen dalam program yang dibuat oleh guru atau sekolah. Dari prakarsa guru dan berkolaborasi dengan murid terkait ide, pilihan dan kepemilikan maka akan mendukung proses mewujudkan visi guru penggerak dan kepemimpinan murid di dalam programnya.


Keterkaitan antara modul 3.3 dan modul 1.4 adalah bahwasanya dengan menempatkan murid sebagai student agency dan melibatkan kolaborasi dengan seluruh warga sekolah dan komunitas sekolah, tentu akan mewujudkan budaya positif di sekolah dan budaya positif adalah nilai-nilai kebajikan universal yang akan menjadi karakter baik bagi perwujudan kepemimpinan murid.


Sedangkan modul 3.3 berkaitan erat dengan modul 2.1 yaitu bahwa pengelolaan program yang berdampak positif pada murid tentu akan berkaitan pula dengan bagaimana guru mampu melakukan pembelajaran berdiferensiasi, bawa setiap kebutuhan dan potensi anak terfasilitasi dengan baik dan dengan perbedaan-perbedaan tersebut semakin meneguhkan pemahaman bahwa dengan program yang berdampak positif pada murid tentu saja akan bersinggungan bagaimana guru dan sekolah memfasilitasi perbedaan-perbedaan baik suara, pilihan maupun kepemilikan pada murid. Dan itu menjadi sumber daya yang baik bagi menciptakan ekosistem pendidikan yang positif dan dinamis. Sedangkan modul 2.2. pembelajaran sosial emosional menempatkan murid dalam student agency (kepemimpinan murid) akan memberikan dampak yang positif dalam pemenuhan kebutuhan akan mengenal diri sendiri, mengelola diri sendiri, mengenal orang lain, melakukan kolaborasi, memiliki empati

dan mampu mengambil keputusan secara bertanggung jawab. hal itu sejalan dengan konsep kepemimpinan murid, yaitu: voice, choice dan ownership di dalam lingkungan yang menuntun tumbuh kembang kemandirian dan kolaborasi serta kepemimpinan dalam diri murid-murid. 


Bagaimana dengan hubungan antara modul 3.3 dan 2.3? Tentu saja memiliki hubungan yang sangat erat. Yaitu ketika pengelolaan program yang berpihak pada murid dan mendorong kepemimpinan murid tentu akan bersinggungan dengan proses coaching. Di mana proses coaching adalah bagaimana coache mampu menggali gagasan dari coachee dalam menyelesaikan masalah-masalahnya dan kemajuan di masa depan, maka hal ini akan erat kaitannya dalam mendorong murid dalam menggali potensinya, dengan gagasan-gagasan, pilihan dan kepemilikan akan program yang direncanakan dan diaplikasikan dengan penuh rasa tanggung jawab. Ketika program tersebut menempatkan coaching akademik sebagai metode menyelesaikan masalah, maka proses kepemimpinan murid akan dapat terwujud dengan optimal..Murid dapat menempatkan dirinya sebagai pemimpin bagi diri dirinya sendiri maupun orang lain dalam pembelajarannya dengan sikap merdeka dan bertanggung jawab.

Keterkaitan antara modul 3.3 dan 3.1 adalah sangat erat, Bahwa menempatkan murid sebagai student agency akan bersinggungan dengan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab. Di mana setiap pengambilan keputusan semestinya berpihak pada murid, dapat dipertanggungjawabkan dan tentu saja memiliki nilai-nilai kebajikan.

Murid didorong mampu memimpin dirinya sendiri dan bagaimana mereka dapat mengambil keputusan yang tepat dalam rangka menyuarakan gagasan, pilihan dan kepemilikan program sekolah yang nantinya akan mendukung proses pembentukan kepemimpinan pada murid.


Hubungan antara modul 3.3 dan modul 3.2 adalah bahwa dalam mengelola ekosistem pendidikan semestinya selalu berdasarkan pada potensi atau aset dan sumberdaya yang dimiliki sekolah, sedangkan aset atau sumberdaya sekolah di antaranya adalah murid-murid yang mampu berkolaborasi dengan komunitas sekolah dan semua pihak terkait dengan pengembangan sekolah. Maka dari itu ketika sekolah mampu memberdayakan aset sekolah, maka secara tidak langsung akan memberdayakan potensi dari murid-muridnya yang tentu saja mewujudkan student agency secara nyata.


Dengan keterkaitan dengan modul-modul tersebut seharusnya kegiatan atau program menempatkan murid sebagai pemimpin dirinya sendiri yang mampu memberikan gagasan, pilihan dan kepemilikan program tersebut dengan rasa senang dan bertanggung jawab.Dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan proses evaluasi semestinya terus melibatkan murid yang nantinya akan memberikan dampak positif bagi murid baik ketika sekolah maupun ketika telah lulus dan berbaur dengan lingkungan sekitarnya.


Program sekolah yang baik semestinya berdasarkan gagasan murid, pilihan murid dan menempatkan murid sebagai pemimpin bagi dirinya sendiri dalam mengelola program sekolah. Sekolah dan guru seharusnya terus mendorong student agency serta mengoptimalkan sumber daya sekolah serta menggerakkan kolaboratif komunitas sekolah mengoptimalkan peran serta dari kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, komite sekolah, wali murid dan masyarakat sekitar demi mewujudkan sosok yang sesuai dengan Profil Pelajar Pancasila sosok yang menjadi pemimpin di masa depan.


Sebagai kalimat pungkasan dari tulisan ini, saya mengutip pendapat Bp. Zulfikri selaku Pelaksana Tugas Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran (Plt. Kapuskurjar) dalam artikel Kementerian Pendidikan Riset dan Teknologi menyebutkan bahwa “Tolok ukur keberhasilan Kurikulum Merdeka adalah dari keceriaan (kebahagiaan) anak dan kemampuan mereka berkolaborasi menyelesaikan beragam persoalan. Bagaimana lembaga pendidikan mampu menciptakan budaya perilaku positif dalam mencetak SDM yang berkualitas dari waktu ke waktu sebagaimana nilai yang terkandung dalam Profil Pelajar Pancasila.” (Kurikulum Merdeka Membangun Potensi Siswa sesuai Fitrahnya, 18 Februari 2022)


Salam dan Bahagia.


Komentar