Gara-gara Mie Instan, Lahirlah Generasi Instant



Emang ada hubungannya antara mie instant dan generasi instan mas? Lah gak tahu lah yaw.

Akhir-akhir ini muncul berita yang cukup menghebohkan dunia pendidikan kita, beberapa perguruan tinggi odong-odong dibekukan alias dibanned oleh pemerintah lantaran mengeluarkan ijazah palsu. sumber

Perguruan tinggi yang notabene hanya memanfaatkan kebodohan dan ambisi jabatan dengan melalui jalan pintas. Mengikuti pendidikan yang tak pernah kuliah tapi ingin segera lulus dan mendapatkan predikat cumlaude, meski dengan nilai rekayasa dari pihak pengelola. Dampaknya muncullah para lulusan odong-odong ala kambing ompong.

Mereka memiliki ijazah tapi ilmunya amat cetek, dan yang membuat prihatin lagi, mereka tidak malu-malu lagi menempelkan gelarnya di belakang nama. Entah MBA, BBA, BBC, atau Berbeqiu. Yang pasti dengan embel-embel panjang para pejabat kala itu ingin mendapatkan legitimasi dari banyak orang bahwa mereka adalah tokoh yang memiliki pengetahuan dan keilmuan yang tinggi, meski kualitas tidak memenuhi syarat sama sekali. 

Kalau sudah begini ada nggak hubungannya sama mie instant? Coba tanya yang bersangkutan!

Fenomena ijazah palsu memang sudah bertahun-tahun terjadi di negeri ini, negeri yang notabene bangsa yang menjunjung adat ketimuran (katanya), memegang teguh prinsip agama, kejujuran dan akuntabilitas yang tinggi, tapi faktanya masih selalu ada pihak-pihak yang berani menyelenggarakan pendidikan meski tidak pernah terlihat mendidik, tapi nyatanya bisa mengeluarkan ijazah.

Mereka berani menyebarkan selebaran pengumuman penerimaan mahasiswa baru dengan sederet gambar-gambar wisudawan sukses, dan aneka janji beasiswa. Aneka gambar dan iming-iming beasiswa menjadi faktor penting kenapa perguruan tinggi odong-odong ini bisa mendapatkan mahasiswa. Belum lagi, para penyelenggara pendidikan itu memberikan janji kuliah tak perlu masuk, yang penting ada duit segepok maka bisa lulus dweh.

Bahkan kala itu, saya melihat dengan mata kepala sendiri, seorang pegawai negeri (karena dilihat seragamnya adalah seorang pegawai) tiba-tiba datang ke kampung saya karena telah ada janjian dengan salah satu penduduk terkait ijazah pesanan. Sontak saya langsung curiga, bahwa pegawai ini sepertinya pembuat ijazah palsu.
Ia memalsukan ijazah dengan iming-iming uang jutaan rupiah. Pemesan sudah punya usaha, tapi karena ingin naik jenjang menjadi pejabat karena hendak menyalonkan diri sebagai anggota DPRD, maka niat jahat pun muncul. 

Bagaimana kalau saya beli ijazah palsu aja ya? Boleh jadi pertanyaan ini yang berkecamuk dalam pikiran yang bersangkutan. 

Namun untung saja, karena kebetulan si pegawai ini melihat saya ada di depannya, ia pun mengurungkan niatnya memberikan ijazah aspal itu kepada pemesan, dan si pemesan, sedikit ketakutan lantaran takut saya laporkan sebagai transaksi ilegal. 

Saya melihat antara pembuat dan pembeli ijazah ada hubungan kausalitas, si pembuat tidak akan mendapatkan order kalau tidak pandai-pandai menyusun strategi pemalsuan dan bekerjasama dngan kolega agar proses ini lancar jaya, begitu pula dengan si pemesan, yang penting memiliki uang segepok, maka usahanya untuk mendapatkan ijazah aspal sudah bukan impian lagi. Ada gula ada semut. Dan seperti hukum simbiosis mutualisme, keduanya merasakan manfaatnya meskipun berjalan di atas rell yg keliru. 

Sayang sekali usahanya ingin mendaftar sebagai anggota DPRD harus kandas lantaran uang yang diberikan tak cukup untuk membeli perahu. Beruntung ia tidak jadi nyalon, bagaimana kalau sudah kadung nyalon apa nggak berabe itu? Memiliki pemimpin atau wakil rakyat menggunakan ijazah palsu. Boleh jadi karena efek sering makan mie instan ya? Karena setahu saya yang bersangkutan hobi sekali menikmati jenis kuliner ini.

Kasus pemalsuan ijazah penah booming sewaktu belum begitu santer aksi tangkap tangan anggota dewan yang menggunakan ijazah fiktif ini, lantaran para tokoh tersebut menganggap hanya dengan uang segalanya menjadi beres. Tapi oh ternyata, meskipun mereka berusaha menutup kasus dengan segepok uang, faktanya para pengguna ijazah palsu akhirnya tertangkap juga. Ada efek jera yang diberikan kepada para pelaku dan pengguna ijazah ini. 

Bahkan di beberapa dekade yang sudah lalu, publik sering melihat papan nama para wakil rakyat yang memiliki gelar yang teramat panjang, bahkan kalau disambung-sambung ala kereta komuter line di Jakarta.

Bagaimana tidak mengherankan, seorang wakil rakyat yang tidak pernah sekolah karena memang tak sekolah tapi karena banyaknya dukungan dan uangnya juga segunung, kog bisa-bisanya mencalonkan dirinya menjadi wakil rakyat? Aneh kan? Dan yang lebih aneh lagi, sudah tahu calon wakil rakyatnya menggunakan ijazah palsu kog masih dipilih juga? Ee belum lama berselang duduk di kursi empuk itu, tiba-tiba embel-embel di belakang namanya sudah berjejer seperti kereta api.

Saya hanya bisa membayangkan darimana mereka mendapatkan ijazah itu? Dan berapa sih uang yang mereka gelontorkan sehingga pihak perguruan tinggi bisa dengan mudahnya mengeluarkan ijazah itu? Tentu saja pertanyaan-pertanyaan ini sampai sejauh ini masih tetap menjadi pertanyaan belaka, toh faktanya fenomena pemalsuan ijazah masih kerap dilakukan. 

Pemalsuan ijazah tidak melulu pada pendidikan formal pada perguruan tinggi, karena fenomena pemalsuan ijazah pun boleh jadi dilakukan pada lembaga-lembaga non formal seperti kejar paket A, B, C atau D yang saat ini diselenggarakan untuk masyarakat yang belum melek pendidikan lantaran kondisi ekonomi dan kesempatan yang tidak mereka dapatkan.

Adapula secara terang-terangan seorang calon kepala desa meminta dibuatkan ijazah paket C karena ingin lolos dalam pencalonan. Uang sekali lagi menjadi alat paling hebat untuk mencapai ambisi kekuasaannya. Sudah tahu calonnya memakai ijazah palsu yang memilih juga mau. Dan aneh lagi pemilik yayasan penyelenggara kebetulan adalah yayasan berkedok agama, kog mau-maunya meloloskan permintaan si pemesan? Benar-benar nggak masuk di ngakal.

Siapa yang salah dalam hal ini? Apakah pemerintah selaku pemilik kebijakan kependidikan? atau pabrik mie instant yang sudah menciptakan generasi-generasi instant ini? Bahkan fenomena ini menjadi bahan sindiran, lah makanannya mie instan bagaimana gak ingin serba insant. Sekolah kepinginnya cepat lulus meski nyontek dan nyogok sekolahnya, hidup kepinginnya makmur, meski tak mau keluar keringat. Mereka mencari uang dengan melakukan kejahatan karena ingin segera hidup kaya raya. Semua diatur sesederhana mungkin agar menjadi mudah. Lagi-lagi generasi insant menjadi awal kehancuran sebuah peradaban.

Portal PUPNS, Cara jitu menjaring ijazah palsu

Beberapa bulan ini, tepatnya September pemerintah membuat kebijakan kepada pegawai negeri sipil agar mendaftar dan mengisi sederet kolom perintah di portal PUPNS. Tujuannya untuk melakukan update data dan pemetaan kepada guru-guru terkait bidang tugasnya. Tentu kebijakan ini berdampak positif bagi para abdi negara ini. Meskipun di antara mereka ada yang terlihat gagap termasuk saya sendiri lantaran sulitnya mengakses situs tersebut. Entah karena sibuknya jaringan, atau servernya yang perlu diupgrade ulang. Belum lagi guru-guru senior yang biasanya main mengupah kepada operator internet, maka keberadaan PUPNS ini cukup merepotkan.
Namun sekali lagi, karena kebijakan ini menyeluruh dan harus di follow up maka mau tidak mau kebijakan ini harus dilaksanakan.

Diperkirakan hingga Desember pendataan guru akan selesai dan bagi yang tidak segera melakukan update data maka yang bersangkutan dianggap berhenti atau mengundurkan diri.
Terlepas dari itu semua, yang turut menjadi perhatian adalah ketika update data itu benar-benar dilakukan tentu pegawai yang bersangkutan harus mencantumkan ijazahnya tersebut. Dan bukan tidak mungkin, ajab ada ijazah palsu yang dikantongi kementrian. Dan benar, semenjak diluncurkannya portal PUPNS itu, sudah ada ribuan ijasah yang dianggap ilegal alias palsu. Dengan alasan perguruan tinggi tersebut dianggap fiktif. sumber

Terang saja, karena dianggap fiktif lantaran tidak mengantongi izin dari Kemenristek Dikti, maka sudah dapat dipastikan semua aktifitas yang PT itu lakukan harus dibekukan, dan risikonya mahasiswa yang sudah kadung mengikuti perkuliahan harus dirumahkan untuk sementara waktu. Sampai ada kebijakan lain yang ditelurkan oleh pemerintah terkait PT yang dianggap fiktif ini. Dan sampai sekarang sudah ada 12 perguruan tinggi yang ditutup lantaran dianggap mengeluarkan ijazah palsu. Sumber dan sumber

Dan tentu saja, jika pemerintah sendiri sudah menjaring ribuan ijazah palsu, maka dimungkinkan pemilik ijazah tersebut dapat diberhentikan dari pekerjaannya. Masih beruntung sekedar diberhentikan, bagaimana jika dituntut sebagai tindakan pemalsuan dokumen negara? Wah bisa tambah runyam kan?

Oalah mie insant.... kenapa engkau jadi kambing hitam?


Komentar