Kelompok Wanita Tani (KWT) Solusi Permasalahan Mahalnya Cabai


Gambar: Salah satu cara budidaya tanaman sayur di pekarangan (batampos.co.id)




Akhir-akhir ini, bangsa Indonesia tengah dihadapkan dengan beragam persoalan. Baik persoalan SARA, politik luar negeri dengan Australia terkait pelecehan salah satu prajurit mereka yang melecehkan Pancasila.

Begitu pula dengan negara-negara lain yang belum lama ini menjadi topik diskusi di berbagai media nasional. Semua kondisi yang melingkupi tentu saja mempengaruhi stabilitas sosial dan politik di negeri ini.

Adapula persoalan imigran ilegal dari China yang sampai sejauh ini membuat keresahan anak negeri. Serta pro dan kontra terkait pekerja asing lain yang juga membanjiri perusahaan-perusahaan di Indonesia yang jumlahnya seperti tidak terkendali. 

Tidak hanya persoalan sosial dan politik, karena adapula persoalan ekonomi yang tak kalah rentannya jika dihadapan pada kondisi masyarakat saat ini. Naiknya harga sembako yang semakin meroket, terutama yang sangat santer adalah naiknya harga cabai yang tembus di atas ratusan ribu ripuah, yang sedikit banyak cukup menimbulkan pro dan kontra pula di kalangan masyarakat bawah. Antara suka dan tidak suka, sepakat dengan kenaikan atau pasrah dengan keadaan menjadikan kebutuhan dasar masyakat itu turut memicu keresahan.

Namun demikian, hakekatnya semua persoalan yang terjadi tidak akan muncul dengan sendirinya, melainkan merupakan hubungan kausalitas yang selalu saja muncul di tengah-tengah kita.

Ketika persediaan cabai di masyarakat tengah menurun, tentu berdampak harga-harga yang melambung tinggi. Apalagi nilai tukar dolar yang terus naik disertai aneka bencana yang terjadi hingga hasil panen petani menjadi menurun drastis. Semua itu akan berdampak pada keberadaan bahan pokok tersebut di masyarakat.

Masih cukup dimengerti jika kenaikan itu berkaitan dengan nilai dolar yang terus mempermainkan nilai mata uang Rupiah kita, karena kenaikan dolar tergantung siapa pemilik dolar, dan seberapa besar perputaran rupiah di masyarakat karena semua itu juga sangat berkaitan.

Namun demikian, terlepas dari nilai dolar terhadap harga kebutuhan pokok khususnya cabai tentu akan lebih elok jika menyerahkan fenomena keuangan dunia di tangan pihak-pihak yang lebih mengerti, berwenang dan berkepentingan. Masyarakat hanyalah pelaku pasar kelas bawah yang tinggal menunggu perintah dari petinggi di negeri ini. Apapun yang terjadi mereka akan selalu menerima imbasnya, entah dengan sadar atau tidak disadari sebelumnya.

Ada upaya yang saat ini cukup kongkrit yang sejauh ini dilaksanakan oleh pemerintah adalah pembentukan perkumpulan bagi para  ibu-ibu yang notabene adalah petani. Tepatnya ibu rumah tangga yang merangkap sebagai petani karena kebetulan suaminya adalah petani pula. Yaitu dibentuknya Kelompok Wanita Tani (KWT) yang saat ini sudah banyak di didirikan di kalangan masyarakat perdesaan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 273/kpts/OT.160/4/2007/tentang Pedoman Pembinaan Kelembagaan Petani, maka Kelompok Wanita Tani menjadi salah satu program alternatif memberdayakan para ibu tani agar berdaya guna, berdikari, dan membangun kerjasama dalam kelompok pertanian. Bekerja sama dalam kelompok pertanian untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian secara ekonomi dan tentu saja muaranya agar meningkatkan derajat ekonomi para petani.

Kerjasama tersebut tentu saja tidak hanya berkaitan dengan tanaman cabai yang saat ini tengah santer pemberitaannya, tentu ada objek tanam yang juga meluas pada produk lain yang bisa diberdayakan lagi. Seperti tanaman sayuran, buah-buahan, pertanian dan perkebunan skala rumahan pun bisa dilakukan. Itu semua merupakan visi, misi Kementerian Pertanian yang hakekatnya bukan hanya isapan jempol belaka, namun bisa benar-benar tumbuh dan berkembang meningkatkan kemampuan protektif masyarakat tani dalam menghadapi naik turunnya harga bahan pokok yang sampai sejauh ini masih sulit diatasi.

Jika pelaksanaan program kementerian ini disambut dengan hangat, dan dilaksanakan oleh para pemangku kebijakan serta masyarakat bawah khususnya petani, tentu saja pernyataan Menteri Pertanian baru-baru ini bahwa jika harga cabai malah maka menanam di rumah tentu menjadi solusi jitu dan cerdas. Bahkan jika benar-benar berkembang secara luas, maka Kelompok Usaha Tani bisa menjadi solusi untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya, karena bisa mengikuti arus fluktuasi harga yang selalu berubah dengan keuntungan yang juga melimpah.

Menaman cabai di rumah, alternatif ketahanan pangan bagi rakyat

Betapa positifnya program pertanian dari Kementerian Pertanian tersebut, dimana jika setiap rumah tangga bisa menanam cabai minimal 5 pot, dengan bibit yang berkualitas dan cara penanaman yang baik tentu bisa menghasilkan cabai yang cukup untuk kebutuhan sehari-hari, apalagi lebih dari lima pot, maka bisa dijual ke warung tetangga.

Begitu pula dengan tanaman lain selain cabai yang juga variannya cukup banyak yang hakekatnya amat mudah dibudidayakan.

Tidak hanya produk tanaman, karena produk perikanan pun bisa dibudidayakan di pekarangan rumah. Seperti memelihara lele, gurami, belut dalam kolam-kolam kecil atau drum sekalipun bisa dilakukan. Ayam buras hakekatnya juga bisa dipelihara. Itu semua bisa dibudidayakan oleh masyarakat petani di pekarangan rumah dengan media tanam yang tidak perlu luas.

Tidak salah dengan apa yang disampaikan oleh Bapak Menteri Pertanian :

“Terlalu cengeng kita, kalau harga cabai naik saja kita teriak-teriak, kita harus mulai menanam per rumah tangga, habis masak kalau masih ada sisa biji cabai buang saja di tanah atau tanam di pot, nanti juga menghasilkan,” kata Amran Sulaiman. (possore.com)

Semua persoalan pangan bisa diatasi dengan pemberdayaan petani, khususnya ibu-ibu yang secara kontinu dibina oleh pemerintah dan didukung tokoh-tokoh desa, tapi semua itu menjadi isapan jempol belaka jika di masyarakat petani justru masih mengandalkan produk dari pedagang yang semestinya bisa ditanam atau diproduksi sendiri.

Pelaksanaan Kelompok Wanita Tani (KWT) yang penuh batu sandungan

Sebagaimana paparan pendahuluan tulisan ini, bahwa KWT menjadi salah satu motor penggerak ekonomi kerakyatan hakekatnya benar-benar bisa menuai hasil jika aktualisasinya mendapatkan dukungan penuh dari semua pihak. Seperti misalnya ketika proses pembentukan dan pembinaan benar-benar disupport oleh aparat berwenang tentu saja kendala yang ada bisa diatasi secara bersama-sama.

Lain lagi dengan pembentukan KWT di Kelurahan Sumbersari, LK-1, ternyata sedikit banyak mengalami hambatan, dimana proses perizinan cukup mendapatkan pertentangan dari oknum pegawai, pun juga mendapatkan pertentangan dari Ketua Kelompok Tani setempat. Hal ini disampaikan oleh salah satu masyarakat yang kebetulan hendak mendirikan KWT ternyata proses yang berbelit-belit dan terkesan dipersulit.

Adanya oknum pegawai yang sengaja mempersulit dengan alasan yang dibuat-buat.

Tentu saja, harapan besar agar kelompok-kelompok pertanian itu terus tumbuh menjadi agak terkendala. Karena sulitnya proses pembentukan maka pada saat ini keberadaannya pun masih belum terlihat.

Persoalan ini tentu saja boleh jadi menjadi salah satu dari sekian persoalan dari pembentukan KWT di seluruh Indonesia. Terkait prosedur yang berbelit-belit, perizinan yang cukup dipersulit dan sistem yang menjadikan independensi kelompok tani bagi para ibu-ibu atau wanita ini menjadi persoalan yang cukup rumit. Belum lagi kasus pungli yang cenderung terjadi ketika pemerintah menggulirkan dana bantuan bagi masyarakat tersebut.

Meskipun ada yang mengalami kendala, ternyata di wilayah lain mengalami kemajuan yang berarti dan mendapatkan apresiasi dari pemerintah setempat. Hal inilah yang semestinya menjadi contoh agar kedepannya segala persoalan prosedur perizinan lebih dipermudah lagi.

Padahal jika berpijak pada peraturan menteri di atas, maka persoalan di tingkat bawah tidak akan menjadi kendala yang berarti. Karena jika proses pembentukan dan pembinaannya benar-benar didukung semua pihak, maka program pemerintah terkait pengentasan kemiskinan dan menciptakan kemandirian masyarakat di bidang pangan akan dapat tercapai secara optimal.

Salam

Komentar