Perubahan Kurikulum antara Kebutuhan dan Kesiapan

Belum lama ini, telah dipublikasikan beberapa informasi yang berkaitan dengan akan dirombaknya kurikulum lama dengan kurikulum baru yakni kurikulum tahun 2013. Dengan informasi ini, tentu saja sebagian besar pelaksana pendidikan khususnya guru menjadi shock atau gagap dengan informasi tersebut. Di tambah kurang jelasnya informasi yang mestinya diperoleh guru disebabkan karena informasi tersebut banyak diperoleh dari media internet yang terkadang mungkin pihak yang menyampaikan berita tersebut tidak secara jelas dan rinci sehingga keakuratan informasi belum bisa dipertanggung jawabkan. Persoalan inilah yang menjadi awal pemahaman yang simpang siur antara guru yang satu dengan guru yang lain.


Selain dari informasi yang belum valid, terkadang memang kurikulum tersebut masih digodok oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan sehingga belum layak dipublikasikan. Namun demikian, selang beberapa waktu kemudian dikeluarkannya kebijakan tentang uji kurikulum 2013 yang bertujuan memperkenalkan kurikulum tersebut kepada masyarakat luas lebih khusus guru karena mereka sebagai ujung tombak pelaksanaan kurikulum.

Sebagaimana dijelaskan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan bahwa sedikitnya ada dua faktor besar dalam ke­ berhasilan kurikulum 2013. Pertama, penen­tu, yaitu kesesuaian kompetensi pendidik dan tenaga kependi­dik­an (PTK) dengan kurikulum dan buku teks. Kedua, faktor pendukung yang terdiri dari tiga unsur; (i) ketersediaan buku sebagai ba­han ajar dan sumber belajar yang mengintegrasikan standar pem­bentuk kurikulum; (ii) penguatan peran pemerintah da­am pembinaan dan penga­wasan; dan (iii) penguatan ma­naj­emen dan budaya sekolah.
iklan5-skema2 
  iklan5-skema1 


Berkait dengan faktor perta­ma, Kemdikbud sudah mende­sain­­ strategi penyiapan guru se­­bagaimana digambarkan pa­da skema penyiapan guru yang me­ibatkan tim pengembang kurikulum di tingkat pusat; instruktur diklat terdiri atas unsur dinas pendidikan, dosen, widya­swara, guru inti, pengawas, ke­­pala sekolah; guru uta­ma me­iputi guru inti, penga­was, dan kepala sekolah; dan guru mereka terdiri atas guru kelas, guru mata pelajaran SD, SMP, SMA, SMK.

Pada diri guru, sedikitnya ada empat aspek yang harus di­beri perhatian khusus dalam rencana implementasi dan ke­terlaksanaan kurikulum 2013, yaitu kompetensi pedagogi; kompetensi akademik (keilmuan); kompetensi sosial; dan kompetensi manajerial atau kepemimpinan. Guru sebagai ujung tombak penerapan kurikulum, diharapkan bisa menyiapkan dan membuka diri terhadap beberapa kemung­kinan terjadinya perubahan.

Kesiapan guru lebih penting­ daripada pengembangan kuri­kulum 2013. Kenapa guru menjadi penting? Karena dalam kurikulum 2013, bertujuan mendorong peserta didik, mampu lebih baik dalam melakukan observasi, bertanya, bernalar,­ dan mengkomunikasikan (mempresentasikan), terhadap apa yang mereka peroleh atau mereka ketahui setelah mene­rima materi pembelajaran.

iklan5-gbr1

Melalui empat tujuan itu diharapkan siswa memiliki kompetensi sikap, ketrampilan, dan pengetahuan jauh lebih baik. Mereka akan lebih kreatif, inovatif, dan lebih produktif. Disinilah guru berperan be­sar di dalam mengimplementa­sikan tiap proses pembelajaran pada kurikulum 2013. Guru ke depan dituntut tidak hanya cer­das tapi juga adaptip terhadap perubahan.


"Namun demikian, persoalan yang mendasar adalah bukan hanya pada kurikulumnya akan tetapi terletak pada kesiapan guru dalam mengaplikasikan kurikulum baru tersebut dalam proses pembelajaran."

Ada beberapa aspek yang menjadi persoalan penting bagi guru:

Pertama: Guru yang selama ini dikenal merupakan lulusan sekolah yang benar-benar mengajarkan tentang ilmu keguruan baik didaktik maupun metodik serta ilmu-ilmu lain yang menjadi dasar bagi guru dalam mengaplikasikan perannya sebagaia guru dalam pembelajaran hal ini merupakan persiapan awal seorang guru bisa menjadi pendidik yang sesungguhnya tidak hanya berlandaskan pengetahuan umum saja akan tetapi benar-benar mempelajari tentang penanganan anak di kelas yang biasanya diikuti selama 4 tahun bahkan lebih guna memperoleh gelar Sarjana Strata 1 Kependidikan. Namun fakta di lapangan begitu banyak guru yang bukan berasa dari keguruan akan tetapi lulusan eksak memperoleh pendidikan guru yang hanya 1 tahun, meskipun tidak menutup kemungkinan guru-guru tersebut lebih mahir dalam proses pembelajaran di kelas. Akan tetapi lebih dari sekedar kemampuan mengajar di kelas akan tetapi bagaimana proses menjadi guru mestinya melalui proses yang panjang dan tidak secara instan. 

Kedua, Program pengembangan profesionalisme guru terkadang berjalan seperti serba cepat dimana begitu mudahnya peraturan perundangan berubah sehingga proses rekruitmen sertifikasi guru mengalami perubahan di mana pada awalnya Portofolio, PLPG, beralih ke UKG kemudian berubah kembali kebijakan tersebut menjadi PPG dimana prosesnya dapat diikuti oleh lulusan pendidikan S1 sebagai pengganti Akta IV, yang terkadang menjadi problema pendidikan yang tidak habis-habisnya mencari pakem atau dasar dalam mengelola pendidikan. Ditambah pihak dinas pendidikan tingkat kabupaten / kota yang lambat dalam memberikan sosialisasi mengenai perubahan undang-undang tersebut. 

Ketiga, ketidaksiapan guru dalam mengaplikasikan kurikulum baru yang berimbas pada terganggunya kinerja guru lebih-lebih siswa sebagai obyek penderita dari kurikulum yang terus berubah.

Namun demikian, sebagai guru, terlepas dari identitas sebagai guru bersertifikat maupun yang tidak memang tetap menerima semua program yang dihasilkan pemerintah pusat baik dengan proses sosialisasi pemerintah daerah, pendidikan dan pelatihan kurikulum dari pusat  maupun secara otodidak belajar sendiri berdasarkan buku-buku yang diterbitkan oleh pemerintah. Akan tetapi lebih sempurnanya jika pelaksanaan kurikulum baru sudah dipersiapkan sebelumnya dengan guru-guru yang benar-benar dibekali kemampuan memadai sehingga benar-benar siap menerima perubahan. InsyaAllah

Komentar