Melecehkan Al-Qur'an, Ahok Menggali Lubang Sendiri

Sumber: kupang.tribunnews.com



Miris sekali fenonema saat ini. Ahok yang sampai seajauh ini  dianggap oleh pengagumnya sebagai sosok yang sering berbicara kasar ini, eh tiba-tiba terkena karmanya sendiri. Karma yang sejatinya amat dekat pada sosok-sosok yang banyak membuat angkara murka. 

Orang yang begitu dielu-elukan oleh pemilihnya karena dianggap tokoh yang bisa membangun ibukota dengan konsep yang cerdas nyatanya di akhir periode ini justru memancing kontradiksi. Tanpa disadari atau mungkin sudah terstigma dalam fikiran tentang umat Islam dan ayat-ayat dalam Al Qur'an, tanpa disengaja menyebut bahwa Al Qur'an sudah membodohi rakyat karena melarang memilih Ahok yaitu surat Al Maidah ayat 51 . Sebagaimana banyak dirilis oleh media mainstream dan diupload di youtube.com.

Padahal dalam ayat itu sudah jelas memang umat Islam dilarang memilih pemimpin kafir di antara mereka. Mengapa? Karena bagaimanapun hebatnya orang yang sudah menyekutukan Tuhan maka dia berarti sudah menghianati cintanya terhadap Tuhannya. Dan sudah dapat dipastikan golongan ini akan menghianati pemilihnya, atau bangsanya sendiri.

Semua orang berhak menentukan pilihannya, karena kesamaan agamanya tanpa harus dibuat ragu. Karena keimanan seseorang bersumber dari kitab suci yang dipedomaninya. Dan semua agama pun meyakini hal ini. Jadi amat wajar jika umat Islam memilih pemimpin yang Islam pula.

Apalagi pemimpin akan berkaitan dengan agamanya, jika umat Islam maka secara otomatis memikirkan bagaimana membangun umatnya pula. Meskipun dalam perjalanannya nanti tidak boleh diskriminatif dengan pemeluk agama lain lantaran itu melanggar undang-undang.

Ibarat kata, bagaimana bisa diharapkan kepemimpinannya membela agama Islam jika dia sendiri antipati dengan agama ini. Meskipun berkoar-koar tidak boleh mengatasnamakan SARA tapi di lain waktu selalu menggunakan simbol agama demi meraih suara dan bertindak diskriminatif.

Terbukti, meskipun masyarakat Jakarta dari golongan bawah sudah berbondong-bondong memilih tokoh ini, ternyata justru diperlakukan tidak manusiawi, digusur dan dipaksa untuk menempati rumah susun yang harus menyewa. Padahal sebelumnya di antara mereka ada yang sudah memiliki tempat tinggal, tapi dengan terpaksa harus meninggalkan rumahnya sendiri demi harus mengontrak di sebuah rumah susun.

Karena pernyataan yang sudah menyinggung umat Islam itu, muncullah beragam reaksi kekecewaan karena Ahok sudah melecehkan umat Islam dan tentu Al Qur'an itu sendiri. Bahkan tak hanya umat Islam yang geram, karena para tokoh agama termasuk MUI memberikan pernyataan kecewa karena Ahok sudah melakukan tindakan provokatif SARA. Yang tentunya bisa berujung sentimen kepada agama tertentu karena ungkapan yang amat tidak layak diucapkan itu. Maka sewajarnya, hukum yang semestinya sebagai panglima harus mengadili tindakan yang amat rendah ini.

Dengan hadirnya video penghinaan Ahok itu maka mau tidak mau umat Islam pun mulai berpikir bahwa selama ini memang Ahok telah melecehkan umat Islam dan tanpa sadar terlontar kata-kata bahwa ia benar-benar tidak ingin umat Islam mempedomani Al-Qur'an.

Ahok geram karena dianggap memfitnah, padahal rekaman video menunjukkan bahwa Ahok benar-benar telah melecehkan Kita Suci umat Islam tersebut.  Dan faktanya tidak ada bukti bahwa penguploud video sudah merekayasa, karena justru Ahok sendirilah yang sudah memancing-mancing persoalan SARA, di masa-masa ibukota hendak menyelengarakan hajat Pilkada.

Masyarakat muslim pun menyatakan kekecewaannya, meskipun ada beberapa orang yang justru membelanya habis-habisan. Dengan alasan yang bersifat klise meyakinkan semua orang bahwa Ahok tidak bermaksud menghina. Meskipun sudah jelas bahwa kata-kata yang dilontarkan itu benar-benar pelecehan.

Bagaimana tidak melecehkan, kalau secara terang-terangan mengatakan bahwa surat Al Maidah ayat 51 itu membodohi warga agar tidak memilihnya. Padahal apa yang disampaikan dalam AlQur'an adalah kebenaran.


Ketika berbicara tidak menggunakan etika, maka keruntuhan adalah akibatnya

Perlahan tapi pasti, konsentrasi masyarakat saat ini mulai ke arah yang lebih fokus. Di mana di awal-awal pencalonannya begitu banyak umat Islam yang berusaha netral terhadap para calon Kepala Daerah yang tidak memandang agamanya, ternyata sejauh ini semakin terpecah.

Keterpecahan ini diawali oleh sikap dan kata-kata yang tidak layak diucapkan oleh seorang Ahok sebagai calon kepala daerah meskipun seorang petahana. Dan seandainya saat ini masih menjadi pejabat daerah, tapi dukungan masyarakat bisa saja melorot dan anjlok ke dasar yang paling bawah. Semua disebabkan karena kata-kata Ahok yang menghina kita suci Al Qur'an.

Andaikan saja Ahok tidak memunculkan sikap sentimentil dan bersinggungan dengan SARA maka reaksi penolakan massa tidak akan terjadi. Meskipun ia tetap teguh mengatakan tidak melecehkan tapi nasi sudah menjadi bubur, dan umat Islam sudah terlanjur kecewa dan tahu betapa selama ini Ahok berusaha menjauhkan umat Islam dari agamanya. Ahok ingin umat Islam tidak lagi berpedoman pada Al-Qur'an dengan alasan Pancasila. Padahal selama ini masyarakat meyakini bahwa Pancasila pun berkiblat pada Al Qur'an.


Hal lain yang patut dicermati dari reaksi masyarakat ini adalah karena ucapan yang dilontarkan jelas-jelas menyinggung perasaan umat Islam, maka dampaknya akan menjatuhkan kredibilitas Ahok di mata publik khususnya Umat Islam. Karena secara peta politik, umat Islam tetap menjadi pemilih terbanyak. Meskipun pada tataran pemilihan saat ini suara umat Islam sudah terpecah antara Anis - Uno dan Agus - Silviana yang tentu masih memunculkan segala macam kemungkinan.

Kalau putaran pertama pemilih sudah bertekad bulat memilih yang seagama maka berdampak pada peroleh suara pada kedua calon tersebut akan semakin bulat dan kemungkinan besar Ahok kehilangan suaranya. Kecuali ada permainan politik yang biasanya ada permainan curang yang berakibat pada perubahan suara di tingkat TPS.

Ketika hendak berlaga, tahan diri untuk tidak menyulut SARA

Sekali lagi masalah SARA merupakan masalah pelik dan rumit serta sensitif di luar persoalan sukuisme, karena selama ini kebanyakan pemilih akan memilih calon yang berasal dari satu agama. Apalagi memilih sesama agama adalah keharusan dan kebutuhan agar kebijakan publik pun memperhatikan nilai-nilai agama yang dianut.

Seperti bagaimana Ahok berusaha melegalkan peredaran miras di Ibukota, yang dengan alasan peredaran dibatasi hanya wilayah-wilayah tertentu. Padahal dalam Islam, miras adalah haram dan sejatinya harus dijauhi dan dilarang peredarannya. Jika hendak dilegalkan tentu melawan aturan undang-undang dan kitab suci sendiri.

Belum lagi pernah munculnya wacana dibuatkan perda tentang peredaran daging anjing. Meskipun terjadi penolakan, ternyata sikap Ahok ini pun memancing umat Islam. Hal-hal yang sensitif inilah yang memunculkan sentimen SARA dalam Pilkada, karena pada prinsipnya agama apapun yang dianut maka akan mempengaruhi sebuah kebijakan daerah itu.

Begitu pula terkait ucapan Ahok terhadal Al Qur'an, karena imanlah umat Islam tersulut emosi dan bereaksi karena kitab sucinya telah dilecehkan. Persoalan yang sejatinya tidak perlu muncul ketika masyarakat harus menahan diri dari persoalan SARA justru Ahok sendiri justru melakukan pelecehan kitab suci secara terang-terangan. Dampaknya tentulah umat Islam akan berantipati dan menarik dukungannya pada pemilihan kepala daerah DKI Jakarta 2017 mendatang.

Boleh jadi Ahok menganggap tidak bermasalah ketika proses Pilkada nanti, tapi suara umat Islam tidak bisa diabaikan begitu saja. Karena secara de-facto umat Islam akan tersinggung jika agama dan kitab sucinya dilecehkan.

Salam damai



Komentar