Gambar : Plt. Kepala SLBN Metro, Murid dan Guru Kelas tengah berfoto bersama (doc. pribadi) |
Kita mungkin pernah berpikir bahwa lulus sekolah adalah akhir segala-galanya. Atau mungkin menganggap bahwa dengan kelulusan tersebut maka masalah kehidupan telah selesai. Sungguh ini adalah penilaian yang kurang tepat ya?
Yap, ketika kita menduga bahwa berakhirnya masa pendidikan adalah akhir sebuah perjalanan menuntut ilmu, ternyata pendapat ini tidak semuanya benar. Mengapa? Karena persoalan-persoalan ketika bersekolah pastilah akan ditemukan lagi pasca menyelesaikan pendidikannya.
Hal tersebut dimulai dari seperti persoalan apakah nanti setelah lulus sekolah akan melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi? Atau ingin mengakhiri pendidikan dan mulai bekerja? Atau banyak fakta yang kurang enak dirasakan oleh lulusan SMA misalnya, ketika mereka terpaksa atau dituntut untuk segera menikah, baik karena dijodohkan atau tuntutan dan kondisi kehidupan keluarga yang kurang beruntung.
Beberapa pilihan yang boleh jadi "rumit" ini memang selalu saja terjadi, kita sebagai generasi tua pun pernah mengalami gejolak dan fenomena konflik batin. Apakah meneruskan pendidikan, putus sekolah dan mencari pekerjaan, atau "terpaksa" menikah karena dorongan dari orang tua.
Dari ketiga persoalan itu tidak mudah diurai masalahnya dan tidak sulit pula untuk dicarikan jalan tengahnya.
Namun dari tulisan ini adalah sekedar ingin menggali, apakah dengan lulus dari pendidikan dengan serta merta lepas dari tanggung jawab atau kewajiban sebagai manusia yang harus belajar sepanjang hayat dan menghadapi persoalan lain dalam kehidupannya?
Pertanyaan tersebut tentu saja bermula dari masalah diantaranya karena banyak anak yang terkadang kurang mampu memutuskan apakah ingin melanjutkan pendidikan atau justru stop dan mengakhiri proses pendidikannya dengan mencari pekerjaan.
Persoalannya sebenarnya ada dua hal:
Pertama, bagi anak-anak yang berprestasi sejatinya pemerintah telah memberikan bantuan bagi murid yang kurang mampu secara ekonomi berupa PIP (Program Indonesia Pintar).
Program ini sejatinya sangat membantu bagi murid-murid yang ingin melanjutkan program pendidikannya di perguruan tinggi. Dengan prestasi yang dimiliki ranking di sekolahnya, mereka lebih berkesempatan mendapatkan beasiswa atau keringanan biaya pendidikan. Maka tak sedikit anak-anak kurang mampu yang mampu melanjutkan belajarnya sampai ke perguruan tinggi. Kesempatan emas jika mereka adalah murid yang berprestasi.
Nah, bagaimana dengan murid yang kurang berprestasi atau kemampuannya rendah, tentu berharap mendapatkan kesempatan di sekolah negeri juga harus berpikir dua kali. Meskipun saat ini sistem penerimaan sekolah berdasarkan zonasi, namun tingkat kemampuan anak cukup menjadi persoalan tersendiri bagi anak-anak dalam melanjutkan pendidikan.
Sehingga bagi anak-anak yang "pintar", memiliki banyak peluang menempuh pendidikan yang setinggi-tingginya. Tidak sedikit di antara mereka bisa menempuh pendidikan sampai S-3 di luar negeri, meskipun kehidupan keluarganya hanyalah pekerja dengan penghasilan yang amat minim.
Berbeda sekali dengan anak-anak yang kurang kemampuannya, dan motivasi belajarnya juga amat lemah. Hal ini tentu menjadi kendala untuk bisa melanjutkan ke tahapan berikutnya.
Anak-anak yang tidak begitu mampu memperoleh prestasi akademik, solusinya adalah mendapatkan kursus gratis dari pemerintah yang juga saat ini telah diberikan pada anak-anak putus sekolah atau anak-anak lulusan SMA yang tidak mampu melanjutkan ke perguruan tinggi. Balai Latihan Kerja (BLK) memberikan kesempatan mendapatkan beragam keterampilan yang dibutuhkan.
Namun, bagi yang tidak mau sama sekali melanjutkan pendidikan meskipun keluarga mereka berada, maka solusinya adalah membuka usaha swasta sebagai petani, pedagang atau justru bekerja sebagai wirausaha mandiri atau sebagai pekerja swasta baik di dalam negeri maupun di luar negeri sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI/TKW). Ada banyak negara yang menampung keahlian mereka dengan gaji yang cukup menggiurkan.
Persoalan kedua adalah ketika anak-anak yang telah menyelesaikan pendidikan di tingkat SMA ini tidak memiliki dorongan internal, orang tua pun tak memiliki biaya cukup untuk menyekolahkan anaknya dan rerata keluarga ini telah pasrah dengan keadaan. Solusinya adalah mereka akan bekerja di sektor non formal dengan sedikit kemampuan dengan penghasilan yang kurang layak, bahkan jika mereka adalah perempuan, banyak di antara mereka yang harus segera dinikahkan di usia yang cukup dini.
Hal ini mungkin dimaksudkan untuk mengurangi beban keluarga. Tentu saja karena dengan menikahkan anak-anaknya, akan membuka kesempatan mereka untuk mandiri dan mulai mengurus keluarga. Meskipun faktanya banyak pernikahan di usia dini yang justru menjadi beban keluarga dan masyarakat. Bahkan ada di antara mereka yang mengalami perceraian.
Lulus sekolah adalah muncul masalah yang lebih besar jika tidak memiliki keterampilan
Mengapa dapa dikatakan bahwa lulus sekolah itu justru akan menimbulkan masalah baru, jika para lulusannya tidak memiliki keterampilan? Sebab jika ingin mendapatkan penghasilan yang layak, kemampuan atau skill tertentu harus dimiliki lulusan SMA ini.
Berbeda dengan para lulusan SMK atau SLB dengan program keterampilan, lebih menjanjikan skill yang bisa mereka manfaatkan dalam membuat lapangan pekerjaan atau mencari pekerjaan berbasis jasa.
Seperti misalnya jasa servis kendaraan, menjahit, pertukangan, atau produk tata boga, batik, souvenir dan sebagainya. Program ini jika dilihat dari sisi kebutuhan masyarakat tidak ada matinya atau berlangsung lama dan bermanfaat sepanjang kehidupan asalkan didukung oleh keterampilan menyikapi kebutuhan produksi dan pemasarannya.
Bagaimana saat ini sekolah-sekolah kejuruan dan Sekolah Luar Biasa (SLB) atau sekolah khusus telah memberikan beragam keterampilan yang dibimbing oleh guru-guru dan pelatih yang profesional dengan sertifikat atau ijazah keterampilan yang sesuai dengan bidang tugasnya.
Para guru ini secara langsung telah mempersiapkan murid-muridnya agar menjadi insan yang mandiri dan siap menghadapi kemajuan zaman dan bersaing dalam usaha dengan masyarakat lainnya. Tinggal apakah keberadaan mereka tetap mendapatkan dukungan dari orang tua, lingkungan atau pemerintah dan dunia usaha.
Jika dukungan ini terus ada kita akan terus bisa berharap kesempatan para lulusannya untuk mendapatkan kehidupan lebih baik pasti di depan mata.
Sebaliknya jika para lulusan ini tidak mempunyai akses-akses keterampilan dan kesiapan skill, tentu menjadi masalah serius.
Jika mereka melanjutkan ke perguruan tinggi pun nanti akan berhadapan dengan persoalan pekerjaan atau bagaimana membuka lapangan kerja dengan penghasilan yang layak.
Paling tidak jika mereka bisa menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi dengan spesifikasi yang sesuai dengan dunia kerja, mereka bisa bersaing dengan perusahaan pemerintah (BUMN), mendaftar jadi ASN baik PNS maupun P3K atau perusahaan swasta.
Dukungan Sektor Usaha Swasta dan Pemerintah adalah yang paling dibutuhkan
Kembali pada persoalan bagaimana mereka menjalani kehidupan setelah lulus sekolah seperti paparan di awal tulisan ini, tentu kita akan membutuhkan beberapa solusi, baik dari pemerintah maupun swasta.
Pertama, berikan kesempatan kepada mereka untuk bekerja baik di sektor formal, nonformal maupun informal yang ada di lingkungannya.
Hal ini sedikit banyak memberikan peluang bagi lulusannya untuk terus berdikari dan berkegiatan secara produktif demi masa depan yang lebih baik.
Bisa saja mereka turut bekerja di sektor konstruksi meskipun skill yang minim, namun yang perlu dipertimbangkan adalah besaran penghasilan yang harus layak bagi kehidupan. Selain itu fasilitas kesehatan pun semestinya tidak diabaikan.
Kedua, dukungan orang tua amatlah penting. Jika putra-putrinya adalah siswa berprestasi maka dukung untuk terus mengenyam pendidikan yang lebih tinggi, karena ada program beasiswa bagi mereka yang berprestasi namun berasal dari masyarakat kurang mampu.
Orang tua memang bisa mendorong anak-anaknya untuk menempuh pendidikan lebih tinggi, tetapi masalahnya adalah ketika UKT yang justru semakin mahal, tentu ini menjadi batu sandungan bagi mereka yang ekonominya rendah.
Ketiga, saat ini kebijakan pemerintah telah jelas bahwa setiap orang mendapatkan kesempatan pekerjaan sesuai kualifikasi dan kebutuhan perusahaan. Bahkan bagi anak-anak berkebutuhan khusus, ada formasi 2 persen atau lebih bagi mereka yang ingin mendaftar di sektor formal.
Sayangnya peraturan pemerintah ini tidak serta merta dijalankan oleh pemilik usaha, alasannya mereka belum bisa menyiapkan sektor mana yang harus diberikan dengan kondisi yang terbatas. Padahal ada banyak hal yang dilakukan oleh lulusan ini, baik anak-anak pada umumnya atau anak-anak berkebutuhan khusus yang kini telah memiliki keterampilan.
Keempat, berikan kesempatan pada lulusan untuk membuka usaha sendiri, baik sebagai pemilik usaha kecil-kecilan dengan bantuan dari pemerintah atau modal dengan bunga ringan yang saat ini masih sangat mereka butuhkan.
Kelima, adanya dukungan pasar dari produk-produk yang dihasilkan, karena dengan adanya pasar yang terbuka, hasil karya dari para lulusan pasti akan terserap, dan tentu saja akan memberikan kesempatan mereka mengembangkan usahanya menjadi lebih maju dengan dukungan pelatihan atau mentoring dari pemerintah agar usaha mereka bisa layak di pasaran.
Kiranya lulus sekolah bukanlah sesuatu yang menyenangkan tapi bisa juga menjanjukan. Asalkan setelah lulus dapat terus produktif dengan kemampuan dan keahlian yang dimiliki dan tidak hanya berpangku tangan. Hal itu karena memang pasca lulus sekolah masih ada tantangan dan peluang yang harus terus dicari dan dikembangkan demi kehidupan masa depannya.
Jika kita sudah merasa yakin bahwa dengan lulus akan seperti apa, dan akan berbuat apa untuk masa depan, ini tentu adalah harapan orang tua, masyarakat dan negara. Karena para lulusan ini mampu menentukan masa depan mereka dengan kemampuan yang dimiliki. Salam
Komentar